Pemkot Mataram: Produksi Ikan Berkurang akibat Kemarau

id Pasokan ikan berkurang

Pemkot Mataram: Produksi Ikan Berkurang akibat Kemarau

Ilustrasi - Ikan air tawar (Ist)

Pada sejumlah pasar tradisional seperti Pasar Kebon Roek, Ampenan dan Dasan Agung, tidak tampak adanya ikan nila, kakap dan gurami
Mataram,  (Antara) - Dinas Pertanian Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyatakan produksi ikan air tawar seperti nila, karper dan gurami berkurang menyusul datangnya musim kemarau yang mengakibatkan banyak kolam petani kering.

Kepala Dinas Pertanian Kelautan dan Perikanan Kota Mataram, H Mutawalli di Mataram, Jumat, menyatakan hal itu menanggapi berkurangnya pasokan ikan khususnya nila pada sejumlah pasar tradisional di daerah itu, padahal ikan nila cukup digemari masyarakat Kota Mataram.

Dari pantauan Antara di Mataram, Jumat, sejumlah pasar tradisional seperti Pasar Kebon Roek, Ampenan dan Dasan Agung, tidak tampak adanya ikan nila, kakap dan gurami.

Walaupun ada yang dijual, namun ukurannya masih kecil-kecil yakni ukuran tujuh hingga delapan ekor jadi satu kilogram. Padahal, sebelumnya satu kilogram hanya berisi dua atau tiga ekor saja. Sementara harga jual berkisar antara Rp22.000 per kilogram hingga Rp24.000 per kilogram.

Mutawalli mengatakan daerah lingkar utara Mataram seperti di Rembiga, Gegutu dan Sayang-Sayang sudah dikembangkan untuk sentra budi daya ikan nila, karper dan gurami dan kini pertumbuhannya cukup mengembirakan.

"Dengan adanya budi daya ikan nila, karper dan gurami tersebut rumah makan atau lesehan kini tumbuh berkembag dan banyak dikunjungi pembeli," katanya.

Menurut Mutawalli, budi daya ikan air tawar seperti nila, karper dan lele akan kembali normal saat musim penghujan yang diperkirakan sekitar Desember 2014.

Dengan adanya budi daya ikan air tawar tersebut konsumsi ikan di daerah ini cukup mengembirakan dan sekarang telah mencapai 10 kilogram per kapita per tahun.

Sementara itu, budi daya ikan lele dilakukan di jalur lingkar selatan Kota Mataram. Saat ini sudah berkembang pesat, dari semula hanya satu kelompok kini menjadi puluhan kelompok petani.

"Budi daya ikan lele tidak hanya oleh kelompok masyarakat, namun juga para remaja dan siswa dan mahasiswa terutama yang tergabung dalam Mahasiwa Pencinta Alam (Mapala) Universitas Mataram (Unram)," katanya.

Walaupun perkembangannya cukup pesat, tapi masih belum bisa menenuhi permintaan pasar dimana setiap harinya dibutuhkan sekitar 200 kilogram karena yang bisa dipenuhi baru 150 kilogram.

"Para pedagang langsung datang untuk membeli lele yang akan dipasarkan ke Lingkar Selatan, kemudian ikan lele tersebut dijual ke pasar tradisional seperti pasar Kebon Roek, Ampenan dan Pasar Dasang Agung dengan harga Rp20.000 per kilogram," jelasnya.