Kejati NTB panggil Mantan Wagub Lombok Barat

id Kejati NTB

Ini panggilan ketiga. Pada panggilan kedua, tersangka HM (H Mahrip) sakit
Mataram,  (Antara) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) kembali memanggil mantan Wakil Bupati Lombok Barat H Mahrip terkait kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) di wilayahnya.

Diketahui, panggilan Kejati NTB pada Selasa (23/12), telah dilakukan untuk ke tiga kalinya sejak Wabup Lombok Barat itu ditetapkan sebagai tersangka. Pada panggilan sebelumnya, tersangka tidak hadir karena alasan sakit.

"Ini panggilan ketiga. Pada panggilan kedua, tersangka HM (H Mahrip) sakit," kata Juru Bicara Kejati NTB I Made Sutapa di Mataram, Rabu.

Ia mengungkapkan bahwa penyidik sudah melayangkan surat kepada tersangka. Rencananya, tersangka akan menjalani pemeriksaan oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) pada Rabu ini. "Pemeriksaan penyidik hari ini kapasitasnya sebagai tersangka," ujar Sutapa.

Pemeriksaan tersangka ini berkaitan dengan perjalan dinas yang diduga hanya rekayasa. Terkait hal itu, penyidik akan menanyakan seperti apa prosedur dan mekanisme hingga dana perjalan dinas itu digunakan.

"Nantinya, pertanyaan penyidik seputar materi kasus. Ya, kemungkinan besar mengarah seputar perjalan dinas," ujar Sutapa.

Lebih lanjut, Sutapa menerangkan, sebelumnya tersangka pernah diperiksa dan kini pihaknya kembali menjadwalkan pemeriksaan, karena ada beberapa materi yang harus dipertajam lagi.

"Ada yang pernyataan yang harus didalami lagi dalam kasus ini. Sehingga keterangannya sangat dibutuhkan," ucapnya.

Menurutnya, pemeriksaan tersangka ini dilakukan karena kasus tersebut sudah masuk tahap pemberkasan perkara. Terlebih lagi, katanya, kasus ini sudah lama diusut penyidik. Bahkan, sudah masuk dalam daftar tunggakan di kejaksaan.

"Kami kembali lakukan pemeriksaan, karena kasus ini sudah bertahun-tahun mangkrak. Jadi nantinya tersangka dapat kepastian hukum," katanya.

Diketahui, dalan kasus ini tersangka melakukan kunjungan kerja ke keluar daerah dengan tujuan Jakarta. Namun, dia diduga tidak melaksanakan perjalanan dinas tersebut.

Modus yang digunakannya itu dengan membuat SPPD rekayasa. Seolah-olah nama yang tercantum dalam kunjungan tersebut telah berangkat. Padahal, faktanya tidak pernah keluar daerah.