Gandung Paryono - `Maestro` Puring dari Medari Cilik

id Gandung Paryono

Gandung Paryono - `Maestro` Puring dari Medari Cilik

Gandung - Penyilang puring asal Yogyakarta (Ist)

Saya pertama kali melihat puring kura-kura pada tahun 1987 saat datang ke pameran. Puring itu bentuknya sangat memikat. Lekuk daunnya menyerupai karapas kura-kura, dan kadang disebut sebagai puring kubis atau kol
Terpesona sosok eksotis puring (Codiaeum variegatum) di sebuah pameran pada suatu pagi berhujan gerimis di Yogyakarta, Gandung Paryono pun memilih jadi `penghulu` dengan menjodohkan tanaman hias asli Indonesia tersebut.

"Saya pertama kali melihat puring kura-kura pada tahun 1987 saat datang ke pameran. Puring itu bentuknya sangat memikat. Lekuk daunnya menyerupai karapas kura-kura, dan kadang disebut sebagai puring kubis atau kol," kata Gandung Paryono, penyilang tanaman yang sering dijuluki `maestro` puring.

Ketertarikan pada karakter daun dan warna merah mencolok pada puring kura-kura, menyentakkan kepenasaran di benak Gandung terhadap jenis-jenis puring lainnya. Sejak itulah, ayah dua anak ini mulai giat mengumpulkan beberapa jenis tanaman puring, kemudian menanamnya secara apik di kebun belakang rumahnya yang terletak di Medari Cilik, Caturharjo, Sleman, Yogyakarta.

Koleksi puring Gandung terdiri dari bermacam-macam. Ada puring raja, oscar, anaconda, tokek, andromeda, arwana, koi, lidah api, walet dan lainnya. Masing-masing puring memiliki keunikan bentuk daun dengan keindahan tersendiri, misalnya berdaun melintir, berdaun memanjang, bulat, oval, mirip pedang, serta ditunjang warna-warni daun yang variatif.

Seiring perjalanan waktu, puring-puring tumbuh dan kian menampakkan ragam daun mempesona. Tanpa sengaja, suatu hari Gandung menemukan satu anakan puring yang baru tumbuh dari biji. Setelah dirawat, anakan puring itu mulai memperlihatkan bentuk daun yang amat berlainan dengan koleksi tanaman lain di kebun.

"Saya lantas menyimpulkan, bahwa anakan tanaman yang berasal dari biji itu, berasal dari perkawinan dua puring berbeda. Sejak itu saya lantas terpikir ingin mengawinkan berbagai jenis puring, supaya bisa menghasilkan bentuk-bentuk daun yang lebih memikat," ujar Gandung.



Puring Diana

Semenjak tahun 2005, Gandung intensif mengawinkan beragam puring demi menghasilkan bentuk daun berkualitas prima. Keintensifan lelaki itu membawa hasil, ketika kemudian `lahir` puring diana.

Bentuk daun puring diana sempat menyentakkan penghobi tanaman hias, mengingat keindahan daun tanaman itu amat spektakuler.

Puring diana memiliki ciri berdaun lebar, warna daun kekuningan cerah dengan gurat hijau, dan semakin tua daun akan berubah menjadi merah muda. Ketika pertama kali ditawarkan ke kalangan kolektor, tampilan puring diana langsung mengundang decak kagum karena kemolekannya disebut-sebut menyerupai rembulan bersinar. Harga puring diana pun sempat menembus angka ratusan juta rupiah pada awal-awal dikenalkan ke publik.

Pada waktu diikutkan dalam pameran di Lapangan Banteng - Jakarta pada tahun 2009, Puring Diana serta beberapa tanaman lain dikategorikan deretan koleksi eksklusif yang keseluruhan harganya mencapai angka Rp2 miliar.

"Sekarang harga Puring Diana masih tergolong tinggi. Berkisar antara Rp250 ribu - Rp350 ribu untuk ukuran 15 cm. Puring lain yang menyusul diburu kolektor adalah leony, casamba, blue moon, dan puluhan jenis lagi. Blue Moon adalah edisi terbaru, harganya Rp750 ribu/pohon, dengan ukuran 10 - 15 cm," katanya.

Sebenarnya, Gandung menyatakan dengan ekspresi bersemangat, dirinya telah melakukan ratusan kali penyilangan dan menghasilkan lebih dari 300 puring hibrida. Namun, Gandung hanya mengembangkan jenis-jenis puring yang dinilai mempunyai tampilan daun menarik untuk memenuhi selera pecinta tanaman hias. Puring yang dianggap potensial untuk dikembangkan ini, setelah diseleksi kini berjumlah 50 buah, dan sering dipesan pencinta tanaman di berbagai kota di Indonesia.

"Tetapi tidak seperti pada tahun sekitaran 2008 yang ramai pesanan, saat ini puring mulai surut peminatnya. Tidak hanya puring sebenarnya, tanaman hias lain pun sedang lesu penggemar. Memang bisnis tanaman itu ada masa pasang dan surut," ujar dia.

Meski demikian, Gandung menyatakan tidak akan meninggalkan puring, walau permintaan pasar tidak secemerlang tahun-tahun lalu. Lelaki itu berkomitmen untuk tetap tidak akan menanggalkan kecintaannya pada puring, dan akan terus menjadi penghulu puring untuk menghasilkan jenis-jenis baru.

Bahkan, Gandung mengharapkan ada generasi penerus yang akan menyilangkan puring untuk menghasilkan jenis-jenis baru, supaya tanaman asli Indonesia itu tetap eksis dan bertahan di tengah-tengah persaingan terkait gencarnya kemunculan berbagai jenis puring impor yang membanjiri Tanah Air.

Menyinggung soal keikutsertaan dalam kontes, Gandung menyebutkan di wilayah Sleman, sudah tidak terhitung berapa kali puringnya memenangi perlombaan.

"Tapi kalau untuk di luar Yogyakarta, saya belum berkesempatan mengikuti kontes karena setiap hari sibuk mengurus atau berburu tanaman," ujar Gandung.



Penghargaan Internasional

Surutnya popularitas puring, membuat Gandung mulai memiliki waktu menekuni kembali hobi lamanya untuk membentuk tanaman bonsai.

"Dahulu pada waktu puring masih jaya, setiap hari pesanan berdatangan dan saya sibuk mengirim puluhan puring ke kolektor. Sekarang, puring terhitung sepi peminat, jadi saya memperhatikan koleksi tanaman lainnya, seperti sikas, bonsai, enchepalartos, hanjuang, dan tanaman langka lain. Tapi puring tetap tidak saya abaikan, tetap saya perhatikan, walau saya sekarang juga mengurusi bonsai," ucap dia.

Bonsai, bukan baru-baru ini saja disukai lelaki ini. Sebelum terjun di bidang puring, Gandung sebenarnya sudah menekuni bonsai sebagai hobi, wujud ekspresi untuk menyalurkan jiwa seninya.

Pada awal Agustus, salah salah bonsai anting putri Gandung bahkan mendapatkan penghargaan internasional karena memiliki keistimewaan pada tampilannya.

"Pasar bonsai itu stabil, karena peminatnya tidak tergantung tren. Apalagi setiap tahun selalu ada lomba dan pameran bonsai di berbagai kota, sehingga penggemarnya selalu ada," ujar lelaki kelahiran 1962 ini.

Gandung mengatakan, dirinya pernah memiliki bonsai jeruk kingkit yang dijual seharga Rp50 juta, karena bentuknya amat artistik dan telah dibentuk selama bertahun-tahun. Bonsai itu memiliki bentuk bergerombol seperti hutan mini dan di sela-sela dahan, buah-buah jeruk bergantungan.

Kisaran harga bonsai, menurut Gandung adalah sekitar Rp20 juta. Di mata penggemar, bonsai lebih dipandang untuk tanaman koleksi, bukan dikategorikan sebagai lahan investasi. Hal ini membuat pembeli bonsai hanya berasal dari kalangan kolektor. Semakin indah bentuk dan sisi menarik dari wujud bonsai, maka peluang untuk diminati pasar lebih besar.

"Kalau membentuk bonsai, ibarat menempa jiwa seni kita tentang bagaimana menciptakan sesuatu sesuai kreativitas. Sedang kalau menyilang puring, maka kita sering kali mendapatkan kejutan karena biji dari indukan yang sama, akan menghasilkan anakan dengan karakter daun berbeda-beda. Jadi masing-masing menawarkan kepuasan batin tersendiri," ucap dia.

*) Penulis buku dan artikel