Kurtubi: PLTU jeranjang harus diaudit

id pltu jeranjang

Kurtubi: PLTU jeranjang harus diaudit

Ilustrasi - PLTU Jeranjang, di Desa Taman Ayu, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, NTB. (1)

"Harus ada audit terhadap mesinnya, jadi KPK coba cek lah"
Mataram (Antara NTB) - Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengatakan, mesin Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berlokasi di Jeranjang, Kabupaten Lombok Barat, harus diaudit oleh pemerintah atau aparat hukum.

"Harus ada audit terhadap mesinnya, jadi KPK coba cek lah," kata Kurtubi saat mendapat kesempatan berbicara dalam kegiatan koordinasi dan supervisi (korsup) di sektor energi tahun 2016 di Hotel Santosa Senggigi, Rabu.

Dalam kegiatan tersebut, hadir Sekjen Kementerian ESDM Teguh Pamudji, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo, perwakilan Ditjen Minerba, BPH Migas, PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), dan sejumlah pejabat tinggi di NTB dan NTT.

Hal ini diungkapkan, kata dia, karena Komisi VII DPR RI kerap menerima aspirasi masyarakat yang ditindaklanjuti oleh DPRD NTB, terkait kebutuhan listrik di daerah ini.

"Di sana (PLTU Jeranjang) kan masih ada satu dari tiga unit yang belum beroperasi. Padahal sudah lama beroperasi, kok masih ada kerusakan. Mesin yang jalan pun masih sering mati," ujarnya.

Logikanya, kata dia, kalau semua mesin yang digunakan PLTU Jeranjang dalam kontraknya baru semua, tidak mungkin sering terjadi pemadaman listrik.

"Ini baru dua bulan hidup, sudah rusak, rusaknya pun bisa sampai tiga sampai empat bulan. Jelas kalau begini terus, bisa merusak sistem kelistrikan di Lombok," ucapnya.

Untuk itu, Kurtubi mendorong pihak pemerintah maupun KPK bersama-sama melakukan pengawasan terhadap pengelolaan listrik yang ada di Lombok.

"Nanti harus diklarifikasi ke pabriknya, mesin yang digunakan tahun berapa dan dari mana asalnya, akan ketahuan," kata Kurtubi.

Menurut kontrak yang diketahui, mesin PLTU Jeranjang masuk kategori mesin sewa diesel yang berasal dari Tiongkok. "Mesin bekas asal Tiongkok itusebelumnya sudah digunakan 10 tahun lamanya di negara itu, kemudian dibongkar dan digunakan lagi di sini," ujarnya.

Mendengar pernyataan Kurtubi, Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan bahwa hal itu bisa saja ditindaklanjuti oleh pihaknya. Namun terlebih dahulu Agus menantang Kurtubi untuk melaporkannya langsung ke KPK, jika benar terjadi penyimpangan dalam kontraknya.

"Makanya saya minta datanya, kalau memang dalam kontraknya disebutkan barang baru, tapi nyatanya barang bekas, itu jelas masuk penyimpangan," kata Agus yang ditemui usai kegiatan Korsup Sektor Energi tahun 2016. (*)