Anggota DPRD: PP 48/2014 harus Didukung Perda

id DPRD Mataram

Hal itu bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan pernikahan sesuai dengan jadwal yang mereka tentukan
Mataram,  (Antara)- Anggota Komisi I bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Mataram Fuad Sofian Bamasaq mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 48/2014 tentang Biaya Nikah harus didukung dengan peraturan daerah atau peraturan wali kota.

"Hal itu bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan pernikahan sesuai dengan jadwal yang mereka tentukan," katanya di gedung DPRD Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Jumat.

Mantan Kepala Lingkungan Kampung Melayu Ampenan ini mengatakan, aturan yang ditetapkan dalam PP tersebut menyebutkan dua tarif nikah, yakni nol rupiah bagi pengantin yang melakukan pencatatan pernikahan di dalam Kantor Urusan Agama (KUA) dan tarif Rp600 ribu bagi pencatatan pernikahan di luar KUA atau di luar jam kerja penghulu.

Ia mengataan, untuk melakukan pernikahan di kantor kementerian agama, calon pengantin juga harus mendaftar di KUA 14 hari sebelum pelaksanaan pernikahan.

"Sementara kondisi yang ada di Kota Mataram, dan Pulau Lombok umumnya, menggunakan adat kawin lari, sehingga agak sulit melaksanakan ketentuan tersebut," ujarnya.

Pernikahan di daerah ini bisa terjadi kapan saja tanpa direncanakan. Seorang pemuda bisa membawa lari calon istrinya tanpa rencana dan biasanya proses hingga ke akad nikah tidak lebih dari satu minggu.

"Selain itu, jika kita harus melangsungkan pernikahan sesuai jadwal yang ditentukan dari KUA, banyak yang tidak sejalan dengan `diwase` atau hari baik yang sudah ditentukan oleh pihak keluarga pengantin," ujarnya.

Di samping itu, PP tersebut juga berdampak pada makin jauhnya jangkauan tugas dari KUA kecamatan, bahkan masyarakat masih belum banyak yang mengetahui tentang aturan baru itu.

Fuad berharap pemerintah membuat peraturan daerah maupun peraturan wali kota yang dapat mengangkat kembali peran P3N (pembantu pegawai pencatat nikah) pada setiap kelurahan sebagai perpanjangan tangan KUA kecamatan.

Dalam penyususnan aturan itu tentunya harus sejalan dan tidak melanggar PP yang sudah ada, namun bisa meringankan petugas KUA kecamatan dan mengakomodasi kepentingan masyarakat.

"Dengan demikian, masyarakat bisa melangsungkan akad nikah sesuai dengan waktu yang diyakini baik menurut mereka, dan PP 28/2014 juga bisa dilaksanakan," katanya.