Surat Perempuan Pemulung untuk Presiden SBY

id surat pemulung

Surat Perempuan Pemulung untuk Presiden SBY

Sepi (kiri) bersama seorang jurnalis

Sebagai seorang ibu, meski hanya seorang pemulung, saya tidak akan berhenti berjuang agar anak saya mendapat kehidupan yang lebih baik
"Saya mengetuk pintu hati Bapak Presiden sekiranya dapat memberikan beasiswa hingga jenjang S-1 agar putri saya bisa meraih cita-citanya menjadi seorang sarjana," demikian penggalan surat Ni Nengah Kirem, pemulung dan pencari barang rongsokan.

Saat ini, Kirem memang tengah berjuang agar putri sulungnya, Ni Wayan Mertayani, bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi setelah menamatkan sekolah menengah atas (SMA) di daerah Abang, Karangasem.

"Tanpa bantuan Bapak Presiden, kecil kemungkinan putri saya meraih gelar sarjana, mengingat mata pencaharian saya sebagai pemulung dan pencari barang rongsokan sehingga penghasilan saya amat jauh dari kecukupan," ujar perempuan yang tinggal di Dusun Bias Lantang, Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Bali.

Putrinya yang biasa dipanggil Sepi, kata Kirem, saat ini mendapat beasiswa program "Student in Residence" di Helena College, Perth, Australia. Program ini berlangsung selama tiga bulan dan akan berakhir pada bulan Desember tahun ini.

Kirem melanjutkan, berkali-kali Sepi mengatakan setelah selesai di Australia, ingin kuliah sehingga mempunyai gelar sarjana. Sambil kuliah, Sepi ingin melanjutkan hobi memotret. Siapa tahu bisa menghasilkan uang.

Terdorong semangat Sepi yang begitu berapi-api ingin meraih cita-cita, membuat Kirem tergerak berjuang dan tak henti berusaha. "Sebagai seorang ibu, meski hanya seorang pemulung, saya tidak akan berhenti berjuang agar anak saya mendapat kehidupan yang lebih baik. Tidak dihina orang terus karena kemiskinan kami. Makanya saya memberanikan diri menulis surat kepada Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," katanya.

Kirem menjelaskan bahwa surat itu dititipkan melalui Camat Abang Drs. I Wayan Ardika, M.Si., yang diteruskan kepada Bupati Karangasem I Wayan Geredeg, S.H. agar diteruskan kepada Presiden, yang kebetulan sedang berada di Karangasem terkait dengan program penanaman ribuan pohon.



Juara Lomba Foto



Berusaha dan berdoa, itulah pegangan Kirem dalam memperjuangkan cita-cita putrinya. Menurut Kirem, langkah ini dilakukan agar kehidupan mereka tidak senantiasa menjadi manusia yang direndahkan oleh orang-orang di sekitarnya.

"Dahulu, Sepi juga menjadi pemulung seperti saya. Selesai sekolah, dia berjualan jajan pada nelayan di pinggir pantai sambil memulung botol-botol plastik," kenang istri dari I Nengah Sangkrib, yang sudah meninggal puluhan tahun silam.

Pekerjaan sebagai penjual makanan dan pemulung, dilakoni Sepi tanpa pernah mengeluh untuk meringankan beban ibunya, yang sering didera sakit karena menderita radang ginjal.

Selain berjualan pada nelayan, Sepi juga tidak segan menawarkan jajan pada turis asing yang sedang berwisata untuk menikmati keindahan Pantai Amed sehingga terjalin keakraban di antara mereka.

"Berkat kebaikan hati seorang turis bernama Dolly Amarhoseija yang meminjami kamera, tahun 2010 Sepi berhasil menjadi juara satu lomba foto internasional. Lomba itu diadakan Museum Anne Frank, Belanda," jelasnya.

Pada lomba yang bertema "Apa Harapan Terbesarmu?", Sepi mengirim foto tentang ayam jantan yang sedang bertengger di pohon singkong. Di bawah pohon singkong, tampak jemuran baju dan jauh di balik rerimbunan pohon, terlihat samar-samar cahaya matahari bersinar.

"Sepi bilang, foto itu adalah gambaran keluarga kami. Kalau panas, kami hidup kepanasan. Begitu juga kalau musim hujan, kami terus-terusan terguyur air karena rumah kami bocor di mana-mana. Syukurnya sekarang kami sudah mempunyai rumah berkat program bantuan rumah dari Gubernur Bali I Made Mangku Pastika," ujar Kirem.

Dikatakan ibu dua putri ini, hadiah lomba foto berupa laptop dan kamera, sampai sekarang menjadi barang paling berharga yang dimiliki putrinya. "Ke mana-mana Sepi jadi suka memotret apa saja yang menarik di sekitarnya," cetusnya.



Potret Terindah dari Bali



Kisah hidup Sepi yang amat menginspirasi, membuat sebuah penerbit di Jakarta tertarik untuk membukukan sehingga awal 2011 terbit buku "Potret Terindah dari Bali" yang ditulis Pande Komang Suryanita, penulis yang kini tinggal di Mataram, Lombok.

Dijelaskan Suryanita, kisah penulisan buku Potret Terindah dari Bali, begitu melibatkan emosi hatinya. "Saya tidak menjual kemiskinan pada buku ini. Namun, saya ingin menunjukkan betapa kemiskinan justru membuat seorang anak seperti Sepi menjadi tangguh dan tidak gampang menyerah pada nasib," kata penulis alumnus Universitas Udayana, Denpasar.

Diteruskannya, kehidupan Sepi yang "terbanting-banting" mulai dari terusir dari rumah keluarganya setelah ayahnya meninggal, hidup di gubuk pada sebuah tanah pinjaman di pinggir pantai, dan tidak kenal gengsi menjadi pemulung, justru mengajarkan banyak hal, betapa hidup itu terlalu berarti sehingga tidak patut diratapi.

"Ketika sedang memulung, seseorang pernah mengerjai Sepi bahwa ada banyak botol plastik di bawah pohon. Ketika Sepi datang ke tempat yang ditunjukkan, ternyata bukan botol plastik yang dijumpai, melainkan bangkai binatang. Akan tetapi, dia tidak pernah mendendam pada orang itu. Inilah gambaran seorang anak yang hidupnya digembleng kemiskinan harta, menjadi kaya jiwanya," kata Suryanita.

Sikap berbeda yang ditunjukkan orang-orang di lingkungannya karena keluarganya tergolong melarat justru dijadikan cambuk bagi Sepi agar dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik.

"Melalui kisahnya yang ditulis pada buku Potret Terindah dari Bali, Sepi ingin menyuarakan pada dunia bahwa kemiskinan tidak patut ditangisi. Orang boleh miskin harta, tetapi jangan miskin cita-cita dan impian," kata Suryanita.