Resensi buku - Hidroponik Sayuran jadi Pilihan

id Hidroponik

Resensi buku - Hidroponik Sayuran jadi Pilihan

Buku Bertanam Sayuran Hidroponik Ala Paktani Hydrofarm (Ist)

Beberapa bangsa yang lebih dulu bereksperimen menerapkan hidroponik adalah Tiongkok, India dan Mesir, yang mencoba bertanam pada bedengan pasir di tepi sungai
Deretan tanaman sayuran beragam warna terlihat tumbuh dengan kesegaran sempurna pada media pipa PVC yang menjadi tempat tumbuh dan berkembang. Keseragaman pertumbuhan sayuran pada lahan minimal yang bertingkat-tingkat itu, kini menarik perhatian pencinta tanaman untuk dikembangkan sebagai hobi di waktu senggang. Akan tetapi, ada pula yang meniatkan untuk objek bisnis sebagai usaha yang `profitable`.

Berkebun tanpa menggunakan media tanah, lazim disebut hidroponik, merupakan langkah bercocok tanam yang bisa dilakukan pada lahan sempit, dan menjadi pilihan menarik bagi masyarakat di wilayah perkotaan atau `urban farming`, mengingat minimnya lahan yang tersedia.

Kelebihan bertanam hidroponik dibandingkan sistem konvensional adalah tidak memerlukan lahan luas sehingga menghemat areal tanam, bersih, perawatannya mudah, tidak tergantung musim, bisa menjadi pilihan agribisnis yang menguntungkan, dapat diterapkan di dalam ruangan, meniadakan penggunaan pestisida karena dapat menekan serangan hama, cendawan dan penyakit dari tanah, serta kontrol air dan unsur haranya terukur sehingga menjamin kualitas dan kuantitas hasil panen.

Teknik hidroponik telah berkembang pesat, mengingat besarnya minat masyarakat perkotaan untuk bertanam meski lahan yang dimilikinya terbatas. Tingginya minat ini yang menjadikan hidroponik menjadi objek penelitian, sampai ditemukan beberapa jenis atau teknik yang efektif dan efisien yang dapat menjadi pilihan masyarakat untuk diaplikasikan sebagai penyaluran minat berkebun.

Jenis-jenis hidroponik menjadi salah satu hal yang dijelaskan dengan lengkap di buku `Bertanam Sayuran Hidroponik Ala Paktani Hydrofarm`. Buku setebal 124 halaman ini ditulis oleh praktisi hidroponik Heru Agus Hendra dan penulis buku pertanian Agus Handoko. Pada Agustus 2014, buku ini diterbitkan PT AgroMedia.


                             Jenis Hidroponik


Ide bertanam hidroponik, berawal dari pemahaman bahwa tanaman hidup bukan karena tanah, melainkan karena adanya unsur-unsur di dalam tanah tersebut. Beberapa bangsa yang lebih dulu bereksperimen menerapkan hidroponik adalah Tiongkok, India dan Mesir, yang mencoba bertanam pada bedengan pasir di tepi sungai. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman, petani pada ketiga negara itu menyiramkan pupuk organik secara berkala.

Eksperimen hidroponik juga menarik minat dua ilmuwan Jerman, yaitu Julius Von Sachs (1860) dan W Knop (1861- 1865) yang telah berhasil membuktikan hipotesa bahwa tanaman tidak hanya hidup di tanah. Pembuktian itu dilakukan dengan menanam pada media `inert`, yang tidak menimbulkan reaksi kimia bagi tumbuhan. Kedua ilmuwan itu bahkan berhasil menemukan unsur-unsur yang diperlukan tumbuhan untuk bisa hidup maksimal, yang mencakup hara makro dan hara mikro (halaman 5).

Unsur makro yang dibutuhkan adalah nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Sedangkan unsur nutrisi yang diperlukan dalam jumlah sedikit atau mikor adalah besi (Fe), seng (Zn), cuprum (Cu) dan molibdenum (Mo).

Penemuan ini membuat hidroponik makin berkembang dan mendapat perhatian sejumlah ahli botani dari sejumlah negara, sehingga menghasilkan penemuan berbagai jenis teknik mulai dari yang sederhana hingga memiliki tingkat kerumitan yang tinggi.

Adapun jenis-jenis hidroponik, menurut Heru Agus Hendra dan Agus Andoko, adalah `nutrien film technique` (NFT), `wick system`, `floating system`, `ebb and flow`, `drip irrigation`, dan aeroponik. NFT merupakan teknik hidroponik di mana pemberian nutrisi dilakukan dengan mengalirkan selapis larutan nutrisi pada perakaran tanaman. Wick system atau sistem sumbu adalah sistem hidroponik yang tergolong mudah dan sederhana, karena mengacu prinsip kapilaritas air. Jadi pada sistem ini digunakan sumbu untuk mengalirkan larutan nutrisi dari bak penampungan menuju perakaran tanaman, tidak berbeda halnya dengan sistem kerja kompor minyak.

Floating system menggunakan sistem apung, di mana tanaman sayuran ditanam dalam keadaan terapung di atas larutan nutrisi, dengan memakai `styrofoam` sebagai penopang. Sistem ini patut mendapat perhatian lebih, karena akar tanaman rawan mengalami pembusukan. Ebb and flow, lazim disebut sebagai sistem hidroponik pasang surut. Pengaplikasian sistem ini, dilakukan dengan menggenangi wilayah perakaran tanaman dengan larutan nutrisi. Setelah itu, larutan nutrisi kembali mengalir ke bak penampungan.

Drip irrigation adalah teknik hidroponik yang menggunakan sistem irigasi tetes. Pelarutan nutrisi ke wilayah perakaran tanaman menggunakan slang irigasi dalam waktu tertentu, sehingga nutrisi yang dialirkan dapat berlangsung optimal, serta memenuhi kebutuhan tanaman.

Terakhir, aeroponik didefinisikan sebagai bercocok tanam di udara. Pendefinisian ini dikarenakan akar tanaman diposisikan menggantung di udara dan larutan nutrisi diberikan dengan cara penyemprotan yang menggunakan pompa bertekanan tinggi. Peralatan aeroponik ialah pompa, nozal, styrofoam, pipa PVC dan bak penampung.

Sebagai praktisi hidroponik, Heru Agus Hendra menilai tanaman yang prospektif dikembangkan jika memiliki keunggulan: cepat tumbuh, berumur pendek dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Ragam sayuran itu, misalnya, kangkung, sawi, selada, pakcoy, mentimun, paprika, tomat, kailan, semangka, melon dan lainnya.

Asumsi usaha hidroponik akan diuraikan berikut ini sebagai gambaran. Jika usaha agrobisnis untuk tanaman selada yang mengaplikasikan sistem NFT dan memakai pipa PVC sebagai tempat menanam, dan berada pada lahan seluas 500 meter persegi (menggunakan 30 meja produksi), maka membutuhkan total biaya investasi sekitar Rp83.075.000. Usia panen selada adalah 30 hari, dan harganya diperkirakan Rp20 ribu/kg. Apabila jumlah tanaman kurang lebih 3.000 batang dan setiap 10 batang memiliki bobot 1 kg, maka keuntungan per periode diperkirakan akan mencapai Rp3.030.000.

Heru Agus Hendra yang belajar hidroponik hingga ke Thailand ini berharap ilmu yang dipelajarinya dapat ditularkan ke masyarakat. Pada kesehariannya, dia melakukan kegiatan berkeliling Indonesia untuk mengadakan pelatihan dan menularkan `virus` hidroponik.

Sementara itu, Agus Andoko menyatakan, hidroponik adalah teknik budi daya yang akan terus berkembang sesuai tuntutan zaman, di mana masyarakat belakangan lebih menyukai produk pertanian yang bersih, yang bisa didapatkan dari sekitar atau dalam rumah.

*) Penulis buku dan artikel