KPK Didorong Tindaklanjuti 8 Dugaan Kasus Korupsi NTB

id KASUS KORUPSI NTB

Memang rata-rata di tindaklanjuti kasusnya, tetapi sebagian besar dari kasus itu tiba-tiba hilang. Padahal, data kita sudah ada 23 orang yang dijadikan tersangka dan paling banyak ini dihentikan oleh kejaksaan
Mataram (Antara NTB) - Aktivis Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) Nusa Tenggara Barat mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi menindaklanjuti 23 kasus dugaan korupsi yang sebelumnya telah di SP3 (Surat Penghentian Penyidikan) oleh Kejaksaan Tinggi NTB karena dinilai masih "debatable".

"Informasinya kasus ini dihentikan karena tidak cukup bukti. Tapi, kita minta alasan kenapa kasus ini di SP3 sampai sekarang belum bisa di jawab Kejaksaan Tinggi NTB," kata Peneliti Somasi NTB Johan Rahmatullah saat acara Diseminasi Hasil Survey Anti Korupsi 2017 bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) di kota Mataram, Selasa.

Johan menyebutkan, berdasarkan data Somasi NTB selama 2016, sebanyak 196 kasus dugaan korupsi ditangani aparat penegak hukum di NTB. Dari sejumlah kasus tersebut, rata-rata berasal dari laporan yang disampaikan masyarakat.

"Paling banyak kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Sumbawa dan paling sedikit berasal dari Kota Bima," ujarnya.

Menurut dia, meski terdapat 196 kasus yang sudah dilaporkan dan mendapat atensi aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Ternyata tidak semua kasus tesebut ditindaklanjuti hingga sampai ke pengadilan. Alasannya, karena, tidak memiliki cukup bukti untuk terus dilanjutkan, sehingga kasusnya harus di SP3, meski dalam beberapa kasus sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya, kasus Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

"Memang rata-rata di tindaklanjuti kasusnya, tetapi sebagian besar dari kasus itu tiba-tiba hilang. Padahal, data kita sudah ada 23 orang yang dijadikan tersangka dan paling banyak ini dihentikan oleh kejaksaan," terangnya.

Somasi sendiri, kata Johan, sudah meminta uji informasi dokumen kepada seluruh kejaksaan di seluruh NTB, minus dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima, ternyata diperoleh 23 kasus yang harus di SP3 di tahun 2016.

"Makanya, kita dorong bagaimana 23 kasus ini di buka secara transparan. Karena kalau alasan tidak cukup bukti ini masih debatable bagi Somasi sendiri," tegas Johan didampingi peneliti Somasi lainnya Suhardi.

Namun demikian, lanjut Johan, dari sejumlah kasus tersebut, titik perhatian Somasi ada pada delapan kasus dugaan korupsi yang harus ditindaklanjuti KPK, di antaranya kasus dugaan korupsi lahan hutan di Desa Kedaro, Lombok Barat. Kasus dugaan korupsi pembangunan Asrama PAUDNI Regional V NTB di kota Mataram.

Selanjutnya, kasus bantuan dana Bansos Sapi di Desa Serage Lombok Tengah, kasus proyek bantuan bencana alam di Kabupaten Sumbawa, kasus Alkes kota Bima, penyimpangan pembangunan Embung Sedewe, Kecamatan Empang Kabupaten Sumbawa dan dugaan korupsi bantuan Kapal Perintis di Dinas Perhubungan Kabupaten Sumbawa.

"Semua kasus ini terjadi di tahun 2016 dan saat ini sudah kita laporkan ke KPK agar bisa ditindaklanjuti. Karena potensi kerugian negaranya di atas Rp1 miliar sampai Rp2 miliar lebih per item kasus," katanya. (*)