Renjana Belantara Batulanteh jadi Kampung Halaman Lebah

id Kampung Lebah

Renjana Belantara Batulanteh jadi Kampung Halaman Lebah

Lebah sedang mengisap sari bunga (Ist)

Di antara dahan-dahan pohon boan, terlihat ribuan lebah `Apis dorsata` mengitari sarang, setelah sebelumnya mengepakkan sayap menjelajah wilayah hutan dan mencecap sari bunga-bunga liar yang tumbuh subur di berbagai sudut belantara
Usai menelusuri jalan berlika-liku dan menerabas dahan-dahan kering yang luruh merintangi, puluhan lelaki yang tinggal di sekitar hutan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, berhenti tepat di bawah pohon boan.

Di antara dahan-dahan pohon boan, terlihat ribuan lebah `Apis dorsata` mengitari sarang, setelah sebelumnya mengepakkan sayap menjelajah wilayah hutan dan mencecap sari bunga-bunga liar yang tumbuh subur di berbagai sudut belantara.

Puluhan lelaki itu saling bergumam penuh minat, seraya menunjuk sarang lebah yang menggantung di dedahanan pohon boan.

Bagi warga yang tinggal di sekitar Batulanteh, sarang lebah bak magnet yang diburu untuk dipanen. Sarang lebah jika diperas, akan menghasilkan madu dan menjadi sumber penghasilan bernilai ekonomis tinggi, sebagai penambah rezeki bagi penduduk, yang kesehariannya menggantungkan hidup sebagai petani.

"Kawasan hutan telah menyediakan sumber kehidupan bagi masyarakat, salah satunya hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa madu. Selama ini, masyarakat terlibat dalam memelihara, menjaga dan memanen hasil madu dari hutan, sehingga memperoleh pendapatan untuk menunjang kehidupan sehari-hari," kata Julmansyah, fasilitator Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS).

Dia menyatakan, madu sumbawa yang selama ini dikenal masyarakat berasal dari hutan. Dahulu, praktik pengolahan madu hutan di kalangan masyarakat, khususnya di daerah Sumbawa, menggunakan cara lama, yakni dengan memeras sarang lebah bersama isinya.

Praktik serta tata cara pengambilan madu ala masyarakat Sumbawa merupakan suatu tata nilai dan pengetahuan lokal yang telah tertanam secara turun temurun.

Hal ini menyebabkan madu menjadi `kotor` dan terlihat kurang higienis, karena tercampur dengan sarang, anakan lebah dan kotoran. Praktik pengolahan ini telah berlangsung lama sejak ratusan tahun silam. Ketika JMHS terbentuk, praktik pengolahan madu hutan dengan peras tangan kini mulai berkurang.

"JMHS mulai memperkenalkan sistem baru, yakni teknik panen madu secara lestari dan sistem tiris," ujar Julmansyah.

Dia melanjutkan, melalui JMHS petani kemudian diperkenalkan dengan sistem panen lestari, yang dalam bahasa Sumbawa disebut `bantat`.

Proses panen lestari dan sistem tiris sebagai pengganti pola panen peras tangan, dimulai dengan cara sarang dibuka bagian lilin penutupnya. Sarang kemudian diiris tipis-tipis secara horisontal supaya madu bisa keluar lebih cepat. Irisan itu kemudian diletakkan di atas kain atau ditiriskan, supaya madu menetes ke dalam tempat penampungan.

"Proses ini menjadikan madu lebih higienis, tidak bercampur dengan kotoran dan keringat, tidak bercampur dengan anak lebah sehingga madu bisa lebih tahan lama," ujarnya.

Dikatakannya, dengan sistem panen yang lestari dan higienis, maka meminimalkan anak-anak lebah serta polen terkontaminasi dalam madu. Dengan demikian, hasil madu akan bersih dari polen dan anakan lebah, akibat dari sistem penirisan dengan saringan bertingkat.


                          Rumah Madu Sumbawa


Menurut Julmansyah, sejak JMHS terbentuk pada 2007, hingga sekarang madu produk anggota binaan dapat membangun sistem pemasaran sendiri. Produk madu JMHS telah dipasarkan oleh sebuah perusahaan multi level marketing.

Di samping itu, penjualan madu di pasar lokal telah ditempuh dengan membangun Rumah Madu Sumbawa, yang merupakan kerja sama Pemkab Sumbawa, Kementerian Kehutanan dan Bank BNI.

Pria yang juga Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Batulanteh ini menjelaskan, strategi inilah yang ditempuh agar madu petani memiliki kepastian pasar.

"Melalui Rumah Madu Sumbawa, produksi petani yang dipasarkan rata-rata 3-3,5 ton per tahun," katanya.

Bagi JMHS, setelah kerja-kerja pemberdayaan melalui madu hutan sumbawa, agenda berikutnya adalah perlindungan terhadap produk ini. Salah satunya, dengan melakukan perlindungan dari upaya sabotase dan pencurian hak atas kekayaan intelektual madu sumbawa. JMHS kemudian mendaftarkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Indikasi Geografi (IG) Madu Sumbawa.

"Ini adalah skema yang memiliki payung hukum, mengingat banyaknya produsen atau penjual madu yang mengatasnamakan madu sumbawa. Merek dan Indikasi Geografis diatur secara bersamaan dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek. HAKI Indikasi Geografis diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007," ujar Julmansyah.

Menurutnya, Kementerian Hukum dan HAM telah menyerahkan sertifikat HAKI Indikasi Geografis Madu Sumbawa kepada JMHS sebagai pemegang HAKI. Ke depan, madu sumbawa akan memiliki posisi hukum yang kuat dari upaya-upaya pihak lain yang mencoba memasarkan dan menyalahgunakan nama dan produk ini.


                         Lebah


Lebah madu hutan (forest honeybee) merupakan salah satu hewan yang membantu terjadinya penyerbukan tanaman di alam ini. Lebah madu di Sumbawa merupakan jenis dari Apis dorsata. Lebah Apis dorsata sangat terkait dengan konservasi hutan, mengingat bunga tanaman merupakan sumber pakan lebah.

"Jadi lebah hutan adalah agen penyerbukan (pollinator) bagi tanaman hutan. Proses saling ketergantungan antara lebah dengan hutan memberikan banyak manfaat bagi manusia, baik yang berada di sekitar hutan maupun masyarakat lain di hulu," ujarnya.

Dalam konteks ini, kata dia, lebah hutan dapat berfungsi sebagai agen penyelamat hutan, sebab kehidupannya sangat tergantung pada hutan. Atas dasar ini, diperlukan kesadaran masyarakat untuk menjaga hutan.

Di lain pihak, bagi hutan Sumbawa, keberadaan Apis dorsata juga menjadi faktor penting, karena jika tanpa lebah hutan, maka proses keberlanjutan jenis vegetasi akan berkurang secara sistemik seiring hilangnya pollinator atau agen penyerbukan.

Terkait dengan itu, lanjut dia, melalui kerja sama KPH Batulanteh dan JMHS, tengah melakukan inisiatif rehabilitasi hutan yang menggunakan tanaman pohon lebah serta tanaman sumber pakan lebah.

Dikatakannya, metode ini adalah sebuah pendekatan baru bagi mitigasi perubahan iklim di pulau-pulau seperti Sumbawa. Dengan cara ini, diharapkan hutan Batulanteh dan lainnya di kawasan Sumbawa, akan terus lestari menjadi kampung halaman bagi lebah hutan di Indonesia.

*) Penulis buku dan artikel