5.000 Hektare Kawasan Konservasi di NTB Rusak

id Hutan rusak

5.000 Hektare Kawasan Konservasi di NTB Rusak

Ilustrasi - Lahan konservasi rusak (Ist)

Sekitar lima persen taman wisata alam (TWA) di Nusa Tenggara Barat (NTB) rusak karena perambahan, sehingga perlu ada upaya pengawasan yang lebih ketat agar tidak meluas
Mataram,  (Antara) - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat Widada menyebutkan dari 126 ribu hektare kawasan konservasi yang berada di bawah pengelolaannya, sekitar 5.000 hektare mengalami kerusakan akibat perambahan.

"Sekitar lima persen taman wisata alam (TWA) di Nusa Tenggara Barat (NTB) rusak karena perambahan, sehingga perlu ada upaya pengawasan yang lebih ketat agar tidak meluas," katanya di Mataram, NTB, Kamis.

Ia mengatakan, dari 20 kawasan konservasi yang berada di bawah pengelolaan BKSDA NTB, kerusakan terparah ada di kawasan konservasi Gunung Tambora, yang berada di dua wilayah administratif, yakni Kabupaten Dompu dan Bima.

Masing-masing kawasan Cagar Alam Gunung Tambora Selatan (Dompu-Bima) dengan luas lahan 23.840,81 hektare (ha), kawasan Suaka Margasatwa Gunung Tambora Selatan (Dompu-Bima) seluas 21.674,68 ha, dan kawasan Taman Buru Gunung Tambora Selatan (Dompu-Bima) seluas 26.130,25 ha.

Seluruh kawasan konservasi di Gunung Tambora berada di bawah pengawasan Seksi Konservasi Wilayah III yang meliputi Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima dan Kota Bima.

Selain di Gunung Tambora, kata Widada, kerusakan yang perlu mendapat perhatian serius juga terjadi di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Moyo, Kabupaten Sumbawa, dengan luas kawasan mencapai 6.000 ha.

"Kami belum bisa membandingkan tingkat keparahan dari masing-masing kawasan konservasi, namun melihat kondisi saat ini kawasan Gunung Tambora terbilang paling parah," ujarnya.

Menurut Widada, permasalahan kerusakan kawasan konservasi merupakan masalah yang sudah lama terjadi, terutama ketika terjadinya reformasi, di mana rakyat bebas masuk ke dalam kawasan konservasi melakukan aktivitas.

Upaya untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat yang sudah biasa masuk ke kawasan konservasi tentu membutuhkan kerja keras dari semua pihak.

Untuk itu, pemerintah daerah juga perlu memikirkan pemecahannya. Salah satunya dengan merelokasi masyarakat yang sudah bermukim di kawasan konservasi, seperti di Bangko-Bangko, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.

"Kami juga sudah melakukan upaya preventif dan represif dalam rangka menjaga kelestarian kawasan konservasi," kata Widada.