Pengamat: Harga BBM Ikut Mekanisme Pasar Munculkan Kekacauan

id Harga BBM

Pengamat: Harga BBM Ikut Mekanisme Pasar Munculkan Kekacauan

Dr M Firmansyah (1)

"Maka harga BBM dalam negeri mungkin akan berkisar Rp10.000 hingga Rp14.000 per liter. Bayangkan kekacauan yang akan muncul dengan harga setinggi itu,"
Mataram, (Antara NTB) - Pengamat ekonomi dari Universitas Mataram Dr M Firmansyah menilai jika pemerintah tetap mengikuti mekanisme pasar dalam menentukan besaran harga bahan bakar minyak sangat berpotensi memunculkan kekacauan.

Ditemui di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu, ia mengatakan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premiun turun menjadi Rp6.600 dari sebelumnya Rp7.600 per liter dan solar dari Rp7.250 turun menjadi Rp6.400 per liter. Harga BBM terbaru itu mulai berlaku Senin pukul 00.00 WIB

Menurut Firmansyah, penurunan harga BBM oleh pemerintah mengikuti tren penurunan harga minyak dunia.

Sementara itu, diperkirakan pada kuartal II dan III tahun 2015, kondisi minyak dunia akan kembali normal, berkisar antara 90 dolar Amerika hingga 120 dolar Amerika per barel.

"Maka harga BBM dalam negeri mungkin akan berkisar Rp10.000 hingga Rp14.000 per liter. Bayangkan kekacauan yang akan muncul dengan harga setinggi itu," katanya.

Menurut Ketua Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan Universitas Mataram ini, mencabut subsidi BBM jenis premium dengan tanpa perencanaan jangka pendek yang matang, pemerintah menabur masalah serius.

Pada 2015, harusnya pemerintah memberi insentif, misalnya mengurangi pajak atau meningkatkan subsidi untuk pelaku usaha dan masyarakat dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sehingga lebih kompetitif dalam harga maupun kualitas produk.

Namun, kata Firmansyah, oleh pemerintah, harga BBM akan dievaluasi setiap dua minggu sekali. Artinya, ke depan harga BBM akan berubah setiap dua minggu sekali.

"Ini akan sangat rentan masalah. Harusnya pemerintah segera memotong pengaruh minyak dunia terhadap kondisi ekonomi dalam negeri dengan mengurangi impor. Lakukan konversi energi selain minyak dan gas, supaya harga bahan bakar menjadi stabil. Maka ada kepastian ketika orang mau membuka bisnis," katanya.

Ia mengatakan, salah satu masalah adalah ketika saat membeli BBM produsen pada posisi harga tinggi dan ketika menjual harga sedang turun.

"Memaksakan untuk menjual, produsen akan rugi. Kondisi ini secara rasional akan berpeluang melahirkan praktik penimbunan menunggu sampai harga BBM naik," ucapnya.

Mekanisme pengaturan kenaikan harga komoditas lain sebagai akibat kenaikan BBM, menurut Firmansyah, juga tidak akan mungkin diharapkan mengikuti mekanisme pasar secara sempurna.

Artinya harga BBM naik, maka harga kebutuhan pokok naik demikian sebaliknya.

Jika menyarankan untuk menurunkan harga produk lain atau kebutuhan pokok karena penurunan BBM, menurutnya juga akan sangat sulit.

"Karena boleh jadi penjual membeli pada posisi harga tinggi, kan tidak mungkin disuruh jual murah pada saat harga rendah," katanya.

Ketua Komisi Ekonomi Dewan Riset Daerah (DRD) NTB ini juga menilai pemerintah tidak mungkin dapat mengatur pergerakan harga secara cepat, yaitu dua minggu sekali.

"Bayangkan bila salah satu komoditas harus diborong konsumen karena dikhawatirkan minggu depan harga produk itu akan naik karena BBM naik. Situasi terburuk akan banyak produk yang mengalami kelangkaan," katanya.

Oleh sebab itu, Firmansyah menyarankan sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan, perlu dipikirkan dampak luasnya. Jangan hanya ingin menyelamatkan APBN, namun akan menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. (*)