Kemenpupera Tangani Permukiman Kumuh Dengan Dana Pinjaman

id Permukiman Kumuh

Kemenpupera Tangani Permukiman Kumuh Dengan Dana Pinjaman

Ilustrasi - Permukiman kumuh (FOTO ANTARA/M Agung Rajasa) (1)

"IDB mendanai wilayah Indonesia bagian barat, seperti Sumatera dan Jawa Barat, sementara wilayah timur Indonesia didanai oleh AIIB dan Bank Dunia"
Mataram (Antara NTB) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memanfaatkan dana pinjaman luar negeri sebesar 700 juta dolar Amerika Serikat untuk penanganan permukiman kumuh seluas 28.471 hektare di 269 kabupaten/kota se-Indonesia mulai 2016 hingga 2021.

Pejabat Pembuat Komitmen Wilayah 2 Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman Berbasis Kemasyarakatan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) Anita Listyarini, di Mataram, Senin, mengatakan dana pinjaman tersebut bersumber dari Islamic Development Bank (IDB), World Bank (Bank Dunia), dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).

"IDB mendanai wilayah Indonesia bagian barat, seperti Sumatera dan Jawa Barat, sementara wilayah timur Indonesia didanai oleh AIIB dan Bank Dunia," katanya pada acara sosialisasi "workshop" Program Kota Tanpa Kumuh.

Ia menjelaskan pelaksanaan percepatan penanganan pemukiman kumuh dilakukan dengan tiga strategi. Pertama dengan cara menempatkan pemerintah kabupaten/kota sebagai "nahkoda" kolaborasi dalam penyelenggaraan pencegahan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman bersama perguruan tinggi.

Selain itu, berkolaborasi dengan kelompok peduli dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama penyelengaraan kegiatan.

Strategi kedua adalah mendorong peran lurah/kepala desa, badan keswadayaan masyarakat atau lembaga keswadayaan masyarakat (KSM) sebagai mitra kolaborasi dalam pelaksanaan kegiatan, dan memfungsikan KSM sebagai kelompok pemanfaat serta pemelihara infrastruktur kawasan premukiman.

Strategi ketiga yakni menggunakan pendekatan berbasis kemasyarakatan dan perencanaan partisipatif dalam penyusunan program, baik tingkat kabupaten/kota (rencana kawasan permukiman) maupun tingkat kelurahan/desa (rencana penataan kawasan permukiman).

"Dalam strategi yang kami terapkan, kami memilik kepala daerah sebagai `nahkoda` karena kondisi masing-masing antara satu daerah dengan daerah lain berbeda-beda," ujar Anita.

Anita menambahkan komponen kegiatan percepatan penanganan permukiman kumuh yang masuk dalam Program Kota Tanpa Kumuh adalah bantuan teknis pendampingan dan penguatan kapasitas tim fasilitator kelurahan/desa, tim koordinator kota, konsultan manajemen wilayah, penasihat dan konsultan manajemen pusat.

Selain itu, investasi kegiatan dalam bentuk alokasi dana stimulan berupa bantuan langsung masyarakat.

Bantuan tersebut berfungsi sebagai sarana pembelajaran untuk percepatan peningkatan kualitas kawasan permukiman dengan kolaborasi melalui kegiatan pembangunan infrastruktur dalam rangka percepatan penanganan kumuh.

"Kami juga berharap masing-masing pemerintah daerah mengalokasikan dana APBD terutama untuk menangani daerah kumuh yang menjadi isu utama untuk ditangani secara bersama-sama, baik pusat dan daerah," katanya. (*)