Hobi dan Bisnis Fosil Kayu yang Mistis

id Fosil Kayu

Hobi dan Bisnis Fosil Kayu yang Mistis

Fosil kayu menyimpan nilai eksotis sekaligus mistis (Tri Vivi Suryani)

Proses membatunya kayu hingga terbentuk fosil bisa memakan waktu hingga ratusan atau bahkan ribuan tahun
Tersembunyi di antara kepekatan rimba belantara di pedalaman Bima, Nusa Tenggara Barat, dan umumnya sebagian lapisannya tertutupi hamparan humus dari dedaunan yang luruh.

Namun pesona fosil kayu yang menyembul di antara belantara rimba itu tetap tak henti merunutkan untaian perjalanan waktu yang terangkai semenjak ratusan atau bahkan ribuan tahun silam.

"Proses membatunya kayu hingga terbentuk fosil bisa memakan waktu hingga ratusan atau ribuan tahun. Saya mengenal fosil ini ketika pergi ke hutan di Bima. Benda itu tergeletak begitu saja, tanpa ada yang mempedulikan," kata Andri SB, seorang pelaku usaha saat mengenang awal mula mengenal fosil kayu.

Ketidakpedulian masyarakat justru memancing ketertarikan Andri, dikarenakan lelaki ini mengamati bahwa fosil itu memiliki sisi eksotis dan daya tarik tersendiri. Ketika mencoba mencari informasi di dunia maya, Andri lebih kaget lagi melihat banyaknya peminat fosil di mancanegara. Fosil diibaratkan sebagai karya seni alam, yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Pengetahuan ini membuat lelaki kelahiran Sumbawa tersebut segera mengambil contoh beberapa bongkahan fosil dan dibawa ke Mataram. Setiba di Mataram, fosil itu dibentuk, namun tanpa mengubah perwujudan aslinya. Andri hanya menghaluskan bagian-bagian yang kurang estetis, dan justru menonjolkan bentuk alaminya.

Andri kemudian memotret fosil kayu itu dan menawarkan secara online. Tidak berselang lama, sejumlah pembeli menyatakan ketertarikan untuk melakukan pembelian.

"Peminat benda ini biasanya para kolektor, sehingga tidak begitu mempersoalkan harga. Khususnya, jika fosil yang diincar memang istimewa dan memiliki sejumlah keunikan," ujarnya.

Melihat terbukanya peluang pasar dan sadar jika fosil bisa dijadikan dermaga untuk berbisnis, maka Andri makin serius dan menyiapkan uang modal sebesar Rp15 juta untuk membeli gerindra, amplas dan beberapa peralatan pendukung. Sebagian dana modal ini juga dipergunakan untuk membeli bahan fosil dari sejumlah kenalannya yang bermukim di Bima.

                Emas dalam Fosil

Fosil yang dibeli Andri memiliki bahan yang berbeda-beda. Ada yang berasal dari kayu ulin, jati, asam, pinus, mahoni, cemara atau pepohonan buah-buahan. Lelaki ini menggunakan miskroskop untuk menentukan secara pasti jenis kayu dari fosil tersebut, agar kemudian dapat memberi deskripsi secara tepat. Penggunaan mikroskop sekaligus untuk menentukan motif, tekstur, serat atau garis tumbuh dari fosil tersebut.

Berdasarkan garis tumbuh inilah, dapat dipastikan berapa umur dari fosil itu, apakah ratusan ataukah ribuan tahun. Umur fosil ini akan menentukan harga jual. Semakin tua umur fosil, maka harganya cenderung kian mahal.

"Namun harga bukan hanya ditentukan umur fosil saja. Penampilan fosil juga amat berperan untuk menentukan mahal atau tidaknya harga," ujar lelaki yang tinggal di kawasan Parempuan, Mataram, ini.

Hal ini yang membuat Andri selalu mencari ide agar fosilnya terlihat menarik. Dibantu tiga orang karyawannya, Andri pun meratakan bahan fosil dengan menggunakan gerindra. Setelah rata, fosil itu diamplas untuk menghaluskan bagian permukaan, dan terakhir baru akan diberi lapisan melamin. Pemberian lapisan melamin bertujuan untuk memberikan efek mengkilat pada permukaan fosil.

"Tapi saya tetap berpatokan tidak akan mengubah bentuk asli fosil, hanya sebatas memperbaiki atau menghaluskan agar lebih menarik. Bagi saya, fosil memiliki bentuk sendiri-sendiri, sekaligus mencerminkan kekhasannya. Lagi pula pembeli lebih menyukai fosil yang tidak banyak polesan," katanya.

Salah satu contoh yang dibiarkan seperti aslinya adalah fosil yang bentuknya menyerupai buah kurma, namun berukuran raksasa. Fosil ini memperlihatkan buah dalam kondisi terbelah, di mana pada bagian tengahnya menampakkan biji. Bagian luar fosil tidak ubahnya bentuk kulit buah kurma. Fosil yang ditawarkan dengan harga Rp225 juta ini memiliki tinggi 36 cm dan diameter 59 cm.

Andri melanjutkan, ketika melepas fosil kepada kolektor, dirinya tidak jarang menentukannya berdasarkan klasifikasi untuk kelas satuan atau kiloan.

"Untuk fosil yang bentuknya unik, dijual dengan harga satuan yang bisa mencapai ratusan juta rupiah. Kalau yang standar, ditawarkan dengan harga kiloan. Biasanya dijual mulai dari Rp150 ribu/kg," ucap lelaki penyuka barang-barang bernilai seni ini.

Kegemaran terhadap barang bernilai seni ini, diakui Andri sudah berlangsung sejak dirinya masih kecil. Ketika itu, Andri sudah tertarik mengamati benda-benda yang bentuknya tidak lazim. Kegemaran ini berkembang, ketika Andri akhirnya lebih suka membuat sendiri berbagai macam permainan yang bahan bakunya didapat dari sekeliling tempat tinggal.

Saat usianya bertumbuh, Andri mulai mencoba membuat lukisan dan miniatur barang-barang yang mencerminkan kehidupan tradisional Suku Sasak, dengan menggunakan bahan dari pelepah pisang. Misalnya, membuat gerobak, cidomo, rumah tradisional, lumbung, berugaq dan lainnya.

Ketika mengembangkan kesukaannya pada fosil kayu, lelaki ini menilai karena benda itu memiliki nilai estetis yang susah diterjemahkan dengan kata-kata. Meski bagi sebagian masyarakat, benda itu seolah tidak bernilai sehingga tidak jarang ketika ditemukan lantas digeletakkan begitu saja tanpa perhatian atau pemeliharaan, namun Andri justru melihatnya dari perspektif yang berbeda.

"Ketika melihat fosil kayu pertama kali, saya justru terpesona pada warna-warnanya yang tidak umum. Hal itu membuat saya jatuh cinta pada benda tersebut. Tampilan fosil juga sangat purba. Selain itu, ada juga yang rongganya terisi emas sehingga berkilauan," kata dia.

Keberadaan kilauan emas ini baru dapat dilihat apabila menggunakan mikroskop. Meski demikian, Andri tidak berniat membongkar fosil demi mendapatkan emas, karena nilai jual fosil justru lebih tinggi. Bahkan, ada atau tidaknya emas dalam fosil, tidak memengaruhi harga jual benda itu.


               Koleksi Fosil

Ketertarikan, kegemaran Andri pada benda fosil yang kemudian menjadi hobi sekaligus ladang bisnis itu, menarik minat para kolektor benda seni di berbagai daerah, bahkan mancanegara.

Salah satu kolektor fosil sebagai benda seni itu, seperti sudah lama dijalani Satar Tarik. Dia adalah seorang pelukis yang tinggal di Mataram. Menjadi pelukis sekaligus kolektor fosil, bagi lelaki kelahiran tahun 1968 ini menumbuhkan nilai positif tersendiri karena kegiatan itu saling mendukung. Keberadaan fosil kadang kala menimbulkan ide atau inspirasi dalam melukis.

"Saya mengoleksi berbagai macam fosil. Ada fosil kayu, kerang, binatang atau buah-buahan. Segala fosil yang saya temukan dan bernilai artistik, akan saya koleksi," ujarnya.

Kegemaran mengoleksi ini, diakui Satar Tarik, salah satu faktornya adalah adanya nilai mistis dari fosil yang ditemukan. Beragam fosil ini ditemukan di berbagai wilayah di Lombok Selatan. Seperti di daerah perbukitan atau di antara batu karang di tepi pantai.

"Awalnya saya tidak sengaja mencari fosil, tapi berniat memburu bonsai. Tapi malah ketemu fosil dengan berbagai bentuk yang aneh. Namun justru keanehan ini yang menarik. Sekarang fosil yang saya temukan lebih dari 50 buah," kata Satar Tarik, yang kelak ingin menjadikan fosil-fosil itu sebagai patung.

Daya tarik benda-benda fosil kayu itu seolah memiliki daya mistis, yang mampu menarik perhatian banyak orang, terutama para pecinta atau kolektor benda/barang seni.

Mereka, seperti Andri dan Satar, dari semula menggemari aneka benda fosil kayu bernilai seni yang mistis, kemudian menjadi hobi untuk mengoleksinya, sekaligus membuka peluang, bahkan sebagai ladang bisnis.

*) Penulis buku dan artikel