200 "Pepadu" Lombok Bertanding di Mataram

id Pepadu Mataram

200 "Pepadu" Lombok Bertanding di Mataram

Pepadu atau petarung dalam even peresean (Ist)

Para `pepadu` tersebut berasal dari Dasan Geriya Lombok Barat yang merupakan juara pertama pada pertandingan sebelumnya, kemudian dari Jempong Mataram, Labuhan Haji Lombok Timur dan Janapria Lombok Tengah
Mataram,  (Antara) - Sedikitnya 200 orang "pepadu" atau petarung olahraga tradisional "peresean" se-Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, ikut ambil bagian dalam Gelar Budaya Presean sekaligus memperebutkan hadiah total sebesar Rp16 juta.

"Para `pepadu` tersebut berasal dari Dasan Geriya Lombok Barat yang merupakan juara pertama pada pertandingan sebelumnya, kemudian dari Jempong Mataram, Labuhan Haji Lombok Timur dan Janapria Lombok Tengah," kata M Zakaria, panitia penyelenggara saat ditemui di arena pertandingan, Senin.

Gelar budaya peresean di halaman TVRI NTB tersebut dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2014. Selain itu juga mempertandingan "pepadu" dari Kuripan Lombok Barat, Montong Gading Lombok Timur, Semoyang Lombok Tengah dan Sayang-Sayang Mataram.

Pertandingan peresean antar pepadu se-Pulau Lombok tersebut disaksikan Wakil Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana didampingi Ketua DPD KNPI Kota Mataram H Novian Rosmana, serta Ketua Majelis Adat Sasak Kota Mataram HL Mujitahid serta ratusan warga.

"Masyarakat Lombok sejak ratusan tahun silam hingga kini masih menggemari peresean, sehingga saat dipertandingkan selalu ramai pengunjung," katanya.

Dikatakan, olahraga tersebut biasanya dimainkan tiga hingga lima ronde dengan dipimpin seorang pekembar atau wasit, sementara hadiah bagi pemenang biasanya diberikan berupa sarung, bahan pakaian ditambah uang.

Saat bertanding, kedua pepadu atau petarung masing-masing membawa rotan sepanjang 1,5 meter dan perisai sebagai alat penangkis. Sementara pakaiannya bebas namun yang pasti memakai ikat kepala yang disebut sapuk.

Saat bertanding petarung saling pukul dengan rotan tersebut, kalah dan menang ditetapkan pekembar. Namun jika salah satu atlet kepalanya terkena pukulan serta mengeluarkan darah, maka dia dinyatakan kalah.

Biasanya untuk menahan sakit jika terkena pukulan setiap petarung membawa "bebadong" atau jimat yang diselipkan di ikat kepala atau ditaruh di saku celana, sementara saat bertanding atlet tidak diperkenankan memakai baju.

"Olahraga peresean tidak hanya dipertandingkan dalam memeriahkan hari-hari besar baik nasional maupun Hari Besar Islam, tapi juga disajikan saat menyambut wisatawan baik asing maupun mancanegara," katanya.