Ntb Terus Perbanyak Rumah Tangga Pengguna Biogas

id Energi Biogas

"Kami terus mendorong penggunaan energi biogas yang ramah lingkungan, terutama di kalangan rumah tangga yang memelihara sapi,"
Mataram, (Antara) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat terus berupaya memperbanyak rumah tangga kurang mampu untuk menggunakan energi biogas, guna mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak dan gas bersubsidi.

"Kami terus mendorong penggunaan energi biogas yang ramah lingkungan, terutama di kalangan rumah tangga yang memelihara sapi," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Nusa Tenggara Barat (NTB) Muh Husni di Mataram, Jumat.

Ia menyebutkan jumlah rumah tangga pengguna energi biogas yang tersebar di Pulau Lombok dan Sumbawa, sejak 2011 hingga 2014 sekitar 4.000 kepala keluarga.

Jumlah itu akan terus bertambah, seiring masih berjalannya program pemerintah dalam memberikan bantuan dana pembuatan energi biogas berkapasitas empat kubik yang mengandalkan kotoran sapi.

Khusus untuk 2015, kata Husni, pihaknya memprogramkan pembangunan 100 unit biogas yang tersebar di sejumlah kabupaten. Jumlah itu lebih banyak dibanding tahun sebelumnya sebanyak 78 unit.

Ada juga bantuan pembangunan biogas dengan kapasitas empat kubik yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) yang langsung ditransfer ke kabupaten.

"Jadi dana bantuan untuk pembangunan biogas bagi warga kurang mampu dianggarkan setiap tahun dan sudah berlangsung sejak 2011," ujarnya.

Menurut dia, masyarakat atau kelompok masyarakat kurang mampu bisa memperoleh bantuan dengan syarat mengajukan permohonan kepada Gubernur NTB, atau bisa melalui pemerintah kabupaten.

Distamben Provinsi NTB atau kabupaten kemudian akan menindaklanjuti permohonan tersebut untuk mengetahui apakah warga yang mengajukan permohonan layak atau tidak untuk diberikan bantuan.

"Jangan mengajukan permohonan tapi tidak layak, apalagi tidak memiliki sapi peliharaan. Dari mana kotoran ternak yang bisa dimanfaatkan untuk energi biogas," katanya.

Setelah dilakukan pengecekan lapangan, kata dia, data penerima bantuan dimasukkan dalam daftar pelaksanaan anggaran (DPA). Kemudian setelah rampung pembangunannya, bantuan biogas tersebut kemudian diserahkan kepada masyarakat pemohon sebagai hibah pemerintah.

"Ada standar penerima bantuan, minimal terdaftar sebagai warga kurang mampu penerima beras miskin (raskin)," ujarnya.

Dalam pelaksanaan pembangunan tempat penampungan kotoran sapi yang akan menghasilkan biogas, kata Husni, pihaknya bekerja sama dengan Hivod atau institusi kemanusiaan untuk kerja sama pembangunan dari Belanda.

Lembaga itu bertindak sebagai supervisor di lapangan agar tidak terjadi kegagalan dalam proses pembangunan tempat penampungan kotoran sapi yang akan menghasilkan energi biogas.

"Kalau salah sedikit saja, tempat penampungan kotoran sapi itu tidak akan bisa menghasilkan energi biogas. Makanya kami libatkan lembaga asing yang juga sudah paham tentang energi biogas," kata Husni. ***3***



Masduki Attamami

(T.KR-WLD/B/M008/M008) 09-01-2015 20:02:41