Jakarta (ANTARA) - Badan Imigrasi Nasional Taiwan (NIA) mengamankan seorang pekerja migran Indonesia yang sempat tidak diketahui keberadaannya sejak didiagnosis HIV atas tuduhan pemalsuan identitas.
Perempuan berusia 38 tahun itu dalam keadaan hamil saat ditemukan anggota satuan khusus NIA di Distrik Pingzhen, Kota Taoyuan, pada Minggu (12/7), demikian Kantor Berita Taiwan CNA yang dipantau ANTARA, Selasa.
Setelah diinterogasi pihak Kepolisian Taoyuan, WNI tersebut dilimpahkan ke Kantor Kejaksaan Distrik Miaoli atas tuduhan pemalsuan identitas.
Kepala Satuan Operasi Khusus NIA, Ching Shao An, di Taoyuan mengungkapkan bahwa pekerja migran Indonesia itu tiba di Taiwan pada Juli 2019 untuk bekerja merawat orang tua.
Namun dia melarikan diri dari majikannya pada Desember 2019 bersama kekasihnya yang juga pekerja migran asal Indonesia, demikian Ching.
Menurut Ching, pada bulan Juni 2020 WNI perempuan tersebut merasakan kehamilannya dan berniat melakukan aborsi.
Pusat Pelayanan NIA Kabupaten Yunlin mengungkapkan bahwa saat berusaha melakukan aborsi di salah satu klinik di daerah itu pada 8 Juni, dia meminjam salinan Kartu Penduduk Asing (ARC) dan kartu asuransi kesehatan nasional milik kenalannya yang juga seorang WNI dengan dalih untuk membeli kartu telepon baru (SIM Card).
Namun permohonan aborsinya ditolak oleh dokter klinik itu dengan alasan kehamilannya sudah memasuki usia enam bulan, demikian NIA.
Menurut NIA, setelah hasil tes sampel darah perempuan itu menunjukkan tanda-tanda positif HIV, klinik tersebut kemudian mengeluarkan surat rujukan ke Biro Kesehatan Masyarakat Kabupaten Yunlin.
Biro Kesehatan lalu menghubungi perempuan tersebut untuk menyampaikan hasil tes tersebut. Perempuan itu malah menghubungi kenalannya yang dokumen identitasnya dia palsukan.
Kenalan tersebut kemudian menjelaskan duduk persoalan itu kepada petugas Biro Kesehatan.
Pejabat Biro Kesehatan dalam pemeriksaannya mendapati bahwa perempuan WNI itu ternyata memiliki empat pacar warga Taiwan.
Pihak berwenang di Taiwan kini khawatir akan meluasnya wabah tersebut, mengingat sulitnya mengidentifikasi para pria yang berpacaran dengan WNI itu, demikian CNA.
Perempuan berusia 38 tahun itu dalam keadaan hamil saat ditemukan anggota satuan khusus NIA di Distrik Pingzhen, Kota Taoyuan, pada Minggu (12/7), demikian Kantor Berita Taiwan CNA yang dipantau ANTARA, Selasa.
Setelah diinterogasi pihak Kepolisian Taoyuan, WNI tersebut dilimpahkan ke Kantor Kejaksaan Distrik Miaoli atas tuduhan pemalsuan identitas.
Kepala Satuan Operasi Khusus NIA, Ching Shao An, di Taoyuan mengungkapkan bahwa pekerja migran Indonesia itu tiba di Taiwan pada Juli 2019 untuk bekerja merawat orang tua.
Namun dia melarikan diri dari majikannya pada Desember 2019 bersama kekasihnya yang juga pekerja migran asal Indonesia, demikian Ching.
Menurut Ching, pada bulan Juni 2020 WNI perempuan tersebut merasakan kehamilannya dan berniat melakukan aborsi.
Pusat Pelayanan NIA Kabupaten Yunlin mengungkapkan bahwa saat berusaha melakukan aborsi di salah satu klinik di daerah itu pada 8 Juni, dia meminjam salinan Kartu Penduduk Asing (ARC) dan kartu asuransi kesehatan nasional milik kenalannya yang juga seorang WNI dengan dalih untuk membeli kartu telepon baru (SIM Card).
Namun permohonan aborsinya ditolak oleh dokter klinik itu dengan alasan kehamilannya sudah memasuki usia enam bulan, demikian NIA.
Menurut NIA, setelah hasil tes sampel darah perempuan itu menunjukkan tanda-tanda positif HIV, klinik tersebut kemudian mengeluarkan surat rujukan ke Biro Kesehatan Masyarakat Kabupaten Yunlin.
Biro Kesehatan lalu menghubungi perempuan tersebut untuk menyampaikan hasil tes tersebut. Perempuan itu malah menghubungi kenalannya yang dokumen identitasnya dia palsukan.
Kenalan tersebut kemudian menjelaskan duduk persoalan itu kepada petugas Biro Kesehatan.
Pejabat Biro Kesehatan dalam pemeriksaannya mendapati bahwa perempuan WNI itu ternyata memiliki empat pacar warga Taiwan.
Pihak berwenang di Taiwan kini khawatir akan meluasnya wabah tersebut, mengingat sulitnya mengidentifikasi para pria yang berpacaran dengan WNI itu, demikian CNA.