Legislator Khawatirkan Pertambahan Angka Kemiskinan di NTB

id Willgo Zainar

Legislator Khawatirkan Pertambahan Angka Kemiskinan di NTB

Ilustrasi. (AntaraFoto) (1)

"Larangan pegawai negeri sipil rapat di hotel, moratorium penempatan tenaga kerja Indonesia informal keluar negeri, larangan menangkap benih lobster, tentu mengguncang perekonomian Nusa Tenggara Barat (NTB)"
Mataram, (Antara NTB) - Anggota Komisi XI DPR RI Willgo Zainar mengkhawatirkan dampak kebijakan yang tidak populis sejumlah menteri di Kabinet Kerja akan berdampak terhadap bertambahnya angka kemiskinan di Nusa Tengga Barat.

"Larangan pegawai negeri sipil rapat di hotel, moratorium penempatan tenaga kerja Indonesia informal keluar negeri, larangan menangkap benih lobster, tentu mengguncang perekonomian Nusa Tenggara Barat (NTB)," katanya ketika dihubungi dari Mataram, Minggu.

Menurut Ketua DPD Partai Gerindra NTB ini sektor swasta merupakan salah satu sektor andalan di daerah pemilihannya.

Oleh sebab itu, kebijakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) mengguncang perekonomian NTB yang terus mengejar target peningkatan pertumbuhan.

Kebijakan pemerintah pusat yang juga dinilai tidak populis adalah larangan menangkap benih lobster ukuran satu sampai tiga centimeter oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menghilangkan sumber pendapatan ribuan nelayan di daerahnya.

Willgo menyebutkan perputaran uang dari hasil penjualan benih lobster ukuran satu sampai tiga centimeter mencapai lebih dari 650 juta per hari. Namun, akibat kebijakan KKP, perputaran uang di tingkat nelayan itu hilang.

Begitu juga dengan kebijakan moratorium penempatan TKI. Meskipun mereka bekerja di sektor informal, tapi mampu memberikan kontribusi terhadap upaya mengurangi angka pengangguran.

"Para TKI informal itu mampu memberikan kontribusi besar untuk NTB dari uang yang mereka kirim mencapai Rp2,5 miliar per hari," ujarnya.

Anggota Badan Anggaran DPR RI ini mengatakan jika moratorium terus diberlakukan di tengah gejolak harga pangan, elpiji dan kenaikan tarif dasar listrik, maka akan menambah angka kemiskinan di NTB.

"Jelas, sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, kebijakan pusat akan mempengaruhi daerah, itu akan memberatkan perekonomian NTB," katanya.

Willgo berharap ada kebijakan khusus yang dilakukan oleh Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi.

Menurut dia, tidak semua kebijakan pemerintah pusat harus dilakukan, apalagi sifatnya imbauan.

"Yang terpenting adalah bagaimana masyarakat yang punya pekerjaan tidak jadi pengangguran, yang nyaris miskin jadi miskin benaran, bahkan miskin abadi. Pemerintah daerah di NTB, harus pikirkan solusi lainnya," ucap Willgo.

Sebagai wakil rakyat NTB di DPR RI, Willgo mengaku sudah membicarakan kebijakan moratorium rapat PNS di hotel dengan fraksi lainnya.

"Kami juga sudah meminta KKP agar kiranya tidak memberlakukan dulu larangan menangkap benih lobster di bawah ukuran karapas lima centimeter, sampai ada solusi bagi nelayan," ujarnya.

Pihaknya juga mendorong agar pemerintah pusat menggenjot pembangunan infrastruktur di NTB, yang memiliki potensi sumber daya alam, baik pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan.

Pembangunan infrastruktur seperti waduk, irigasi dan pencetakan sawah baru harus segera dilakukan, terutama di pulau Sumbawa, dan sebagian di pulau Lombok, yang belum termanfaatkan secara maksimal.

Upaya menggenjot infrastruktur juga dalam rangka menunjang NTB sebagai salah satu provinsi penyangga pangan nasional, tidak hanya tanaman pangan, tapi juga daging ternak.

Komisi XI juga mendorong industri masuk ke NTB, salah satunya pabrik gula pasir di Kabupaten Dompu, pulau Sumbawa.

"Itu satu poin positif. Syukur-syukur ada pabrik pengolahan jagung juga masuk. Jadi investasi ditarik ke dalam, infrastruktur digenjot di NTB, sebagai kompensasi dari kebijakan yang tidak populis," kata Willgo. (*)