Ayu Setiyawati Menggoreskan Budaya pada Batik Lombok

id Batik Lombok

Ayu Setiyawati Menggoreskan Budaya pada Batik Lombok

Ayu (tengah) bersama artis Yuni Shara dalam suatu kegiatan (Ist)

Pada desain kami sengaja menggoreskan budaya setempat, yang menjadi pembuktian bahwa apa yang kami lakukan tidak akan melenceng dari kearifan lokal yang terdapat di Bumigora
Kecintaan Ayu Setiyawati pada batik, tumbuh sejak kanak-kanak, bermula tatkala menyaksikan sang ibunda begitu telaten merawat lembar demi lembar kain bermotif etnik itu, dan menyimpannya dengan selipan akar harum di dalamnya.

Kenangan tentang kain batik berselip akar harum, terus tertanam di benak Ayu tiada terputus waktu. Ketika menginjak usia remaja, Ayu kemudian terjun ke bidang fesyen dengan menjadi seorang model dan peragawati, yang mewajibkannya menampilkan berbagai macam busana.

"Ketika menjadi peragawati, saya sering juga menampilkan kain batik. Waktu itu saya suka berpikir, kenapa kain batik tidak memiliki warna atau motif atraktif? Yang sering saya lihat adalah kain batik warna hitam, putih atau cokelat tanah, dan berhias motif monoton seperti daun jatuh," ujar wanita kelahiran Denpasar, Bali ini.

Pertanyaan demi pertanyaan tentang kain batik, terus tertanam di benak wanita penggemar kupu-kupu ini. Sayangnya, Ayu tidak kunjung sempat bereksplorasi dengan batik, mengingat berbagai kegiatannya begitu padat dan menyita segenap waktunya.

Saat itu, selain menjalani profesi di bidang fesyen, tawaran main sinetron, membintangi iklan dan main teater serasa tiada henti menghampiri Ayu. Di tengah-tengah ketatnya jadwal pekerjaan, Ayu tetap tidak bisa melupakan batik dan dunia fesyen, sehingga sesekali menyempatkan diri membuat desain baju untuk dikenakan saat syuting.

"Ketika saya pakai, baju yang saya bikin ternyata menarik perhatian teman-teman. Ketertarikan ini yang membuat saya berpikir suatu saat nanti akan serius membuka usaha di bidang fesyen, namun tidak meninggalkan keterkaitan dengan batik," ujar wanita yang suka kegiatan berburu, naik gunung dan memancing ini.

                                 Batik Lombok

Setelah puluhan tahun malang-melintang di Bali, Lombok, Jakarta dan Surabaya, akhirnya pada tahun 1999, Ayu memutuskan tinggal di Ampenan, Kota Mataram, supaya berdekatan dengan keluarga besarnya. Kehidupan fesyen di Kota Mataram, dengan kemunculan batik sasambo, membuat Ayu tertarik mencermatinya.

Setelah mengamati keberadaan batik sasambo dengan berbagai karakter dan segala kelebihannya, Ayu justru lebih memilih untuk mencuatkan batik khas Lombok dan secara resmi membuka butik batik pada tahun 2012.

"Saya memilih mengembangkan batik khas Lombok, karena perajin dan basis usaha ini berasal dari Lombok. Jika saya memilih batik Mbojo misalnya, bisa saja dikomplain karena menyalahi pakem," ucapnya.

Motif batik khas Lombok, antara lain gendang beleq, berugaq, cidomo, buah jambe, dedaunan kangkung dan `bebele`, rumah adat di Bayan, buah turi, kesenian paresean dan masih banyak lagi. Batik ini, benar-benar `handmade` dan sama sekali tidak menggunakan sentuhan mesin modern. Walau berulang kali mendapat tawaran perangkat mesin untuk membuat desain batik, namun Ayu menepisnya.

Menurut wanita yang pernah membintangi iklan produk Maspion, Ardiles dan produk obat Nitasan ini, batik menggunakan tangan manusia, justru menampilkan kemurnian dan makin menonjolkan daya tarik batik. Bahkan, kadang-kadang, pada produk batik terdapat lubang kecil yang justru menunjukkan orisinalitasnya.

"Seperti batik rangrang yang belakangan lagi tren. Kalau yang asli buatan tangan, pada batik rangrang ada lubang-lubang kecil, sekilas tidak kelihatan," tutur istri Ocong Diesel tersebut.

Mengenai harga kain batik, berada pada kisaran Rp250 ribu - Rp1,25 juta. Kain ini berukuran 2,5 meter x 115 meter. Kain batik dipesan langsung dari para pembatik lokal yang berasal dari Lombok Tengah dan Lombok Barat. Ayu saat ini telah menjalin kerja sama dengan 30 orang pembatik.

Untuk mempromosikan kain batiknya, Ayu gencar memajang kain-kain batik itu di sosial media atau mengenalkan pada rekan secara "face to face" atau tatap muka. Promosi melalui sosial media, diakui Ayu malah sangat mendongkrak usahanya, sehingga rata-rata per bulan mendapatkan omzet Rp12 juta.

Menyinggung kendala, Ayu kelahiran 18 Agustus 1969 ini mengatakan, dirinya masih menilai harga kain katun untuk bahan baku batik masih tergolong mahal. Kain itu biasanya didapatkan dari Bali atau Bandung.

Kendala lainnya adalah pengadaan lilin atau "malam" belum bisa didapatkan di daerah Nusa Tenggara Barat, melainkan harus dipesan dari Solo, Jawa Tengah. Begitu juga pewarnaan, yang khusus menggunakan pewarna batik, juga didatangkan dari Solo atau sesekali dari Yogyakarta.


                               Kenya, Korea dan Australia

Karakter khusus pada setiap desain yang diciptakan Ayu adalah pada tampilan yang simpel, dan senantiasa"`up to date". Meskipun diciptakan tahun ini, dua tahun berikutnya, desain Ayu tetap bisa dipakai pada berbagai kesempatan.

"Kalau mengikuti mode yang terus berputar, kita bisa `mati`, maka saya ciptakan mode simpel untuk berbagai kesempatan. Baik formal maupun nonformal. Saya bersyukur, dengan kesimpelan desain, meski usaha baru dua tahun, tapi sudah dipercaya untuk terlibat berbagai kegiatan," tutur Ayu yang pernah bermain sinetron Surabaya oh Surabaya (SCTV), Buku Harian (SCTV), Drama Bukan Takdir (TVRI), Madu Racun Anak Singkong (TPI), Gelora Samudra SCTV), Cak Karmun (TVRI Jatim), dan puluhan sinetron lainnya.

Berbagai kegiatan yang pernah atau sedang di-"handle" Ayu untuk menangani busananya, misalnya, Dedare Ekspresi 2013-2014, Teruna Dedare 2013, Tangan di Atas (TDA) fashion show, Festival Qasidah Palu, dan kerja sama dengan Mustika Ratu dan sejumlah perusahaan lainnya.

Hal yang dipegang Ayu dalam bekerja sama adalah mempertahankan kualitas batik dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi konsumen untuk berkontribusi soal desain dan motif produk. Selama ini, sistem yang diterapkan Ayu dalam menciptakan motif adalah saling memberi masukan antara dirinya, perajin dan konsumen, sehingga tercipta produk yang berkualitas sekaligus tidak melenceng dari keinginan pemesan.

Keberadaan produk berkualitas, membuat butik batik sering mendapat pesanan dari konsumen mancanegara, seperti Kenya, Australia dan Korea. Biasanya konsumen membelinya sebagai oleh-oleh atau cenderamata untuk dibawa ke negara masing-masing.

Selain konsumen dari mancanegara, konsumen lokal pun mulai tertarik bertandang ke butik batik, antara lain dari kalangan mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Para mahasiswa yang berasal dari Kota Mataram dan sekitarnya, setiap pulang lantas mau kembali lagi ke Bogor, biasanya lebih dulu membeli batik khas Lombok untuk oleh-oleh.

"Kemasan untuk cenderamata atau oleh-oleh sengaja dikemas eksklusif menggunakan bahan pelepah pisang sehingga tampil natural. Selain mencari kain batik, sering juga mahasiswa itu mencari tas tikar pandan atau bahan endeg. Harga tas antara Rp250 ribu sampai Rp750 ribu," ujarnya.

Melihat meningkatnya minat warga menjadikan batik sebagai cenderamata, Ayu berharap ke depan masyarakat Lombok lebih mencintai produk di daerahnya. Bukan malah lebih bangga jika menggunakan batik dari daerah lain, seperti batik Solo atau Yogyakarta.

"Tapi saya memiliki keyakinan, batik kami pada saatnya nanti akan mendapat tempat di kalangan masyarakat, karena kami memberikan produk terbaik yang bisa kami berikan. Baik bahan, desain sesuai budaya lokal, atau pewarnaannya. Kami berprinsip lebih baik mahal sedikit, tetapi awet dipakai," ucap wanita yang juga pemain film Pilar-Pilar K3 (1991), Lombok I Love You (2012), Jembatan (2013) dan saat ini sekarang persiapan syuting festival film pendek.

Prinsip lain yang dipertahankan Ayu adalah tidak hendak menampilan produk yang menonjolkan keindahan fisik seorang model atau peragawati. Justru, Ayu ingin membuktikan dengan gaun atau baju tertutup, seseorang tetap menarik dilihat dan akan semakin menampakkan sisi "inner beauty".

"Produk butik kami ini sengaja diselaraskan dengan motto Pulau Seribu Masjid, jadi melalui batik kami ingin menunjukkan dukungan. Bahkan, tidak hanya sisi religi, pada desainnya kami sengaja menggoreskan budaya setempat, yang menjadi pembuktian bahwa apa yang kami lakukan tidak akan melenceng dari kearifan lokal yang terdapat di Bumigora," ucap Ayu.

Prestasi Ayu Setiyawati di bidang modeling antara lain :
- Juara I Lomba Wajah-Wajah Jawa Timur (1993)
- Juara I Putri Cemerlang (1993)
- Juara II Ngadisaliro Ngadibusono (1991)
- Juara Favorit Putri Batik Jatim (1993)
- Runner up Putri Batik Jatim (1993)

*) Penulis buku dan artikel