Bupati Lombok Barat nonaktif dituntut tujuh tahun penjara

id Bupati Lobar

Bupati Lombok Barat nonaktif dituntut tujuh tahun penjara

Bupati Lombok Barat nonaktif Zaini Arony (kedua kiri) didampingi penasihat hukumnya mendengarkan keterangan saksi-saksi saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa (18/8). (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

Denpasar, 7/9 (Antara) - Bupati Lombok Barat nonaktif H Zaini Arony (60) dituntut tujuh tahun penjara dalam kasus penyalahgunakan kekuasaannya terkait perizinan penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT) tahun 2012 dan pemerasan Rp1,4 miliar terhadap korban Putu Gede Djaja.

         "Tedakwa juga wajib membayar denda Rp500 juta, subsider enam bulan serta pencabutan hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan umum dari pidana pokok ditambah satu tahun," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Sri Kuncoro, di Denpasar, Senin.

         Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Prim Hariadi itu, JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undnag Nomor 20
tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

         Hal memberatkan di antaranya perbuatan terdakwa dilakukan saat negara sedang giat melakukan pemberantasan korupsi dan tidak secara tegas mengakui perbuatannya.

         Kemudian, yang meringankan bersikap sopan dan menjadi tulang punggung keluarga,
    Kuasa hukum terdakwa, Zaini, menyatakan akan menyampaikan pledoi atau pembelaan pada sidang berikutnya Senin (16/9) mendatang. "Saya pribadi juga akan mengajukan pledoi, dan kuasa hukum saya juga akan membacakan pledoi," ujar Zaini.

         Dalam dakwaan disebutkan bahwa korban pada Oktober 2010 berkeinginan berinvestasi tanah seluas 170 hektare dengan kesepakatan harga Rp28 miliar untuk membangun kawasan wisata di Desa Buwun Mas, Lombok Barat, untuk menciptakan lapangan pekerjaan di daerah setempat.

         Oleh karena itu, untuk membangun kawasan wisata itu korban harus membuat izin pemanfaatan ruang seperti izin prinsip, izin lokasi, dan izin pengunaan pemanfaatan tanah (IPPT).

         Korban diajak bekerja sama oleh terdakwa untuk mengajukan izin tersebut, dengan menggunakan nama perusahaan PT Kembang Kidul Permai untuk mengajukan izin tersebut.

         Korban yang menunggu perizinan dari terdakwa selaku pejabat negara justru meminta uang kepada Putu Gede Djaja selaku komisaris utama PT Djaja Business Group, pada 2010 hingga 2013, dan terdakwa melakukan pemerasan untuk pembuatan IPPT, proyek pembangunan kawasan wisata terpadu di Desa Buwun Mas, Lombok Barat.

         Terdakwa melakukan pemerasan terhadap korban, untuk melancarkan perizinan IPPT itu dengan meminta sebanyak dua unit mobil Toyota Innova dengan total Rp295 juta, jam tangan rolex Rp130 juta, satu cincin mata kucing Rp64 juta, uang tunai total Rp700 juta, dan tanah seluas 29.491 meter persegi, di Desa Buwun Mas, Lombok Barat, untuk melancarkan proses perizinan itu.

         Akibat permintaan terdakwa yang begitu banyak untuk proses perizinan IPPT tersebut, korban merasa tertekan lahir batin. (*)