Blue Green minta NTB indahkan moratorium reklamasi

id Reklamasi Benoa

Blue Green minta NTB indahkan moratorium reklamasi

Massa aksi yang tergabung dari ratusan nelayan Lombok Timur dan mahasiswa maupun organisasi kemasyarakatan, menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur NTB, beberapa waktu lalu, menolak aktivitas tambang pasir laut. (1) (1)

"Pemprov NTB sebaiknya juga menghentikan semua proses perizinan tambang pasir laut"
Mataram (Antara NTB) - Lembaga Swadaya Masyarakat Blue Green meminta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengindahkan moratorium reklamasi pantai yang sudah diberlakukan dengan menghentikan semua proses perizinan tambang pasir laut.

"Selama proses pengkajian ulang tentang peraturan reklamasi oleh pemerintah pusat, Pemprov NTB sebaiknya juga menghentikan semua proses perizinan tambang pasir laut," kata Ketua Umum Bluee Green Dian Sandi Utama, di Mataram, NTB, Senin.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK), sudah memberlakukan moratorium reklamasi pantai, sejak mencuatnya kasus dugaan korupsi reklamasi pantai Jakarta, yang saat ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pemerintah Provinsi NTB, kata Dian, sudah memproses perizinan PT Dinamika Atria Raya (DAR), yang akan menyedot pasir laut di perairan Selat Alas, Kabupaten Lombok Timur, NTB, sebanyak 30 juta meter kubik dalam jangka waktu lima tahun untuk mereklamasi Teluk Benoa, Bali.

"Semua proses izin pertambangan yang dilakukan PT DAR, baik analisis dampak lingkungan maupun (Amdal) dan izin yang lain harus dihentikan, karena itu bagian dari dampak reklamasi di Jakarta yang dimoratorium," ujarnya.

Blue Green, kata dia, sudah secara tegas menolak pemberian izin penambangan pasir laut di Selat Alas, Kabupaten Lombok Timur, untuk PT DAR, pada saat rapat Komisi Penilai Amdal, di Mataram, 18 Februari 2016.

Menurut Dian, Amdal penambangan pasir tersebut masih jauh dari sempurna, dibuktikan dengan tidak adanya rona awal lingkungan untuk parameter kekeruhan (TSS) dan tidak adanya sertifikat laboratorium.

"Bahkan, data nelayan sekitar pesisir terdampak tidak ada, padahal itu adalah hal substansi yang harus disertakan pada Amdal," katanya.

Oleh karena itu, Dian meminta Pemerintah Provinsi NTB memperhatikan masukan dari Tim Komisi Penilai Amdal selaku pemegang suara.

"Jangan sampai proses penilaian belum selesai sudah masuk ke proses yang lain, ini sangat rentan dilakukan," ucapnya.

Mengenai isu ada kandungan unsur besi di dalam pasir laut yang akan ditambang di Selat Alas Kabupaten Lombok Timur, kata Dian, pihaknya tidak mau berspekulasi dalam menyampaikan berita ke publik sebelum menemukan data yang valid.

"Apakah kemudian aktivitas penambangan pasir laut untuk reklamasi Teluk Benoa itu sebagai modus, kami akan gali informasinya lebih dalam," kata Dian. (*)