PSDKP Lombok Kewalahan Awasi Penangkapan Benih Lobster

id PSDKP LOBSTER

Kami hanya punya personel lima orang dengan sarana yang terbatas, tentu kewalahan mengawasi penangkapan benih lobster yang masih marak
Mataram (Antara NTB) - Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan wilayah Labuhan Lombok kewalahan mengawasi penangkapan benih lobster di perairan laut Nusa Tenggara Barat karena jumlah personel dan sarana yang terbatas.

"Kami hanya punya personel lima orang dengan sarana yang terbatas, tentu kewalahan mengawasi penangkapan benih lobster yang masih marak," kata Kepala Satuan Kerja (Satker) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) wilayah Labuhan Lombok, Mubarak, di Mataram, Senin.

Penangkapan dan perdagangan benih lobster dilarang keras sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1/Permen-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan.

Di dalam pasal 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut dijelaskan bahwa penangkapan lobster, kepiting dan rajungan dapat dilakukan dengan ukuran yakni panjang karapas lebih dari delapan centimeter untuk lobster, kepiting lebar karapas lebih dari 15 centimeter, dan rajungan dengan ukuran karapas lebih dari 10 centimeter.

Mubarak menduga maraknya penangkapan dan penyelundupan benih lobster yang akan diekspor ke luar negeri melibatkan jaringan internasional.

Para nelayan tergiur untuk melakukan penangkapan karena harga jualnya yang relatif mahal, yakni mencapai Rp20.000 per ekor. Sementara harga jual di luar negeri bisa mencapai ratusan ribu per ekor karena diharga dengan mata uang dolar AS.

Untuk memperkuat pengawasan di perairan laut, lanjut Mubarak, KKP akan membentuk unit pelaksana teknis (UPT) di Benoa, Bali, yang membawahi beberapa Satker PSDKP di wilayah Bali dan Nusa Tenggara.

Namun upaya untuk mengatasi penangkapan dan penyelundupan benih lobster tidak bisa dilakukan oleh satu instansi, tetapi memerlukan koordinasi semua pihak, seperti Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Kelas II Mataram, kepolisian, TNI Angkatan Laut, dan kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas).

"PSDKP hanya bisa melakukan pengawasan di perairan laut, sementara penyelundupan yang banyak ditemukan dilakukan melalui darat, makanya perlu koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya," ujarnya.

Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Mataram Dr Muhammad Nasir, menilai larangan menangkap benih lobster ukuran tertentu yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, menimbulkan "Kriminogen" atau suatu faktor yang menyebabkan munculnya tindak pidana baru.

Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) NTB ini, menambahkan sebagian masyarakat pesisir di selatan Pulau Lombok, selama ini hidup dari benih lobster, namun tiba-tiba dilarang melakukan penangkapan disertai larangan ekspor.

"Sebelum menerapkan aturan, semestinya KKP sudah menyiapkan rencana pengalihan dari mereka yang biasa menangkap benih lobster ke jenis pekerjaan baru. Jangan mematikan. Prinsipnya pemerintah itu melayani dan menyejahterakan rakyat," ujarnya. (*)