Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, membidik dugaan korupsi dalam proyek pembuatan panggung peresean di Desa Sesait, Kabupaten Lombok Utara, yang nilai pengerjaannya mencapai Rp640 juta.
Kepala Kejari Mataram Yusuf di Mataram, Senin, mengatakan bahwa pihaknya telah menemukan indikasi penyimpangan dalam anggarannya yang mengakibatkan panggung itu rusak dan tidak dapat difungsikan sebagai ajang pertunjukan seni pertarungan tradisional suku Sasak.
"Jadi unsur perbuatan melawan hukumnya sudah ada, itu menurut kami," kata Yusuf.
Unsur perbuatan melawan hukum, ditemukan berdasarkan hasil klarifikasi para pihak yang terlibat dan mengetahui proyek yang menelan Dana Desa/Anggaran Dana Desa tahun 2019 dari Desa Sesait itu.
Selain dari hasil klarifikasi, penyidik juga belum menemukan dokumen pertanggunjawaban dari pengerjaan proyeknya. Hal itu pun yang kemudian menghambat proses perbaikan panggung yang dibangun di atas sungai mati dengan struktur tanahnya labil.
"Sekarang tinggal hasil auditnya. Apakah ada indikasi kerugian negaranya. Nanti auditnya bisa berdasarkan temuan inspektorat atau audit ke BPKP," ujarnya.
Lebih lanjut, Yusuf menerangkan bahwa kasus ini masih bergulir di tahap penyelidikan. Karena itu, Yusuf menegaskan bahwa pihaknya masih berupaya mengumpulkan bukti perbuatan melawan hukumnya.
Pada tahun 2019, Desa Sesait mengelola DD Rp2,45 miliar dengan ADD Rp1,433 miliar, ditambah dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah (BHPRD) sebesar Rp235,15 juta.
Dalam penyampaian LKPJ tahun 2019, BPD Sesait mempertanyakan proyek fisik desa yang diduga bermasalah. Selain panggung peresean, rehabilitasi kantor desa senilai Rp185,08 juta yang hanya terealisasi tiang pilarnya, juga dipertanyakan.
Kemudian proyek fisik lain yang kurang jelas dalam laporannya, pembuatan jalan pemukiman Rp18,28 juta, pengerasan jalan lingkungan Rp102,75 juta, peningkatan jalan desa Rp297,13 juta.
Ada juga terkait program Festival HUT Desa Sesait yang menelan anggaran Rp103,73 juta. Kemudian dana rehabilitasi rumah adat pascagempa Rp642,9 juta, pembinaan lembaga adat Rp17,34 juta, peningkatan produksi tanaman pangan Rp339,3 juta, serta peningkatan produksi peternakan Rp37,96 juta.
Kepala Kejari Mataram Yusuf di Mataram, Senin, mengatakan bahwa pihaknya telah menemukan indikasi penyimpangan dalam anggarannya yang mengakibatkan panggung itu rusak dan tidak dapat difungsikan sebagai ajang pertunjukan seni pertarungan tradisional suku Sasak.
"Jadi unsur perbuatan melawan hukumnya sudah ada, itu menurut kami," kata Yusuf.
Unsur perbuatan melawan hukum, ditemukan berdasarkan hasil klarifikasi para pihak yang terlibat dan mengetahui proyek yang menelan Dana Desa/Anggaran Dana Desa tahun 2019 dari Desa Sesait itu.
Selain dari hasil klarifikasi, penyidik juga belum menemukan dokumen pertanggunjawaban dari pengerjaan proyeknya. Hal itu pun yang kemudian menghambat proses perbaikan panggung yang dibangun di atas sungai mati dengan struktur tanahnya labil.
"Sekarang tinggal hasil auditnya. Apakah ada indikasi kerugian negaranya. Nanti auditnya bisa berdasarkan temuan inspektorat atau audit ke BPKP," ujarnya.
Lebih lanjut, Yusuf menerangkan bahwa kasus ini masih bergulir di tahap penyelidikan. Karena itu, Yusuf menegaskan bahwa pihaknya masih berupaya mengumpulkan bukti perbuatan melawan hukumnya.
Pada tahun 2019, Desa Sesait mengelola DD Rp2,45 miliar dengan ADD Rp1,433 miliar, ditambah dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah (BHPRD) sebesar Rp235,15 juta.
Dalam penyampaian LKPJ tahun 2019, BPD Sesait mempertanyakan proyek fisik desa yang diduga bermasalah. Selain panggung peresean, rehabilitasi kantor desa senilai Rp185,08 juta yang hanya terealisasi tiang pilarnya, juga dipertanyakan.
Kemudian proyek fisik lain yang kurang jelas dalam laporannya, pembuatan jalan pemukiman Rp18,28 juta, pengerasan jalan lingkungan Rp102,75 juta, peningkatan jalan desa Rp297,13 juta.
Ada juga terkait program Festival HUT Desa Sesait yang menelan anggaran Rp103,73 juta. Kemudian dana rehabilitasi rumah adat pascagempa Rp642,9 juta, pembinaan lembaga adat Rp17,34 juta, peningkatan produksi tanaman pangan Rp339,3 juta, serta peningkatan produksi peternakan Rp37,96 juta.