Bekas Budak Seks Yazidi Pulang Ke Kampung Halaman di Irak

id IS Irak

Bekas Budak Seks Yazidi Pulang Ke Kampung Halaman di Irak

"Kami berharap nasib kami akan seperti kaum pria dan dibunuh, tetapi orang-orang Eropa, Saudi dan Tunisia serta para petenmpur lain datang dan memperkosa kami dan menjual kami"
     Kocho, Irak (Antara/Thomson Reuters Foundation) - Seorang pegiat Yazidi terkenal yang ditahan sebagai budak seks oleh para militan IS pada Kamis pulang ke kampung halamannya di Irak tempat dia ditangkap tiga tahun lalu.

        Dengan berlinang air mata, Nadia Murad, 24, berjanji akan meminta bantuan internasional untuk membebaskan kaum wanita Yazidi lainnya yang masih ditahan.

        Nadia merupakan salah seorang dari sekitar 7.000 wanita dewasa dan anak-anak perempuan yang ditangkap di baratlaut Irak pada Agustus 2014 oleh para militan yang memandang orang-orang Yazidi adalah kaum pemuja setan.

        Ia diculik dari Kocho dekat Sinjar, sebuah kawasan yang menjadi kampung halaman bagi 400.000 orang Yazidi, dan ditahan oleh IS di Mosul tempat ia berkali-kali disiksa dan diperkosa. Ia berhasil meloloskan diri tiga bulan kemudian, mencapai sebuah kamp pengungsi, dan kemudian pergi ke Jerman.

        Nadia mendapat sorotan dunia dan menyerukan dukungan bagi minoritas agama Yazidi, di Dewan Keamanan PBB pada 2015 dan kepada semua pemerintah secara global, meraih nominasi Hadiah Perdamaian Nobel dan peran Duta Besar "Goodwill" PBB.

        Ia menangis ketika mengunjungi bekas sekolahnya di desa Kocho, yang direbut kembali dari para petempur IS akhir pekan lalu.

        "Saya puteri dari desa ini," ujarnya.

        Di sekolah itu tiga tahun lalu, para militan mengumpulkan semua warga Kocho, mengirim anak-anak ke kamp-kamp pelatihan, memaksa kaum wanita dan anak-anak perempuan jadi budak seks dan membunuh kaum pria, kata dia terkenang kembali dengan bulir-bulir air mata di pipinya.

        Sekitar 3.500 wanita dan anak-anak perempuan masih dijadikan budak seks.

        "Kami berharap nasib kami akan seperti kaum pria dan dibunuh, tetapi orang-orang Eropa, Saudi dan Tunisia serta para petenmpur lain datang dan memperkosa kami dan menjual kami," katanya lagi kepada the Thomson Reuters Foundation.

        Sebanyak tujuh makam massal berada di Kocho dan Nadia meminta makam-makam tersebut untuk digali dan jasad-jasad yang ada dikebumikan secara layak.

        "Bukalah kasus bagi mereka yang kehilangan segalanya, orangtua mereka, orang-orang yang tak dapat kembali ke desa-desa mereka dan galilah orang-orang tercinta yang dikubur di sekitar desa-desa," katanya.

        "Masyarakat internasional tidak memperlihatkan tanggung jawabnya," kata dia. "Saya sampaikan kepada siapa pun bahwa Anda tidak adil karena tak mendukung minoritas seperti kaum Yazidi."
   Nadia telah menyerukan pembunuhan kaum Yazidi diakui secara resmi sebagai genosida.

        Ia mengunjungi desanya disertai kakaknya, Khairiyah, 30 tahun, dikelilingi para pejuang Yazidi, dan berdiri di atap sekolah untuk berbicara. Khairiyah juga dijadikan budak seks selama lima bulan tetapi berhasil meloloskan diri.

        Banyak di antara kerumunan orang itu menangis ketika mereka mendengarkan pidatonya dan berterima kasih kepada pasukan yang membebaskan desa-desa Yazidi.

        Nadia mengatakan tak pernah terbayang akan kembali ke Kocho, desa pertanian yang pernah menjadi kampung halaman 2.000 orang Yazidi, setengah di antara mereka tewas dalam serangan-serangan tahun 2014 atau hilang.

        Kunjungan itu, yang dijaga ketat, terjadi setelah milisi yang loyal ke Iran dan bertempur bersama pasukan Irak berusaha bergerak ke arah perbatasan dengan Suriah untuk pertama kali pekan lalu, membebaskan desa-desa terakhir Yazidi dari cengkeraman IS. (*)