Keong noncangkang Mengusik Budi Daya Pepaya California

id pepaya California

Keong noncangkang Mengusik Budi Daya Pepaya California

Moko berpose di sisi pepaya california yang dipenuhi banyak buah (Vivi)

Pepaya california itu ukurannya minimalis, dan rasa manisnya berlipat-lipat dari jenis pepaya biasa. Ini yang membuat saya tertarik membudidayakan
"Pada tahun 2012, ketika sedang berjalan-jalan di Mataram, saya tertarik ingin membeli pepaya california. Saya kaget ketika menanyakan sebuah pepaya yang berukuran kecil, harganya ternyata Rp20 ribu dan tidak bisa ditawar," kata seorang pelaku agrobisnis.

Penasaran melihat pepaya california yang warnanya menggoda dan nilai jualnya yang relatif tinggi, membuat Iis Widiharmoko--yang akrab disapa Moko--ini pun memutuskan untuk membuka usaha agrobisnis pepaya california di Kecamatan Kediri, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Pepaya california sebenarnya bernama asli Callina, memiliki ciri khas buah berwarna jingga cerah, berukuran 1--1,5 kilogram per buah dan rasanya sangat manis. Tanaman itu ditemukan pakar genetik dan pemuliaan tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Sriani Sujiprihati. Meski Profesor Sriani memberi nama Callina, masyarakat lebih suka menyebutkan pepaya california dengan dalih untuk meningkatkan nilai jual.

"Pepaya california itu ukurannya minimalis, dan rasa manisnya berlipat-lipat dari jenis pepaya biasa. Ini yang membuat saya tertarik membudidayakan," kata Moko, pelaku agrobisnis pepaya california di Kediri, Lombok Barat, NTB.

Walaupun tidak memiliki latar belakang pertanian, Moko yang juga staf Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Lombok Barat ini tidak gentar menjalani kegiatan budi daya. Dia getol belajar tentang cara budi daya pepaya california melalui internet dan rajin "sharing" pengetahuan kepada orang-orang yang memahaminya.

Moko kemudian melakukan penanaman uji coba di halaman rumah dinasnya dengan menanam puluhan pepaya california setelah membeli bibit di toko pertanian setempat. Tanpa menunggu lama, puluhan pepaya itu kemudian menghasilkan buah ranum yang sudah siap panen pada usia tujuh bulan. Melihat betapa prospektifnya pepaya untuk dibudidayakan, Moko pun memperluas lahan tanam.

Lelaki ini menyatakan kini dirinya mempunyai trik tersendiri untuk memacu pohon pepaya agar lebih cepat berbuah. Caranya adalah ketika tinggi pohon mencapai ukuran setengah meter, pucuk batangnya di bawah daun dipotong menggunakan pisau atau gunting tanaman yang steril.

Selang beberapa minggu kemudian, batang yang dipotong itu akan menghasilkan beberapa cabang baru, dan dipilih cabang bawah yang paling bagus pertumbuhannya. Setelah itu, tepat di atas cabang yang dipilih, kembali dipotong.

Cabang terpilih itu selanjutnya akan tumbuh membesar dan lima bulan setelah masa tanam, akan menghasilkan buah. Langkah ini dilakukan Moko guna memperpendek siklus panen buah.


                               Sewa Lahan


"Saya sudah kalkukasi, bertanam pepaya california itu sangat menguntungkan karena peminatnya banyak. Oleh karena itu, saya tidak ragu melebarkan luas kebun dengan menyewa lahan di samping kantor saya seluas 14 are," kata lelaki kelahiran Purwokerto, Jawa Tengah, ini.

Harga sewa lahan 14 are itu adalah Rp1 juta per tahun. Di lahan itu, Moko menyewa tenaga upahan untuk membuat lubang tanam berukuran 2,5 m x 2,5 m, kemudian diberi pupuk kandang. Untuk keperluan lahan seluas itu, Moko membeli tiga truk pupuk kandang. Setiap truk pupuk harganya Rp350 ribu.

"Jadi, modal awal usaha, yakni untuk sewa lahan, beli pupuk kandang, bayar ongkos tenaga yang bantu Rp40 ribu/hari, ditambah pembelian bibit dalam bentuk sachet yang berisi 200 biji pepaya, total modal menghabiskan sekitar Rp4juta," katanya.

Fase awal tanam, lanjut lelaki berusia 36 tahun ini, dilakukan pada musim hujan supaya tanaman mampu tumbuh maksimal dan tidak kekekurangan air. Apabila proses pertumbuhan pepaya tidak mengalami gangguan dan mampu berkembang optimal, pada usia 4--5 bulan sudah berbunga. Dua bulan setelahnya, buah pepaya pun siap dipanen.

Memasarkan pepaya hasil panen, sama sekali tidak menyulitkan Moko. Tidak jauh dari tempat tinggalnya, terdapat pasar tradisional dan beberapa toko buah yang siap menampung hasil panennya. Kalau hasil panennya berlimpah, Moko tinggal menghubungi pengepul yang akan membeli berapa pun jumlah hasil panen buah pepayanya.

Dalam sekali panen dari 200 pohon pepaya itu, Moko bisa mendapatkan 1,5--2,5 kuintal buah pepaya. Buah itu dijual dengan harga Rp3 ribu/kg. Namun, jika pembelian di bawah 1 kuintal, harganya adalah Rp4 ribu/kg.

Untuk memaksimalkan proses tumbuh kembang 200 pohon pepaya, Moko senantiasa menjaga dari serangan hama dan penyakit supaya tanaman tidak menemui kematian. Hama yang sering dijumpai adalah keong noncangkang, yang suka menggerogoti buah-buah pepaya, sehingga timbul lubang yang bisa mengakibatkan bagian tanaman menjadi cacat atau membusuk. Keong noncangkang ini biasanya mengusik atau menyerang pada malam hari, dan merambati pohon-pohon pepaya untuk menggerogoti buahnya.

"Setelah saya semprot dengan air bercampur garam, akhirnya serangan keong noncangkang ini dapat teratasi. Selain keong itu, masih ada serangan kutu putih yang tergolong merepotkan," ucap alumnus STMIK Bumigora ini.

Moko menambahkan, untuk mengatasi serangan kutu putih, dirinya menyemprotkan bahan kimia pada pohon pepaya yang terkena hama agar serangan tidak meluas pada tanaman lainnya.

"Adanya serangan hama, membuat saya berproses untuk tidak berhenti belajar. Bukan berarti ada hama, lantas membuat saya patah semangat. Budi daya pepaya tetap saya lakukan karena prospeknya bagus dan permintaan tidak pernah surut," ujarnya.

*) Penulis buku dan artikel