HNSI datangi DKP NTB terkait MEA

id MEA

Kondisi penangkapan benih lobster sejak 2013 hingga saat ini merupakan penghasilan utama nelayan di wilayah pantai selatan Pulau Lombok
Mataram,  (Antara) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Nusa Tenggara Barat dan sejumlah pengusaha mendatangi kantor Dinas Kelautan dan Perikanan setempat untuk membahas regulasi tentang perdagangan benih lobster, setelah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015.

Mereka diterima langsung oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Nusa Tenggara Barat Aminollah di Mataram, Senin.

Hadir juga Kepala Seksi Pengujian dan Dukungan Teknik Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok yang merupakan unit pelaksana teknis (UPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Buntaran.

Sebelumnya, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) NTB Lalu Kamala, bersama dengan pengusaha dan sejumlah nelayan penangkap benih lobster mendatangi kantor Balai Karantina Perikanan Mataram, terkait dengan isu pembatasan penangkapan benih lobster di perairan laut Pulau Lombok.

Di hadapan Kepala DKP NTB, Lalu Kamala memaparkan kondisi penangkapan benih lobster sejak 2013 hingga saat ini merupakan penghasilan utama nelayan di wilayah pantai selatan Pulau Lombok.

"Benih lobster sekarang sudah menjadi primadona bagi nelayan di wilayah pantai selatan Pulau Lombok, karena mampu memberikan pendapatan yang relatif lebih besar dari pada budi daya," katanya.

Ia menyebutkan, daerah yang menjadi sentra penangkapan benih lobster adalah, Teluk Belongas dan Teluk Sepi, Kabupaten Lombok Barat, Teluk SeIong Belanak, Teluk Gerupuk, Teluk Bumbang, dan Teluk Awang, Kabupaten Lombok Tengah.

Selain itu, di Batunampar, Teluk Ekas, Serewe, Lungkak, dan Tanjung Luar, Kabupaten Lombok Timur.

"Bahkan sudah berkembang ke Labangka Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa, Lamaci, Kabupaten Dompu, dan Wawaroda, Kabupaten Bima," ujarnya.

Menurutnya, penghasilan nelayan dari kegiatan penangkapan benih lobster dianggap luar biasa karena resiko sangat kecil. Mereka menjual ke pengusaha dengan harga Rp17 ribu hingga Rp20 ribu per ekor, untuk kemudian diekspor ke Vietnam.

Kondisi itu membuat penangkapan sudah sangat massal, sehingga tidak nelayan kurang berminat untuk melakukan budi daya dan lebih memilih menjual benih lobster ke eksportir.

Oleh sebab itu, pihaknya meminta pemerintah membuat percontohan budi daya lobster yang menguntungkan untuk memotivasi nelayan membudidayakan komoditas tersebut.

HNSI juga meminta pemerintah menekan eksportir agar bermitra dengan nelayan penangkap benih untuk melakukan pembudidayaan sampai lobster ukuran layak konsumsi. Hal itu perlu dilakukan karena agar nelayan bisa memperoleh nilai tambah.

"Kami juga minta pemerintah ada regulasi membatasi ukuran benih yang boleh diekspor maksimal panjangnya empat centimeter," ujarnya.

Kepala DKP NTB Aminollah, mendukung keinginan para pengusaha dan nelayan penangkap benih lobster.

"Saya akan koordinasikan keinginan para nelayan dengan ibu menteri, terutama mengenai masalah benih lobster," ujarnya.

Mengenai pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, kata dia, masyarakat akan dihadapkan dengan tantangan yang besar. Sebab, tidak menutup kemungkinan para pengusaha luar negeri akan masuk dengan bebas untuk melakukan eksploitasi benih lobster di NTB, dengan modus memberikan dukungan pembiayaan.

"Sekarang saja sudah ada pengusaha dari luar negeri yang masuk untuk memberikan dukungan permodalan dengan syarat tertentu," kata Aminollah.