Mataram (ANTARA) - Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Nusa Tenggara Barat, menggelar sidang perdana untuk perkara dugaan pemotongan jatah bantuan langsung tunai (BLT) untuk warga terdampak pandemi COVID-19 di Desa Bukit Tinggi.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Agung Prasetyo digelar Kamis, dengan menghadirkan terdakwa Ahmad Muttakin, Kepala Desa Bukit Tinggi nonaktif didampingi penasihat hukumnya, Irfan Suryadiata, dalam persidangan.

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum dari Kejati NTB yang diwakilkan Marollah.

Dalam dakwaannya, Marollah memaparkan bahwa dana BLT COVID-19 yang disalurkan kepada masyarakat terdampak, bersumber dari Dana Desa Bukit Tinggi Tahun Anggaran 2020. Jumlahnya 30 persen dari Dana Desa yang dikelola Desa Bukit Tinggi.

"Bantuan sosialnya ditujukan kepada 195 keluarga penerima manfaat (KPM) di Desa Bukit Tinggi, dengan serapan anggaran Rp352,8 juta dari total dana desa yang dikelola untuk tahun 2020 sebesar Rp1,176 miliar," kata Marollah.

Namun dalam penyalurannya kepada KPM yang tersebar di empat dusun di Desa Bukit Tinggi, Muttakin sebagai kepala desa setempat didakwa melakukan pemotongan jatah masyarakat. Pemotongannya dilaksanakan dengan alasan untuk pemerataan tanpa mengacu pada aturannya.

"Jadi dari nominal yang seharusnya diterima Rp600 ribu, setiap dusun melalui perintah Muttakin diminta memotong Rp150 ribu per KPM. Potongan diambil setelah masyarakat menerima utuh bantuan Rp600 ribu secara langsung," ujarnya.

Dari adanya pemotongan itu, Kadus Tanjung Polak berhasil mengumpulkan Rp11,65 Juta dari 43 KK; Kadus Bukit Tinggi mendapat Rp12,1 juta dari 50 KK; Kadus Batu Kemalik kumpulkan Rp18,3 juta dari 32 KK; dan Kadus Murpadang mengumpulkan Rp11,4 juta dari 40 KK, sehingga terkumpul Rp53 juta.

Penyerahan dana dari penerima bantuan ke kadus maupun dari kadus ke terdakwa, jelas Marollah, tanpa ada bukti tertulis. Setelah terkumpul, dana tersebut kemudian disimpan Muttakin.

Marollah melanjutkan, 195 KPM penerima BLT DD COVID-19 telah melalui verifikasi dan memenuhi syarat. Warga Desa Bukit Tinggi lainnya sudah menerima BST, BPNT, JPS Pemkab Lombok Barat, JPS Pemprov NTB, dan PKH Kemensos RI.

"Jadi adanya warga yang belum menerima bantuan hanya dalih untuk bisa memotong atau memungut dana dari masyarakat dan itu merupakan perbuatan melawan hukum," kata Marollah.

Karenanya, Muttakin dalam dakwaannya diajukan ke hadapan Majelis Hakim dengan Pasal 12e dan Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024