Kejaksaan dan Inspektorat Diminta Telusuri SPPD DPRD NTB

id dprd ntb

Kejaksaan dan Inspektorat Diminta Telusuri SPPD DPRD NTB

DPRD NTB

"Ini aneh dan jelas ada pelanggaran, karena keberangkatan 14 anggota DPRD itu tidak ada kaitan dengan kedinasan, internal lembaga legislatif, melainkan untuk membahas internal Partai Golkar,"
Mataram (Antara NTB) - Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat Made Slamet meminta pihak Kejaksaan dan Inspektorat menelusuri Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) 14 anggota DPRD NTB yang dinilai menyalahi aturan dan melanggar kepatutan.

"Ini aneh dan jelas ada pelanggaran, karena keberangkatan 14 anggota DPRD itu tidak ada kaitan dengan kedinasan, internal lembaga legislatif, melainkan untuk membahas internal Partai Golkar," kata Made Slamet di Mataram, Senin.

Menurut dia, kepergian 14 anggota DPRD NTB dengan menggunakan anggaran yang dibiayai APBD NTB untuk menanyakan pemberhentian Ketua DPRD NTB H Umar Said ke DPP Partai Golkar adalah sebuah langkah keliru. Sebab, pemberhentian itu merupakan persoalan internal Partai Golkar, karenanya partai lain tidak boleh intervensi.

Dia menjelaskan, kalau misalnya keberangkatan 14 anggota DPRD tersebut meminta pertimbangan ke Kementerian Dalam Negeri, tentu SPPD itu sah alias diperbolehkan. Tetapi, sayangnya kata Made, kepergian 14 anggota DPRD itu, tidak ada kaitan dengan kelembagaan.

"Kalau itu sesuai kelembagaan tidak ada masalah. Tetapi, ini urusan partai orang kita harus ikutan. Tentu tidak elok dan tidak sesuai dengan norma kepatutan," tegasnya.

Karena itu, politisi PDIP ini, tidak setuju keberangkatan 14 dewan NTB itu harus dibiayai APBD NTB karena bisa jadi nantinya ada dugaan korupsi. Sehingga, ia menilai Kejaksaan dan Inspektorat perlu melakukan audit atas perjalanan dinas DPRD itu dan Sekretaris DPRD juga harus memikul tanggungjawab, karena sudah berani berani menandatangani SPPD tersebut.

"Uang negara digunakan untuk kegiatan internal partai orang, jelas ini sudah melanggar," katanya.

Sementara Sekretaris DPRD NTB, H Ashari mengatakan dirinya berani menandatangani SPPD merujuk pada perintah pimpinan atau wakil Ketua DPRD NTB, yakni Mori Hanafi.

Hal ini mengacu pada hasil rapat beberapa fraksi untuk mengklarifikasi terkait pemberhentian H Umar Said ke DPP Golkar.

"Tanpa ada perintah dari pimpinan, tidak mungkin tanda tangan SPPD. Malah, saya sempat di telpon dianggap tidak mau tandatangani SPPD," kelit Ashari.

Meski demikian, Ashari mengakui dana keberangkatan 14 anggota DPRD itu belum dicairkan, karena harus melalui proses pengajuan berdasarkan SPJ masing-masing anggota.

"Kalau memang tidak dibolehkan, bisa saja saya tidak cairkan uang itu nantinya setelah mereka kembali dari Jakarta," tegas Ashari. (*)