Senja Berlumur Kabut di Gubugklakah

id Wisata Gubugklakah

Senja Berlumur Kabut di Gubugklakah

Keindahan pemandangan di Coban Pelangi (Ist)

Sejak lima tahun silam, perkembangan wisata di Gubugklakah terus menunjukkan perkembangan yang signifikan seiring dengan ramainya wisatawan yang berminat ke Gunung Bromo, Semeru, atau Tengger
Kabut perlahan-lahan menurun, mengapung di atas bukit yang temaram ditaburi cahaya matahari menjelang senja pada suatu penghujung Agustus di desa wisata Gubugklakah, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Pada senja kala cuaca cerah, Desa Gubugklakah, Kecamatan Pocokusumo, bagai sebuah lukisan alam yang terdapat pepohonan apel yang digelayuti puluhan buah terayun-ayun diembus angin gunung, sejumlah petani berjalan berjingkat-jingkat memikul hasil panen di ladang, dan deru kendaraan jip yang sibuk hilir mudik mengangkut wisatawan yang hendak mendaki ke Gunung Semeru, Bromo, atau Tengger.

Jika belakangan ini Gubugklakah menjelma sebagai objek wisata yang berhasil menjerat hati wisatawan karena keelokan panorama alamnya yang menyentuh hingga ke kedalaman jiwa, tentu takada yang menyangka bahwa dahulu kala kehidupan warga di desa itu terbilang nestapa.

Wakil Ketua Lembaga Desa Wisata Gubugklakah Moksin menyebutkan dulu Gubugklakah hanya sebuah desa biasa, lazimnya perkampungan di tempat terpencil. Penyebutan nama Gubugklakah mengandung makna tersendiri. Gubug adalah tempat tinggal yang sangat sederhana dan klakah berarti bambu yang dibelah dua. Jadi, Gubugklakah adalah tempat tinggal yang terbuat dari bambu yang dibelah, sebagai simbol kemiskinan yang membelit penduduknya pada tempo dulu.

Arus perekonomian mulai mengeliat dan kesibukan penduduk makin bertambah seiring dengan deru wisatawan yang tiada henti meramaikan keheningan desa, yang merupakan jalur pendakian menuju pegunungan. Sejak 5 Mei 2014, bagi wisatawan nusantara yang ingin mendaki ke Gunung Bromo dikenai biaya Rp27.500,00 pada hari biasa. Pada saat liburan, biaya naik menjadi Rp32.500,00. Lain halnya dengan tarif bagi wisatawan asing yang dikenai tarif Rp217.500,00 dan akan melonjak menjadi Rp317.500,00 ketika musim liburan.

Sementara itu, pendakian ke Gunung Semeru untuk wisatawan lokal dikenai biaya Rp17.500,00 dan naik menjadi Rp22.500,00 saat liburan. Khusus wisatawan asing, biaya pendakian pada hari biasa sebesar Rp207.500,00 dan akan naik menjadi Rp307.000,00 ketika liburan tiba. Para pendaki diharapkan membawa perlengkapan, seperti sepatu atau sandal treking, kaus kaki, ransel, jas hutan, alas tidur, dan jaket.

"Sejak lima tahun silam, perkembangan wisata di Gubugklakah terus menunjukkan perkembangan yang signifikan seiring dengan ramainya wisatawan yang berminat ke Gunung Bromo, Semeru, atau Tengger. Selain berwisata ke gunung, wisatawan juga sering menginap di `home stay` karena kami memang menggencarkan wisata live in, pengunjung akan terlibat dengan aktivitas penduduk," kata Moksin.

Daya pikat Gubug Klakah bagi wisatawan, antara lain keramahtamahan penduduk, wisata petik apel, arung jeram di Sungai Amprong, dan keberadaan air terjun Coban Pelangi. Untuk wisata petik apel, dikenai biaya Rp15 ribu per orang dan diperkenankan makan apel sepuasnya.

Apabila ingin membeli apel dari penduduk, harganya dikenai Rp15 ribu per kilogram, sedangkan jika membeli apel dengan cara memetik sendiri di kebun, harganya menjadi Rp20 ribu/kg. Jenis apel yang ditanam di wilayah Gubugklakah adalah rome beauty, manalagi, dan apel australia.


                        Coban Pelangi


Bagi yang ingin berlama-lama untuk merehatkan diri di desa yang nyaris selalu berlumur kabut ini, bisa memilih paket wisata yang dikelola lembaga Desa Gubugklakah. Salah satu paket wisata yang banyak diminati adalah paket Bromo dua hari satu malam dengan biaya Rp2.750.000,00 untuk 1--6 orang. Objek wisata yang akan dikunjungi adalah Alun-Alun Balai Kota Malang, Candi Jago, Coban Pelangi, Bromo Sunrise, Savana, dan Bukit Teletubies.

Fasilitas yang didapatkan wisatawan adalah transportasi penjemputan dari stasiun, terminal atau bandara di Malang, home stay tinggal bersama warga desa, tiket destinasi wisata, makan tiga kali (pagi, siang, dan malam), minum teh atau kopi, dan transportasi menuju objek wisata.

Moksin mengatakan bahwa objek Coban Pelangi amat terkenal di kalangan wisatawan karena keindahan adanya semburat pelangi yang membias di air terjun. Kemunculan pelangi bisa dilihat ketika cuaca tidak mendung dan matahari bercahaya cerah, yang tepat mengenai air terjun.

Coban Pelangi dapat dicapai setelah wisatawan lebih dulu melewati perkampungan Desa Gubugklakah, kemudian meneruskan perjalanan hingga sampai pada pintu masuk sebelah kanan jalan bertuliskan nama objek wisata tersebut. Setelah itu, pengunjung harus berjalan kaki dengan rute jalan yang menurun, dan melewati sebuah jembatan. Panjang keseluruhan perjalanan sampai Coban Pelangi sekitar 1,5 km.

Sepanjang perjalanan, pepohonan menghijau terlihat menenteramkan pandang, bunga-bunga tanaman liar menguarkan aroma mewangi, dan sesekali tupai dan burung-burung terlihat muncul di dahan-dahan pohon sembari berkeciap riuh. Sesampai di Coban Pelangi, guyuran air terjun begitu dingin menyentuh kulit. Apabila hari belum beranjak siang, pengunjung dapat melihat kabut yang mengawang di sekitar air terjun. Pada musim hujan, jam berkunjung ke Coban Pelangi dibatasi hingga pukul 16.00 WIB, dikarenakan pengelola objek wisata khawatir jika sewaktu-waktu air bah dari pegunungan akan muncul.

"Coban Pelangi termasuk difavoritkan pengunjung yang datang. Selain refreshing, pengunjung sekaligus dapat berolahraga karena untuk mencapai air terjun lebih dulu harus berjalan kaki. Akan tetapi, semua itu seimbang dengan pemandangan alamnya yang sangat indah," kata Moksin yang juga penduduk asli Gubugklakah.

Menurut dia, rata-rata 200 orang berkunjung ke Gubugklakah setiap bulan dan selalu "request" agar Coban Pelangi tidak dilupakan dari jadwal kunjungan. Kalau lagi musim liburan, pengelola wisata sering kali harus menolak pengunjung karena kesulitan dengan daya tampung dan transportasi untuk "handle" wisatawan. Pada bulan Desember atau liburan Juni--Juli, pengunjung bisa meluber hingga melampaui 500 orang per bulan seiring dengan makin meningkatkan pamor Gubugklakah di kalangan wisatawan.

"Beberapa waktu lalu, kru film `5 Cm` melangsungkan syuting menggunakan beberapa jip dan warga kampung sebagai figuran," kata Moksin dengan ekspresi bangga.

Moksin mengharapkan ke depan pihak "stakeholder" turut terlibat supaya ada penataan lebih maksimal lagi terkait dengan kepariwisataan di Gubugklakah. Akan tetapi, tetap dengan konsep memberdayakan masyarakat.

*) Penulis buku dan artikel