Sembilan siswa SMAN 5 Mataram ke Australia

id Sister School

Sembilan siswa SMAN 5 Mataram ke Australia

www.dailymail.co.uk (1)

"Siswa bisa ikut belajar dan melakukan interaksi budaya di sekolah itu"
Mataram (Antara NTB)- Sebanyak sembilan siswa SMAN 5 Mataram akan bertolak ke Australia untuk mengikuti program "sister school" dengan sekolah di Mullumbimby High School, New South Wales (NSW), Australia.

Kepala Sekolah SMAN 5 Mataram Abdul Rosyidin di Mataram, Kamis, mengatakan sembilan siswa yang didampingi dua orang guru itu akan berada di Australia selama 15 hari.

"Siswa berangkat pada 29 April 2016, dan kembali pada 15 Mei 2016," katanya seusai mengajak siswanya berpamitan kepada Wakil Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana.

Menurutnya, "sister school" kali ini merupakan program kedelapan yang dilaksanakan dua tahun sekali, karena jika tahun ini SMAN 5 yang ke Autralia, tahun depan siswa Australia yang datang ke SMAN 5 Mataram.

Selama berada di Australia, siswa akan masuk sekolah di Mullumbimby High School, bergabung dengan para siswa di sekolah tersebut untuk mengikuti proses belajar.

"Jadi siswa bisa ikut belajar dan melakukan interaksi budaya di sekolah itu," katanya.

Ia mengatakan, program "sister school" salah satunya bertujuan untuk pertukaran budaya dan promosi pariwisata, karenanya para siswa sudah dibekali dengan berbagai informasi tentang seni, budaya dan pariwisata.

"Bahkan siswa yang berangkat juga dijadwalkan akan menampilkan tiga tarian lokal yakni tari saman, tari gandrung dan tari pendet," katanya.

Selama berada di Australia, kata dia, para siswa dan guru pendamping akan tinggal dengan orang tua asuh atau "host family" yang menjadi induk semangnya.

"Di sinilah inti dari kegiatan ini, karena siswa bisa melihat keseharian kegiatan di induk semang yang dinilai positif untuk diimplementasikan di Mataram," katanya.

Menurut Rasyidin, kerja sama "sister school" dengan Australia di tahun kedelapan ini memberikan dampak positif bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya pada sekolah yang dipimpinnya.

Dampak positif yang dapat diambil itu antara lain metode pembelajaran, di mana rata-rata sekolah di Australia membatasi jumlah siswa dalam satu ruang kelas, sehingga proses pembelajaran lebih intensif dan dinamis.

"Kalau kita di sini, jumlah siswa dalam satu ruang kelas sangat `gemuk`," sebutnya.

Di sisi lain, siswa di Australia memiliki inisiatif dan kreativitas yang tinggi, dan hal itu harus dapat ditularkan di daerah ini sebagai upaya peningatan kualitas pendidikan siswa tanpa menghilangkan sistem pembelajaran yang sudah ada.

Sementara menyinggung tentang biaya, Rasyidin mengatakan, biaya untuk mengikui program "sister school" dilakukan secara mandiri oleh siswa yang ingin berangkat.

"Namun siswa yang ingin ikut tidak serta merta bisa ikut karena harus mengikuti seleksi minimal menguasai bahasa Inggris," katanya.

Kepala Sekolah SMAN 5 Mataram mengatakan, dengan mengikuti kegiatan "sister school" selama 15 hari itu, secara otomatis siswa tidak dapat mengikuti pelajaran formal di sekolah.

"Tetapi siswa telah mempersiapkan diri untuk itu, dan mereka bisa belajar melalui media elektronik, apalagi pada tanggal 27 Mei 2016, siswa akan langsung mengikuti ujian semester," katanya. (*)