Ombudsman Rekomendasikan BPN Batalkan Sertifikat Hutan Sekaroh

id HUTAN SEKAROH

Ombudsman Rekomendasikan BPN Batalkan Sertifikat Hutan Sekaroh

Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB Adhar Hakim.

Dari hasil penulusuran kita, kuat dugaan ada beberapa nama orang-orang bukan di wilayah sekitar, bisa saja pejabat dan lain-lain yang memiliki sertifikat di kawasan itu. Bahkan praktek seperti ini tidak hanya terjadi di Sekaroh, melainkan terjadi di
Mataram (Antara NTB) - Lembaga Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Barat merekomendasikan Badan Pertanahan Nasional membatalkan kepemilikan sertifikat hak milik pribadi di kawasan Hutan Lindung, Sekaroh, Kabupaten Lombok Timur.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB Adhar Hakim di Mataram, Selasa, mengatakan pembatalan hak milik tanah bisa dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Agraria No 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan No 3 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kajian dan Penanganan Kasus Tanah.

"Pembatalan ini dapat dilakukan dengan memberikan solusi atau memberikan kompensasi atau ganti rugi lainnya kepada pihak yang menguasai tanah," kata Adhar Hakim.

Ombudsman, kata Adhar, sudah sejak lama menyoroti kasus kepemilikan tanah pribadi di Hutan Lindung Sekaroh, Kabupaten Lombok Timur. Bahkan, dari hasil temuan Ombudsman NTB saat ini terdapat tujuh Sertifikat Hak Milik (SHM) pribadi pada lahan seluas 119 hektar di hutan lindung tersebut.

"Dari hasil penulusuran kita, kuat dugaan ada beberapa nama orang-orang bukan di wilayah sekitar, bisa saja pejabat dan lain-lain yang memiliki sertifikat di kawasan itu. Bahkan praktek seperti ini tidak hanya terjadi di Sekaroh, melainkan terjadi di banyak tempat di wilayah Pulau Lombok, khususnya pinggiran pantai," ujarnya.

Menurut dia, jika sudah seperti itu mestinya pemerintah atau negara membatalkan SHM itu, karena tanah hutan lindung tidak boleh menjadi hak milik individu. Kawasan Hutan Lindung Sekaroh dikukuhkan pada 1982. Namun, penetapan baru dilakukan Menteri Kehutanan pada September 2002 dengan luas areal hutan mencapai 2.834,20 hektare.

"Terbitnya SHM oleh BPN terjadi antara rentan waktu 2001 hingga 2002. Sementara, hutan Sekaroh dikukuhkan menjadi hutan tahun 1982 dan berita acara tata batas kawasan hutan 1994, namun sertifikat tetap terbit meski sudah ditetapkan menjadi hutan lindung," jelasnya.

Adhar mengakui pada 2014, Ombudsman NTB sudah mengumpulkan sejumlah pihak terkait seperti Kanwil Kehutanan NTB, Dinas Kehutanan Provinsi NTB, Dinas Kehutanan Lombok Timur, Kanwil BPN NTB dan BKSDA untuk menyatukan persepsi dan mencari solusi atas permasalahan tersebut.

Dari koordinasi itu terungkap, masing-masing pihak yakni Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Timur dan BPN Lombok Timur memiliki peta berbeda-beda dan dibuat sendiri yang dijadikan sebagai patokan menafsirkan wilayah hutan Sekaroh.

Padahal, seharusnya kata dia, terkait peta harusnya dikeluarkan oleh lembaga resmi yang diakui pemerintah, bukan atas dibuat sendiri-sendiri oleh kedua belah pihak.

"Inilah yang menyebabkan buruknya koordinasi di antara kedua institusi. Belum lagi ditambah pengawasan terhadap desa sebagai pihak yang mengeluarkan sporadik atas lahan di tempat itu lemah dan tanah itu di lirik dan mafia tanah juga mengincar," sebutnya.

Karena itu, jika ditanya siapa yang paling pantas dimintai pertanggungjawaban atas permasalahan yang terjadi di kawasan hutan Sekaroh, menurut Adhar, semua memiliki kontribusi baik Dinas Kehutanan dan BPN. Namun yang perlu ditegaskan Ombudsman, kata Adhar, tidak boleh ada pihak yang seolah-olah cuci tangan atas polemik yang terjadi di kawasan hutan lindung Sekaroh.

"Silakan semua pihak harus duduk satu meja menyelesaikan masalah ini. Kalau pun proses hukum berjalan, silakan prosesnya diselesaikan," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB itu.

Diketahui, Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Kehutanan NTB sudah meminta BPN membatalkan sertifikat tanah yang dikuasai sejumlah pihak di kawasan Hutan Lindung Sekaroh, Kabupaten Lombok Timur.

"Kami meminta ini segera diselesaikan, sehingga tidak ada lagi sertifikat tanah di atas lahan hutan," kata Kepala Dinas Kehutanan NTB Hj Husnanidiaty Nurdin.

Ia mengungkapkan, saat ini di hutan lindung Sekaroh terdapat 34 SHM yang sudah diterbitkan BPN Selong, Kabupaten Lombok Timur.

"Atas keluarnya setifikat itu, kami sudah serahkan semuanya kepada Kejaksaan Negeri Selong untuk mengusut. Seperti apa nantinya Kejaksaan lebih tahu. Tugas kami hanya melaporkan," katanya. (*)