Wagub: Sertifikat Tanah Hutan Sekaroh Diminta Dicabut

id HUTAN SEKAROH

Bagaimana teknis pencabutan itu, BPN lebih paham. Tugas pemerintah provinsi memfasilitasi agar persoalan ini dapat terselesaikan dengan baik dan pemerintah daerah pun tidak ingin masalah ini terus berkepanjangan dan berlanjut ke proses hukum
Mataram (Antara NTB) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat H Muhammad Amin mengatakan berdasarkan rekomendasi tim yang dibentuk pemprov atas polemik terbitnya sertifikat hak milik di kawasan Hutan Sekaroh Kabupaten Lombok Timur, Badan Pertanahan Nasional diminta mencabut sertifikat tersebut.

"Setelah melihat fakta-fakta lapangan dan ketentuan perundangan yang ada, lahan-lahan yang sudah memiliki sertifikat hak milik masuk dalam kawasan hutan lindung," kata Muhammad Amin di Mataram.

Menurut Amin, hasil rekomendasi atas lahan di Hutan Sekaroh sudah diserahkan kepada Gubernur NTB untuk segera ditindaklanjuti. Sementara, terkait dengan pencabutan sertifikat sepenuhnya menjadi kewenangan BPN/Kantor Pertanahan Lombok Timur.

"Bagaimana teknis pencabutan itu, BPN lebih paham. Tugas pemerintah provinsi memfasilitasi agar persoalan ini dapat terselesaikan dengan baik dan pemerintah daerah pun tidak ingin masalah ini terus berkepanjangan dan berlanjut ke proses hukum," jelasnya.

Lembaga Ombudsman RI Perwakilan NTB merekomendasikan BPN membatalkan atau mencabut kepemilikan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan Hutan Lindung, Sekaroh, Kabupaten Lombok Timur.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB Adhar Hakim, mengatakan pembatalan hak milik tanah bisa dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Agraria No 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah negara dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan No 3 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kajian dan Penanganan Kasus Tanah.

"Pembatalan ini dapat dilakukan dengan memberikan solusi atau memberikan konpensasi atau ganti rugi lainnya kepada pihak yang menguasai tanah," kata Adhar Hakim.

Ombudsman, kata Adhar, sudah sejak lama menyoroti kasus kepemilikan tanah pribadi di Hutan Lindung Sekaroh. Bahkan, dari hasil temuan Ombudsman NTB saat ini terdapat tujuh Sertifikat Hak Milik (SHM) pribadi pada lahan seluas 119 hektar di hutan lindung tersebut.

"Dari hasil penulusuran kita, kuat dugaan ada beberapa nama orang-orang bukan di wilayah sekitar, bisa saja pejabat dan lain-lain yang memiliki sertifikat di kawasan itu. Bahkan praktek seperti ini tidak hanya terjadi di Sekaroh, melainkan terjadi di banyak tempat di wilayah Pulau Lombok, khususnya pinggiran pantai," ungkapnya.

Menurut dia, jika sudah seperti itu mestinya pemerintah atau negara membatalkan SHM itu, karena tanah hutan lindung tidak boleh menjadi hak milik individu. Kawasan Hutan Lindung Sekaroh dikukuhkan pada 1982. Namun, penetapan baru dilakukan Menteri Kehutanan pada September 2002 dengan luas areal hutan mencapai 2.834,20 hektare.

"Terbitnya SHM oleh BPN terjadi antara rentan waktu 2001 hingga 2002. Sementara, hutan Sekaroh dikukuhkan menjadi hutan tahun 1982 dan berita acara tata batas kawasan hutan 1994, namun sertifikat tetap terbit meski sudah ditetapkan menjadi hutan lindung," tandasnya. (*)