BKPRD NTB pertanyakan izin pembangunan hotel Amarsvati

id Hotel Amarsvati

"Maraknya izin yang muncul dan diajukan menjelang proses politik, kita patut bertanya,"
Mataram (Antara NTB) - Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Nusa Tenggara Barat mempertanyakan izin pembangunan hotel Amarsvati di kawasan pantai Malimbu, Kabupaten Lombok Utara, karena pemrakarsa belum memperoleh rekomendasi resmi.

"Kami sudah mendiskusikan minta detail desainnya seperti apa, baru kami berani merekomendasikan seperti apa proses pembangunan hotel itu," kata Anggota Kelompok Kerja Pengendalian Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Nusa Tenggara Barat (NTB) Ridha Hakim, di Mataram, Sabtu.

Menurut dia, ada beberapa pembagian yang perlu pendalaman lebih lanjut agar hotel tersebut dibangun tidak melanggar rencana tata ruang wilayah.

BKPRD NTB, kata Ridho, merupakan lembaga yang berwenang mengingatkan semua pihak untuk taat pada tata ruang wilayah.

Pihaknya tidak melarang investor untuk membangun, termasuk hotel Amarsvati, tetapi hanya minta agar mereka memenuhi ketentuan yang berlaku, seperti garis sempadan pantai, jarak aman dari kawasan lindung di belakangnya, jangan sampai dibangun berpotensi celaka di kemudian hari.

"Selain itu, area publik harus tetap tersedia agar tidak ada potensi konflik antara masyarakat nelayan dan lingkungan sekitarnya," ucapnya.

Ridho juga tidak ingin berandai-andai apa ada kaitan pembangunan hotel Amarsvati yang sudah `groundbreaking" dengan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Lombok Utara, pada Desember 2015.

"Silakan masyarakat menilai sendiri, tetapi dengan maraknya izin yang muncul dan diajukan menjelang proses politik, kita patut bertanya," katanya.

Ia mengatakan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara pernah mengajukan usulan mengubah Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang yang sudah ditetapkan.

Namun, BKPRD NTB mempertanyakan usulan tersebut. Sebab, regulasi tersebut belum memenuhi persyaratan untuk dilakukannya kajian ulang.

Di dalam Undang-Undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang, kata Ridha, proses "review" baru dapat dilakukan setelah Perda Tata Ruang Kabupaten Lombok Utara berjalan lima tahun sejak disahkan.

Dalam peraturan pemerintah juga sudah dijelaskan bahwa perubahan aturan tentang tata ruang di setiap kabupaten/kota harus dilakukan kajian oleh tim independen yang dibentuk oleh bupati/wali kota.

Jika hasil kajian menunjukkan kurang dari 20 persen terjadi perubahan tata ruang dari yang direncanakan dengan yang terealisasi, maka dilakukan amandemen terhadap pasal-pasal Perda Tata Ruang.

Tetapi jika hasil kajian menunjukkan perubahan lebih dari 20 persen maka dilakukan perencanaan ulang.

"Tapi masalahnya, Perda Tata Ruang Kabupaten Lombok Utara belum lima tahun, baru tiga tahun," kata Ridha. (*)