Pemprov NTB Didorong Perkuat UMKM Pariwisata

id UMKM NTB

"Kita banyak lihat toko oleh-oleh besar, namun harga barangnya lebih murah dari pasar seni. Jangan sampai begitu, itu akan mematikan pelaku IKM dan UMKM,"
Mataram (Antara NTB) - Sejumlah pelaku usaha dan asosiasi pariwisata mendorong Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk memperkuat sektor industri kecil menengah dan usaha mikro kecil dan menengah di daerah itu.

Ketua Persatuan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) NTB I Gusti Lanang Patra di Mataram, Kamis, mengatakan sektor industri kecil menengah (IKM) dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memiliki peranan yang cukup besar dalam memajukan sektor pariwisata.

Sebab, kata dia, motivasi orang ke suatu daerah pasti menginginkan akomodasi, transportasi, suvenir, kuliner dan lain-lain. Karenanya, jika IKM dan UMKM berkembang, maka secara tidak langsung jasa perhotelan, restoran juga ikut berkembang.

"Kita banyak lihat toko oleh-oleh besar, namun harga barangnya lebih murah dari pasar seni. Jangan sampai begitu, itu akan mematikan pelaku IKM dan UMKM," kata Lanang dalam diskusi Penguatan Ekonomi Mikro di Sektor Pariwisata NTB.

Menurut Lanang, asosiasi pariwisata di daerah itu, siap menyerap produk-produk yang dihasilkan IKM dan UMKM. Meski begitu, pihaknya juga meminta agar produk yang dihasilkan memenuhi standar, seperti kualitas, standardisasi harga, jaminan sertifikasi halal untuk makanan dan minuman, sehingga layak untuk dipasarkan.

"Kami PHRI sangat menyambut baik, bahkan siap menyerap produk IKM dan UMKM seperi jajanan lokal bisa ada di hotel-hotel dan restoran," katanya.

Sementara itu, pelaku UMKM asal Desa Sukarara, Kabupaten Lombok Tengah, Satriadi meminta pemerintah provinsi untuk lebih fokus lagi memperhatikan akses permodalan melalui perbankan dan pemasaran, sehingga produk yang dihasilkan para perajin bisa terjual.

Selain persoalan modal dan akses pasar, pihaknya juga sering dihadapkan pada persoalan masih adanya ketidakseragaman harga. Alhasil, pihaknya sering menerima keluhan, khususnya para wisatawan luar negeri, yang menilai harga kemahalan, tetapi kualitas dan hasil produk sama dengan tempat lain.

"Banyak keluhan tamu baik dalam negeri maupun luar negeri, keluhannya soal harga mahal hingga Rp3,5 juta untuk kain songket.

Hal senada juga diutarakan pengusaha makanan lokal, Dayu, yang mengakui di saat menaikkan produk yang dihasilkan, tidak semua terserap oleh hotel dan restoran maupun pasar modern. Belum lagi ditambah akses permodalan dari perbankan.

"Kendala kami di tingkat lokal adalah modal. Semakin banyak produk yang masuk retail modern, semakin banyak modal yang kami butuhkan. Salah satu contoh di Alfamart, satu item barang kami di dikenakan "cash" itu sampai Rp3 juta per bulan. Kalau berhasil dan dinilai bagus oleh pasar baru tetap jualan," jelasnya.

Karena itu, pihaknya mendorong agar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat memperkuat para pelaku usaha khususnya IKM dan UMKM. Terutama, dalam menjalin kemitraan dengan hotel, restoran dan dunia perbankan. Termasuk, terhadap perusahaan retail besar.

"Dukungan kemitraan antara pelaku IKM dan UMKM, pemerintah, perbankan, hotel, restoran dan perusahaan retail besar sangat dibutuhkan. Karena tanpa itu peningkatan produk dan akses pasar oleh pelaku usaha kecil tidak akan bisa terwujud," katanya. (*)