Gubernur NTB protes BPS terkait Peringkat 33

id Gubernur NTB

Gubernur NTB protes BPS terkait Peringkat 33

Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH Zainul Majdi (Ist)

Kalau (IPM) masih seperti itu, saya akan diskusikan dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Saya sampai sekarang belum terima laporannya
Mataram,  (Antara) - Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH Zainul Majdi memprotes rilis Badan Pusat Statistik terkait urutan indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun 2012-2013 yang berada di peringkat 33 atau kedua terendah dari 34 provinsi di Indonesia.

"Kalau (IPM) masih seperti itu, saya akan diskusikan dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Saya sampai sekarang belum terima laporannya," kata Zainul Majdi di Mataram, Selasa.

Ia mengatakan, apa yang disampaikannya ini bukan berarti menolak hasil yang sudah dirilis BPS. Namun lebih kepada mengapa IPM NTB tidak juga meningkat jika dibaningkan dengan daerah lain di Indonesia.

Sebab, kata dia, bila dilihat dari segala sisi, baik ekonomi, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, NTB tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia.

Bahkan, katanya, jika dilihat secara kasatmata, NTB jauh lebih baik dari provinsi yang disebut lebih baik dari NTB, namun BPS menempatkan daerah ini pada urutan 33 dari 34 provinsi.

"Inilah yang coba kita diskusikan dengan BPS. Kalau pun dikatakan IPM NTB rendah dari sisi kesehatan, daerah ini tidak terlalu jelek dibanding daerah lain, bahkan mungkin daerah lain jauh lebih memprihatinkan dan lebih mundur dari kita, mengingat angka kematian ibu dan bayi di NTB sudah menurun," ujarnya.

Oleh karena itu, kata Zainul Majdi atau akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB), dirinya menilai wajar jika pemerintah daerah menanyakan hal tersebut kepada BPS, karena sesungguhnya jika dilihat secara kasatmata NTB tidak kalah dengan daerah lain.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat urutan indeks pembangunan manusia (IPM) NTB tahun 2012-2013 masih berada pada posisi kedua terendah dari 34 provinsi di Indonesia.

Kepala BPS NTB H Wahyudin mengatakan penyebab masih rendahnya IPM daerah ini karena masih lemah di sektor kesehatan dan pendidikan masyarakat.

"Dari tiga indikator yang menjadi alat ukur IPM, hanya ekonomi yang bagus, sedangkan dimensi kesehatan dan pendidikan masih perlu ditingkatkan," katanya.

Posisi IPM NTB, kata dia, berada di atas Provinsi Papua yang berada di urutan paling rendah di Indonesia, namun NTB berada di bawah Provinsi Papua Barat.

Menurut dia, NTB masih kalah dengan Papua Barat dari segi dimensi kesehatan. Sektor ini masih perlu mendapat perhatian karena masyarakat NTB masih ada yang buang air besar sembarangan.

Sementara dari sisi rumah sehat, NTB sudah hampir sama dengan Provinsi Papua Barat. NTB hanya unggul dari sisi pemanfaatan sarana kesehatan dan peran serta rumah tangga terhadap sanitasi lingkungan dibanding dengan Provinsi Papua Barat.

Wahyudin menambahkan, secara absolut, jumlah tenaga medis, perawat dan bidan di NTB relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lain, tetapi rasio tenaga kesehatan (per 100.000 jiwa) justru lebih rendah.

"Ini artinya NTB masih kekurangan tenaga kesehatan," ujarnya.

Dari dimensi pendidikan, kata Wahyudin, persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang belum pernah sekolah relatif tinggi, sehingga menyumbang angka masyarakat buta huruf.

Demikian juga dengan angka "drop out" atau putus sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas masih relatif tinggi, terutama pada jenjang sekolah dasar.

"Penduduk usia 15 tahun ke atas yang berijazah minimal sekolah dasar di NTB, relatif rendah dibanding wilayah lain," kata Wahyudin.

Pemerintah Provinsi NTB, menurut dia, sudah berupaya untuk menggenjot ranking IPM, melalui berbagai program, seperti pembelajaran bagi warga buta aksara dan bantuan pembangunan jamban gratis, namun daerah lain juga melakukan hal yang sama, sehingga belum ada perubahan urutan IPM.

Meskipun demikian, kata Wahyudin, NTB harus tetap berupaya melakukan pembenahan untuk meningkatkan IPM, terutama dari dimensi kesehatan masyarakat dan sektor pendidikan.