KEMENRISTEK TERUS KAJI POLA PEMANFAATAN PANAS BUMI

id

     Mataram, 24/2 (ANTARA) - Kementerian Riset dan Teknologi terus mengkaji pola pemanfaatan potensi panas bumi, sebagai bagian dari upaya pemanfaatan energi baru terbaharukan yang sudah harus siap digunakan pada 2025.

     "Kemenristek terus kaji pola pemanfaatannya, karena direncanakan mulai 2025 sudah harus siap energi baru terbaharukan itu dalam jumlah banyak," kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta, ketika ditemui usai dialog pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan iptek guna mendukung implementasi Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, di Mataram, Jumat.

     Gusti mengatakan, Dewan Energi Nasional (DEN) memprediksi ketersediaan minyak bumi akan menipis pada 2020, sehingga penyiapan energi terbaharukan secara besar-besaran juga harus dilakukan sejak dini.

     Kandungan minyak bumi masih mungkin tersedia di lepas pantai, namun di laut dalam sehingga harus menggunakan teknologi canggih dan biaya mahal. 

     Karena itu, kandungan energi terbaharukan yang berasal dari berbagai sumber seperti arus laut, angin, dan tumbuh-tumbuhan (bio etanol) harus terus dikaji pola pemanfaatannya.

     "Bahkan, dalam waktu dekat ini kita akan garap panas bumi,  karena kita (Indonesia, Red) punya 44 persen potensi panas bumi dunia. Tinggal ambil saja, makanya pola pemanfaatan potensi itu yang tengah dikaji," ujarnya.

     Versi DEN yang mempedomani "Blue Print" Pengelolaan Energi Nasional 2004, sumber energi Indonesia khususnya sumber daya energi fosil yakni minyak akan habis dalam waktu 18 tahun, gas dalam 61 tahun dan batubara dalam 147 tahun.

     Dengan demikian, Indonesia akan berada dalam potensi krisis energi fosil dalam waktu yang tidak lama lagi.

     Saat ini, kebutuhan minyak Indonesia sebanyak 1,5 persen dari seluruh kebutuhan minyak dunia yang mencapai 10,5 miliar ton minyak. 

     Sementara minyak yang diekspor Indonesia ke dunia juga sebanyak 1,5 persen, sehingga hal itu berarti kemampuan produksi Indonesia mencapai tiga persen dari total konsumsi minyak dunia.

     Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, mengatakan bahwa energi terbarukan di Indonesia belum di manfaatkan secara maksimal. Salah satunya, energi matahari yang melimpah.

     "Energi matahari, sekarang cuma di pakai untuk menjemur kopi dan menjemur turis. Padahal bisa dimanfaatkan maksimal," ujarnya.

     Menurutnya, sumber energi yang berasal dari minyak akan habis, namun berdasarkan data di Dewan Energi Nasional, energi terbarukan yang ada saat ini pemanfaatannya hanya lima persen dari total energi.

      Karena itu, pemerintah terus berupaya agar pada 2025 pemanfaatan energi baru terbaharukan minimal mencapai 25 persen.

      Versi Kementerian ESDM, saat ini terdapat sekitar 28 titik geotermal (panas bumi) yang sudah mendapat izin untuk dieksplorasi dari Kementerian Kehutanan dengan nilai sekitar tujuh ribu mega watt (MW). (*)