Pengamat: Indonesia harus rebut Kembali Saham Telkomsel

id Telkomsel

Pengamat: Indonesia harus rebut Kembali Saham Telkomsel

Telkomsel (Ist)

Dengan keuntungan lebih dari Rp43 triliun per tahun, kepemilikan nasional Telkomsel akan menjadi sumber pemasukan yang menggiurkan bagi negara
Mataram, 26/11 (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari Universitas Mataram Dr M Firmasnyah menilai Pemerintah Indonesia perlu merancang kembali strategi mengambil alih PT Telkomsel (Tbk) sebagai perusahaan pelat merah yang berkuasa penuh karena merupakan sumber pemasukan negara.

"Dengan keuntungan lebih dari Rp43 triliun per tahun, kepemilikan nasional Telkomsel akan menjadi sumber pemasukan yang menggiurkan bagi negara," katanya di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu.

Ada beberapa alasan, menurut dia, pemerintah harus sekuat tenaga mengambil alih saham Telkomsel secara penuh.

Salah satunya adalah jumlah kepemilikan saham asing pada Telkomsel masih relatif sedikit dibandingkan Indosat yang sudah mencapai 41 persen.

Dari total 100 persen saham PT Telkomsel, sebesar 35 persen dikuasai Singapore Telecom (SingTel), selebihnya dikuasai PT Telekomunikasi Indonesia (Tbk), salah satu badan usaha milik negara (BUMN).

"Jadi menurut saya, karena kendala anggaran pemerintah prioritaskan dulu yang relatif murah. Walaupun tidak mudah bagi pemodal asing melepas Telkomsel dan Indosat," ujarnya.

Kecenderungan ke depan, kata Firmansyah, industri telekomunikasi tetap menjadi bisnis yang menggiurkan.

Secara umum, perusahan telekomunikasi diprediksi akan terus mendulang keuntungan di Tanah Air, terlebih pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia dan laju pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat.

"Jadi belasan bahkan puluhan triliun rupiah yang akan dikeluarkan pemerintah untuk mengambil alih saham PT Telkomsel bukanlah hal yang sia-sia," ujar Firmansyah yang juga menjabat sebagai Ketua Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.

Menurut dia, ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa faktor telekomunikasi berhubugan erat dengan proses pembangunan, baik secara nasional maupun daerah.

Dengan kemajuan telekomunikasi akan mudah membangun "cluster" industri atau membangun entitas bisnis baru, sehingga skala ekonomi menjadi luas dan efisien.

Di samping itu, proses pengawasanan kemitraan dari unsur pemerintahan terbawah, yaitu desa dengan pemerintah pusat menjadi lebih mudah.

"Apalagi pemerintah telah menganggarkan dana untuk pemerintahan desa yang mencapai Rp1,4 miliar per tahun," sebut Firmansyah.

Ia mengatakan, saat ini Indonesia tercatat sebagai negara yang masih mahal biaya internet dan juga masih lambat kecepatannya.

Oleh sebab itu, dengan penguasaan penuh oleh pemerintah, ketika memberikan subsidi untuk mempermurah dan mempercepat akses internet pada masyarakat, akan meningkatkan daya saing masyarakat di Tanah Air, khususnya dalam menghadapi persaingan global.

Hal yang paling utama juga, menurut Firmansyah, penguasaan internet oleh asing akan mengancam kebocoran informasi penting dalam negeri.

"Apalagi ke depan Indonesia akan menghadapi pasar bebas, maka strategi pemerintah sebagai kekuatan nasional dalam memenangi persaingan bisnis menjadi mudah diketahui asing," katanya.