Tersangka Pungli Gili Trawangan Ajukan Penangguhan Penahanan

id Kasus pungli

Tersangka Pungli Gili Trawangan Ajukan Penangguhan Penahanan

"Penyidik sudah menerima pengajuannya dan kini masih dipelajari, keputusannya seperti apa, itu tergantung dari penyidiknya"
     Mataram (Antara NTB) - Tersangka kasus dugaan pungutan liar di kawasan wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, mengajukan penangguhan penahanan ke penyidik Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat.

     Kabid Humas Polda NTB AKBP Tri Budi Pangastuti di Mataram, Kamis, membenarkan bahwa tersangka dengan inisial LU yang Kepala Dusun Gili Trawangan itu telah mengajukan penangguhan penahannya.

     "Penyidik sudah menerima pengajuannya dan kini masih dipelajari, keputusannya seperti apa, itu tergantung dari penyidiknya," katanya.

     Terkait dengan status penahanannya yang kini sudah lewat dari batas waktu, terhitung sejak 8 Maret 2017, Tri Budi mengatakan bahwa tim penyidik telah melakukan perpanjangan penahanan keduanya.

     "Selama berkas itu belum selesai, penyidik pastinya meminta perpanjangan waktu penahanan," ujarnya.

     Ia menjelaskan perkara itu kini dikatakan masih dalam tahap pemberkasan hingga waktunya akan dilimpahkan ke jaksa peneliti Kejati NTB.

     "Kita tunggu saja, pastinya penyidik akan menyegerakan pelimpahan berkasnya ke jaksa, mugkin dalam waktu dekat akan dilimpahkan," ucapnya.

     Pelimpahan berkas ke tangan jaksa peneliti terkesan lamban karena tim penyidik pada akhir Maret menghadapi proses praperadilan yang diajukan tersangka.

Dalam keputusannya, Pengadilan Negeri Mataram menolak gugatan yang diajukan tersangka.

     Oleh karena itu, kini tim penyidik sedang berupaya untuk mempercepat proses pemberkasan agar dapat segera dilimpahkan ke jaksa peneliti.

     "Nantinya bagaimanapun hasil dari jaksa, jika ada kekurangan pastinya penyidik siap melengkapinya, semoga bisa disegerakan," kata Tri Budi.

     LU ditetapkan sebagai tersangka pungli karena terindikasi melakukan pungutan kepada para pengusaha di Gili Trawangan tanpa berbekal fondasi aturan pemerintah yang sah. (*)