Dompu Berpotensi Tak Lagi Memproduksi Tebu

id Tebu Dompu

Dompu Berpotensi Tak Lagi Memproduksi Tebu

Ilustrasi - Seorang petani mengangkut tebu hasil panen. (Foto ANTARA News)

"Saya ingin harga yang diterima oleh petani minimal Rp300/kg dan tidak melalui pihak ketiga"
Mataram (Antara NTB) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengkhawatirkan petani di Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu, tak lagi termotivasi untuk memproduksi tebu karena pabrik gula pasir di daerah itu membeli tebu dengan harga relatif rendah.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB Husnul Fauzi, di Mataram, Senin, mengatakan, PT Sukses Mantap Sejahtera (SMS), selaku perusahaan produsen gula pasir membeli tebu dari petani dengan harga Rp380 per kilogram (kg). Namun riil yang diterima petani hanya Rp200/kg.

"Alasannya untuk ongkos tenaga kerja Rp80/kg dan biaya transportasi Rp100/kg," katanya.

Menurut dia, harga beli tebu oleh perusahaan tidak sesuai dengan yang diharapkan petani. Apalagi pembelian dilakukan oleh pihak ketiga yang menjadi mitra PT SMS.

"Saya ingin harga yang diterima oleh petani minimal Rp300/kg dan tidak melalui pihak ketiga," ujarnya.

Secara hitung-hitungan, kata dia, nilai uang yang dihasilkan dari tanaman tebu sebanyak 70 ton dalam satu hektare lahan mencapai Rp21 juta jika harga beli Rp300/kg dengan kadar air 12 hingga 15 persen.

Sementara biaya produksinya bisa mencapai Rp14 juta, sehingga keuntungan petani dalam satu hektare hanya Rp7 juta.

Namun jika kadar air tebu yang dipanen mencapai 6-8 persen, maka harganya bisa mencapai Rp400/kg. Tentu keuntungan petani akan semakin tinggi.

Menurut Husnul, jika harga beli tebu oleh PT SMS tidak mengalami perubahan, dikhawatirkan petani akan beralih menanam jagung yang juga memiliki pasar dan harga relatif bagus.

Harga jagung saat ini mencapai Rp3.400/kg. Jika hasil panen dalam satu hektare mencapai enam ton, maka petani memperoleh nilai penjualan Rp20 juta lebih dengan biaya yang relatif lebih rendah.

"Lahan tebu yang ada bisa saja beralih fungsi menjadi lahan jagung. Bahkan, bisa saja petani membakar tebunya jika harga tidak cocok," ucapnya.

Husnul juga mencurigai jika kondisi seperti itu terus terjadi, bisa dijadikan alasan oleh PT SMS untuk mengolah gula rafinasi yang didatangkan dari luar negeri, seperti yang dilakukan saat ini.

PT SMS masih mendatangkan sebagian bahan baku dalam bentuk kembang gula dengan alasan belum terpenuhinya produksi tebu yang ditanam petani untuk digiling menjadi gula pasir.

"Jangan sampai itu menjadi modus untuk mengolah gula rafinasi agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan bermitra dengan petani untuk pengadaan bahan baku," katanya.