Legislator: Pendapatan NTB dari Rokok Berpotensi Terpangkas

id Pajak Rokok

Legislator: Pendapatan NTB dari Rokok Berpotensi Terpangkas

Anggota Badan Anggaran DPR RI dari Partai Gerindra daerah pemilihan NTB H Willgo Zainar. (1)

"Potensi itu ada, artinya daerah pasti akan mengalami penurunan DBHCH dan pajak rokok ke depan, karena itu ada rumusannya"
Mataram (Antara NTB) - Anggota Badan Anggaran DPR RI Willgo Zainar mengatakan, pendapatan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan pajak rokok berpotensi terpangkas jika kebijakan harga rokok minimal Rp50.000 diberlakukan.

"Potensi itu ada, artinya daerah pasti akan mengalami penurunan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan pajak rokok ke depan, karena itu ada rumusannya," kata Willgo Zainar, di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra NTB ini menyebutkan Pemerintah Provinsi NTB memperoleh DBHCHT sebesar Rp203 miliar dan pajak rokok Rp187 miliar pada 2015. Dana tersebut ditransfer oleh Kementerian Keuangan ke kas daerah setiap tahun.

Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi NTB mendapatkan DBHCHT sebesar mulai tahun 2010, sesuai surat Menteri Keuangan RI, Nomor: S-473/PK/2009 tanggal 30 November 2009.

Pertimbangan yang mendasari perolehan DBHCHT itu tidak hanya masalah produksi, tetapi juga dampak yang ditimbulkan oleh industri hasil tembakau.

Menurut Willgo, jika pemerintah jadi memberlakukan kebijakan harga rokok minimal Rp50.000 per bungkus, diperkirakan volume produksi rokok akan menurun karena penjualan perusahaan rokok berkurang.

Kebijakan menaikkan harga rokok tersebut juga berpotensi terhadap maraknya rokok ilegal yang cukainya palsu dan dikhawatirkan tidak memberikan efek apa pun terhadap pendapatan dari cukai secara nasional.

"Begitu juga dana bagi hasil untuk daerah penghasil rokok dan tembakau karena DBHCHT dibagi berdasarkan cukai rokok yang teregistrasi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, termasuk juga bagi hasil dari pajak rokok," ujarnya.

Oleh sebab itu, kata dia, Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi meminta anggota DPR RI daerah pemilihan NTB untuk memperjuangkan nasib petani tembakau di dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan dan menjaga DBHCHT dan pajak rokok yang selama ini cukup membantu pemerintah daerah.

"Pesan gubernur aspek penyerapan tenaga kerja, aspek penerimaan daerah dari DBHCHT dan aspek NTB sebagai daerah ikon tembakau virginia yang sudah dikenal kelas dunia, ini harus dipertahankan jangan sampai kehilangan ikon baru tersebut," kata Willgo.

Untuk itu, anggota Komisi XI DPR RI ini meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan jajaran Kementerian Keuangan mengkaji lebih jauh wacana menaikkan harga rokok minimal Rp50.000/bungkus karena itu kebutuhan sekunder atau mendekati primer bagi sebagian orang yang menjadi perokok aktif.

Secara pribadi sebagai wakil rakyat NTB di DPR RI, Willgo juga tidak menginginkan NTB sebagai daerah yang memiliki pertanian tembakau virginia berkualitas akan mendapatkan masalah besar dengan rencana kenaikan harga rokok tersebut.

Berbagai masalah yang kemungkinan dihadapi NTB tidak hanya dari sisi kehilangan pendapatan, tapi juga ancaman pengurangan tenaga kerja akibat menurunnya produksi rokok dan pembelian tembakau dari petani serta ancaman inflasi tinggi.

"Yang dikahwatirkan adalah terkait dengan pengurangan tenaga kerja karena industri rokok sifatnya padat karya," katanya. (*)