Bawaslu NTB Ingatkan ASN Kedepankan Netralitas Pilkada

id BAWASLU NTB ASN

Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di ajang Pemilu maupun Pilkada terus menjadi sorotan. Karena ketika pesta demokrasi tiba, masih ada ASN terlibat politik praktis demi kepentingan jabatan
Mataram (Antara NTB) - Bawaslu Nusa Tenggara Barat mengingatkan seluruh Aparatur Sipil Negara di daerah itu untuk selalu bersikap netral menghadapi Pilkada 2018.

"Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di ajang Pemilu maupun Pilkada terus menjadi sorotan. Karena ketika pesta demokrasi tiba, masih ada ASN terlibat politik praktis demi kepentingan jabatan," kata Komisioner Bidang Pengawasan dan Penindakan Bawaslu NTB, Bambang Karyono saat acara Fokus Group Discussion (FGD) di Mataram.

Bambang mengakui hasil evaluasi selama ini banyak ditemukan ASN yang ikut terlibat dalam politik praktis. Salah satunya, pada Pilkada 2015.

"Malah, ada yang sudah dikenakan sanksi administrasi, penundaan kenaikan pangkat dan penurunan pangkat. Tapi, itu belum memberikan efek jera," ujarnya.

Dikatakannya, saat ini, ada MoU Bawaslu RI dengan Kemendagri, Menpan-RB dan BKN tentang pengawasan netralitas, pelaksanaan nilai dasar, kode etik dan perilaku ASN dalam penyelenggaraan Pilgub, Pilbup dan Pemilihan Wali Kota.

"Menindaklanjuti itu, ke depan kita akan perketat pengawasan serta penindakan," katanya.

Meski demikian, melihat kondisi itu, Bawaslu juga akan minta komitmen kepada seluruh kepala daerah untuk merekomendasikan ASN tidak boleh berpolitik.

Sementara itu, Ketua Bawaslu NTB, Khuailid menegaskan, Undang-Undang ASN belum bisa memberikan efek cukup atas keterilibat ASN ketika ikut politik praktis. Buktinya, tahun 2015 ada beberapa tipe pelanggaran dalam bentuk dukungan salah satu pasangan calon.

"Paling ekstrem, ASN menggunakan kewenangan jabatan mendukung salah satu pasangan calon (Paslon)," ucapnya.

Khusus di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) ada ASN diberikan sanksi karena ikut politik praktis, seperti penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat, namun belum ada sanksi pemecatan. Nampaknya ASN dengan politik praktis merupakan mata rantai demi mendapatkan jabatan.

"Psdahal sudah jelas tertuang dalam aturan, tidak boleh mutasi 6 bulan sebelum dan sesudah menjabat jadi kepala daerah," tegasnya.

Karena itu, pihaknya berharap melalui FGD tersebut bisa memunculkan formulasi untuk memecahkan masalah ASN yang ikut politik praktis. (*)