Nelayan Lombok Barat Lindungi Mangrove dengan "Awig-Awig"

id Hutan Bakau

Nelayan Lombok Barat Lindungi Mangrove dengan "Awig-Awig"

Masyarakat bersama siswa-siswi SMA, Pramuka dan anggota Palang Merah Indonesia menanam bibit mangrove di Desa Cendi Manik, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, NTB. (Foto BPSPL Denpasar)
Lombok Barat (Antara NTB) - Para nelayan di Desa Cendi Manik, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat menerapkan hukum adat atau awig-awig untuk melindungi keberadaan pohon-pohon mangrove di wilayahnya.

H Badrun, salah seorang tokoh masyarakat Desa Cendi Manik, di Lombok Barat, mengatakan keberadaan pohon-pohon mangrove atau bakau penting untuk dilindungi karena memberikan manfaat sebagai pelindung dari angin puting beliung dan banjir rob.

Hutan bakau juga memberikan manfaat ekonomi karena menjadi daerah pemijahan ikan, rajungan, kepiting dan kerang-kerangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

"Ratusan orang mulai dari anak-anak hingga dewasa menangkap ikan, kepiting, rajungan, udang dan kerang-kerangan setiap hari, pagi, siang bahkan hingga larut malam," katanya ketika ditemui pada saat rapat persiapan pembentukan kelompok pengelola ekowisata mangrove.

Ketua Kelompok Sumberdaya Madak Bersatu ini mengatakan di dalam aturan adat yang sudah disepakati dengan para tokoh dari Kecamatan Sekotong, setiap orang yang dengan sengaja mencabut atau menebang satu pohon bakau maka harus menggantinya dengan menanam 100 bibit bakau.

"Alhamdulillah masyarakat sudah mulai sadar setelah aturan adat itu diterapkan sejak beberapa tahun lalu," ujarnya.

Penanggung Jawab Kegiatan Penanaman Mangrove Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar M Barmawi, mengatakan warga di Kecamatan Sekotong, berkomitmen menanam, merawat dan memelihara hutan bakau yang sudah mereka tanam untuk dimanfaatkan agar kesejahteraan mereka menjadi lebih baik.

"Kami sudah menanam sebanyak 120.000 bibit pohon bakau bersama masyarakat dan mereka berkomitmen merawat tumbuh besar, termasuk yang sudah ditanam secara mandiri sejak beberapa tahun lalu," katanya.

Jika ekosistem mangrove sudah pulih, menurut dia, akan mengembalikan fungsi hutan bakau sebagai pelindung fisik dari ancaman abrasi dan erupsi dari daratan.

Selain itu, kawasan hutan mangrove di sekita Pelabuhan Lembar tersebut akan menjadi lokasi pemijahan anak-anak ikan karena di daerah itu akan banyak sumber makanan, sehingga disukai oleh jenis ikan, lobster dan kepiting serta kerang-kerangan.

Dampak lain pulihnya ekosistem hutan bakau adalah bisa menjadi kawasan objek wisata dan edukasi yang bisa mendatangkan rezeki bagi masyarakat di sekitarnya.

"Agar pohon mangrove yang sudah ditanam dan yang sudah tumbuh besar tetap terpelihara, kami mencoba mengarahkan masyarakat menjaganya dengan pola ekowisata mangrove, selain menerapkan aturan adat," ucap Barmawi. (*)