Panen Rupiah dari Benih Lobster

id Lobster Lombok

Ada satu rekan saya pernah mendapatkan hasil hingga Rp40 juta karena hasil tangkapannya banyak
"Kalau harga benih lobster tetap mahal seperti sekarang ini kami bisa berangkat haji semua dalam satu kloter," ujar salah seorang nelayan peserta kegiatan bimbingan teknis pembesaran benih lobster.

Kegiatan bimbingan teknis digelar oleh Wildlife Conservation Society (WCS) wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) di Teluk Bumbang, Desa Mertak, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Masuk akal apa yang diucapkan nelayan peserta bimbingan teknis (Bimtek) pembesaran benih udang tersebut. Para nelayan yang masuk dalam kawasan wisata Mandalika itu saat ini tengah panen Rupiah dari hasil penangkapan benih lobster yang terbilang cukup marak.

Harga benih lobster mutiara saat ini mencapai Rp20.000 per ekor, sedangkan benih lobster pasir Rp17.000 per ekor. Berbeda dengan kondisi pada 2007, harganya hanya Rp3.000 hingga Rp5.000 per ekor ukuran panjang tiga centimeter.

Satu orang nelayan paling sedikit bisa menjual 20 benih lobster hasil tangkapannya dalam satu hari. Jika dikalikan Rp17.000 maka uang yang bisa dikantongi dalam satu hari minimal Rp340.000 jika yang dijual benih lobster pasir.

"Ada satu rekan saya pernah mendapatkan hasil hingga Rp40 juta karena hasil tangkapannya banyak," kata Amaq Samalia, salah seorang nelayan Desa Mertak.

Para nelayan menjual hasil tangkapannya kepada para pedagang pengumpul di tingkat desa. Rantai pemasaran satu ini kemudian menjual kepada pedagang pengumpul besar yang memiliki jaringan dengan pengusaha eksportir di Bali.

Oleh eksportir di Bali, benih lobster tersebut dijual kembali ke Vietnam dengan harga mencapai Rp100 ribu lebih per ekor.

Benih lobster yang dijual para nelayan merupakan hasil tangkapan dari perairan laut dengan menggunakan alat sederhana terbuat dari karung warna putih yang disebut "Pocong". Alat tangkap ini dipasang dalam keramba jaring apung yang seharusnya digunakan sebagai media budi daya pembesaran ikan atau udang laut.

Lokasi penangkapan benih lobster tersebar di tiga titik, yakni di Teluk Bumbang, Teluk Awang dan Gerupuk. Seluruhnya berada di wilayah Kabupaten Lombok Tengah.

Hasil pendataan WCS wilayah NTB, jumlah keramba jaring apung yang dimanfaatkan sebagai sarana untuk memasang "Pocong" sudah mencapai seribuan lebih. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan pada 2012 yang hanya puluhan unit.

"Ini baru di Teluk Bumbang saja. Belum di Teluk Awang dan Gerupuk, karena kami belum melakukan pendataan secara detail di dua lokasi itu," kata Koordinator WCS wilayah NTB Made Dharma Ariawan.

Jumlah keramba perangkap benih lobster diperkirakan akan terus bertambah, seiring menggiurkannya keuntungan dari hasil laut tersebut. Terlebih tidak ada aturan yang membatasi masyarakat untuk melakukan penangkapan secara massal.

Masyarakat Desa Mertak terus termotivasi untuk mengais rezeki dari benih lobster yang disediakan alam secara gratis. Mereka tidak perlu mengeluarkan modal besar untuk budi daya pembesaran ikan atau udang laut.

Mereka juga tidak kesulitan untuk menjual benih lobster karena Vietnam masih sangat membutuhkan komoditas tersebut, sehingga eksportir dari Bali tetap menanti hasil tangkapan nelayan dengan dengan pundi-pundi rupiahnya.



Dikhawatirkan Punah

Keberadaan benih lobster secara melimpah di perairan selatan Pulau Lombok, memang telah menjadi berkah bagi masyarakat yang pesisir yang dinilai masih berada di bawah garis kemiskinan.

Di balik euforia masyarakat pesisir yang menikmati hasil alam tersebut, muncul kekhawatiran akan punahnya biota bernilai ekonomi itu karena aktivitas penangkapan secara massal dan tanpa terkendali.

Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi (P4KSI), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mengkhawatirkan penangkapan benih lobster di perairan Pulau Lombok, yang tanpa terkendali menyebabkan persediaan lobster dewasa di alam menurun.

"Penangkapan juvenile (anakan) lobster tanpa terkendali dikhawatirkan menyebabkan lebih tangkap pada usia muda atau `recruitment over fishing," kata Kepala P4KSI KKP Hari Eko Irianto, pada acara sosialisasi ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptekmas) tentang model pengelolaan habitat melalui terumbu karang buatan dalam upaya pemulihan stok lobster di Peraian Lombok Tengah, di Teluk Awang, beberapa waktu lalu.

Hari mengatakan, penangkapan lobster di perairan laut Pulau Lombok, sudah berlangsung sejak 1990-an.

Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, produksi lobster dewasa menurun sejak 2007-2012, sebaliknya produksi anakan lobster meningkat.

Kantor Karantina Ikan di Mataram, mencatat jumlah lobster dewasa yang keluar dari Lombok berfluktuasi dan cenderung menurun. Pada 2013 berjumlah sebanyak 120.144 ekor atau menurun 46,9 persen dari tahun sebelumnya.

Sebaliknya, jumlah anakan lobster yang keluar dari Lombok meningkat tajam. Pada 2013, sebanyak 11.419.696 ekor, sedangkan pada 2012 sebanyak 48.130 ekor.

"Meningkatnya jumlah anakan lobster yang keluar dari Lombok disebabkan harga komoditas tersebut cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, sehingga menarik minat nelayan untuk melakukan penangkapan tanpa terkendali," katanya.

Kekhawatiran juga datang dari Koordinator WCS wilayah NTB Made Dharma Ariawan. Menurut dia, jumlah nelayan yang menangkap benih lobster terus meningkat karena melihat potensi hasil yang terbilang relatif besar.

Penangkapan benih lobster secara beramai-ramai tidak hanya terjadi di perairan laut Kabupaten Lombok Tengah, tapi di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Timur juga mulai marak. Seluruhnya di kawasan pantai selatan Pulau Lombok.

Kondisi itu dikhawatirkan mengancam populasi biota bernilai ekonomi tinggi tersebut. Terlebih belum diketahui secara pasti seberapa banyak potensi benih lobster yang ada di perairan laut selatan Pulau Lombok dan apa penyebab, sehingga biota itu berkembang di beberapa teluk dalam beberapa tahun terakhir ini.

Oleh sebab itu, WCS wilayah NTB mengambil inisiatif untuk mengkaji potensi benih lobster di Kabupaten Lombok Tengah, di mana hasilnya akan dijadikan rekomendasi bagi pemerintah dalam rangka menjaga kelestarian tangkap komoditas bernilai ekonomi tersebut.

"Upaya untuk mengetahui seberapa besar stok benih lobster di alam menjadi kegiatan riset awal kami di Kabupaten Lombok Tengah," kata Made Dharma Ariawan.

Lembaga penelitian internasional yang bermarkas di New York, itu sudah melakukan survei penangkapan benih lobster oleh nelayan pada saat kondisi bulan gelap dan terang sejak satu tahun lalu.

Data hasil survei saat ini sedang diolah agar bisa segera diperkirakan nilai tangkap lestari dari benih lobster di perairan Kabupaten Lombok Tengah, terutama di tiga lokasi yang menjadi daerah tangkapan, yakni Teluk Bumbang, Teluk Awang dan Gerupuk.

Setelah diketahui potensi tangkap lestarinya, WCS akan mengajukan rekomendasi yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam melahirkan kebijakan, baik di tingkat pemerintah kabupaten, provinsi maupun pusat tentang penangkapan benih lobster.

"Mungkin dari sisi kuota, berapa besar yang boleh keluar dari NTB, sehingga bisa diatur usaha tangkap dari nelayan. Bisa juga regulasi berapa maksimal alat tangkap yang digunakan dan pelarangan menggunakan lampu," ujarnya.

Menurut Ariawan, kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah, tentu akan berdampak secara ekonomi bagi nelayan. Oleh karena itu, pihaknya juga melakukan pendekatan dari sisi sosial ekonomi dengan memberikan pemberdayaan pengelolaan keuangan, penguatan kelembagaan dan pelatihan pembesaran benih lobster.

Pemberian bimbingan teknis `pendederan` atau pembesaran benih lobster sudah dilakukan kepada para nelayan di Teluk Bumbang, Kabupaten Lombok Tengah, dengan tujuan mendorong masyarakat memanfaatkan komoditas tersebut secara berkelanjutan.

Dengan mendorong nelayan untuk membesarkan benih lobster hasil tangkapannya, akan menjadi suatu kegiatan ekonomi produktif bagi nelayan, sehingga terjadi rentang waktu pembesaran yang bisa mengurangi tekanan terhadap penangkapan benih lobster secara masif.

"Kami juga sedang memotivasi para nelayan untuk membentuk wadah koperasi agar hasil penjualan benih lobster bisa dihimpun untuk diputar kembali sebagai modal atau tabungan, sehingga nampak hasil kerja keras nelayan. Artinya tidak habis begitu terima uang dari pengumpul," kata Ariawan.