Polda NTB Upayakan Diversi Bocah Tersangka Kerusuhan Bima

id Diversi Tersangka

"Dalam Undang-Undanng itu sudah disebutkan secara tegas mengenai adanya Keadilan Restoratif dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan,"
Mataram, (Antara NTB) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat sedang mengupayakan untuk mengambil langkah diversi terhadap dua bocah yang ditetapkan sebagai tersangka kasus bentrokan antarwarga di Kota Bima.

"Dalam Undang-Undanng itu sudah disebutkan secara tegas mengenai adanya Keadilan Restoratif dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan," kata Kasubdit IV/Direskrimum Polda NTB Kompol I Putu Bagiartana di Mataram, Jumat.

Ia mengatakan diversi dilakukan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

"Itu kami terapkan karena dari 14 tersangka ada dua tersangka di antaranya masih berusia di bawah umur yaitu AP (11), siswa Sekolah Dasar kelas enam dan AS (14), siswa yang masih duduk di bangku kelas dua sekolah menengah pertama," katanya.

Menurut dia, upaya itu dilakukan demi kepentingan si anak, sehingga pribadi kedua tersangka itu dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar tanpa dipengaruhi oleh tindakan sebelumnya.

"Tujuannya tidak lain agar mereka bisa kembali berkumpul dengan keluarga, teman, dan lingkungannya. Terutama dapat kembali bersekolah, karena itu hak anak untuk mendapat pendidikan," ucapnya.

Kedua bocah itu ditetapkan sebagai tersangka karena diduga ikut serta dalam aksi bentrok antarwarga di Bima. "Mereka saat itu ikut dalam aksi bentrok dan melawan aparat," ujarnya.

Sehubungan hal itu, ia menuturkan dalam pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif. Keadilan restoratif yang dimaksud dalam UU SPPA adalah kewajiban melaksanakan Diversi.

"Nantinya dalam penyelesaian perkara, mereka akan melibatkan sejumlah pihak terkait untuk bersama-sama mencari kesepakatan yang adil dengan menekankan pemulihan karakter, psikologis, atau pun traumatis si anak," ucapnya.

Pihak terkait tersebut di antaranya keluarga tersangka atau peran orang tua, guru sekolah, tokoh masyarakat setempat, lembaga sosial dalam hal ini Lembaga Perlindungan anak (LPA).

"Setelah mendapat kesepakatan, hasilnya akan diserahkan ke pengadilan sebagai bahan pertimbangan hakim," ucapnya.

Dalam pelaksanaan teknis diversinya akan diawasi oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS). "Itu secara prosedur, hasilnya tergantung kesepakatan bersama. Yang jelas kita ingin yang terbaik untuk masa depan si anak," ujarnta.

Ia menambahkan diversi dapat diterapkan jika perbuatan itu pertama kali dilakukan dan ancaman hukuman atas pelanggarannya masih di bawah 7 tahun penjara. "Dalam Undang-Undang SPPA sudah dijelaskan kok," katanya. (*)