Pertumbuhan Ekonomi NTB Belum Menguntungkan Rakyat Kecil

id DPRD NTB

"Secara ekonomi, tinggi, tetapi pertumbuhan ekonomi kita belum menguntungkan rakyat kecil,"
Mataram (Antara NTB) - Juru bicara Fraksi PKS di DPRD Nusa Tenggara Barat HL Pattimura Farhan menilai meski pertumbuhan ekonomi NTB tertinggi secara nasional, namun belum menguntungkan rakyat kecil.

"Secara ekonomi, tinggi, tetapi pertumbuhan ekonomi kita belum menguntungkan rakyat kecil," kata Pattimura Farhan di Mataram, Jumat.

Ia menuturkan, terdapat beberapa sektor yang tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan daerah, yakni pertanian yang hanya tumbuh 4,59 persen, sektor industri olahan 3,09 persen, sektor listrik tumbuh negatif -2,31 persen, sektor pengadaan air 3,39 persen dan sektor akomodasi makan dan minum hanya 3,01 persen.

"Dari penilaian kami, sektor yang tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi adalah sektor yang menyerap tenaga kerja dan dihuni masyarakat kelas bawah, petani, nelayan dan UMKM. Sehingga, kalau pun ekonomi dikatakan tinggi, tetapi rakyat kecil tidak ikut menikmatinya," jelasnya.

Menurut dia, kalau pun pemerintah provinsi ingin melihat dampak dari tingginya ekonomi itu, pemerintah harus bisa mendorong sektor-sektor perekonomian yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat kecil.

"Di sektor UMKM kita banyak, tetapi apa yang terjadi. Dari sisi taraf hidup mereka tetap tidak berubah, bahkan kalau mereka ingin mengembangkan usahanya sekadar mendapatkan modal dari pemerintah dan perbankan, itu sulit diperoleh," ucapnya.

Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi di hadapan Presiden Joko Widodo yang melakukan kunjungan kerja ke Mataram 10-11 Juni lalu, mengatakan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB mencapai 9,9 persen pada kuartal pertama 2016. Sementara, pertumbuhan ekonomi secara nasional hanya 4,9 persen. Karena tinggi, Presiden Joko Widodo memuji pertumbuhan ekonomi NTB itu.

Pengamat ekonomi NTB Dr M Firmasyah berpandangan meski pertumbuhan ekonomi NTB tinggi secara nasional, namun sebenarnya pertumbuhan ekonomi NTB tidak berkualitas.

Sebab, pertumbuhan ekonomi NTB sebesar 9,97 persen yang sempat menuai pujian Presiden Jokowi itu tidak berpengaruh terhadap pengurangan angka kemiskinan.

"Kami tidak ingin menyebutnya pertumbuhan ekonomi semu, tapi kalau dalam istilah ekonomi disebut pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas," tegasnya.

Kenapa demikian, karena kata dia, pertumbuhan ekonomi saat ini hanya dinikmati oleh kelompok-kelompok tertentu, sementara masyarakat NTB hanya menjadi penonton.

"Realita ini dapat ditelusuri di lapangan, masyarakat kebanyakan merasa kehidupannya tidak jauh lebih baik meski pertumbuhan ekonomi NTB tertinggi se-Indonesia," kata Firmansyah. (*)