Jakarta (ANTARA) - Bernyali besar, itulah ungkapan yang dapat disematkan kepada seorang Warga Negara China sekaligus narapidana vonis mati kasus tindak pidana narkoba bernama Cai Changpan alias Cai Ji Fan alias Antoni.
Bagaimana tidak? Cai melarikan diri diduga dengan cara menggali lubang tanah dari ruangan narapidana menuju luar di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IA Tangerang, Banten pada Senin (14/9).
Tidak hanya kali ini saja, narapidana penyelundup sabu-sabu seberat 110 kilogram itu juga pernah melakukan aksi serupa saat mendekam di Rumah Tahanan Direktorat Narkoba Mabes Polri pada 24 Januari 2017.
Cai melarikan diri bersama penghuni tahanan lainnya dengan cara hampir mirip, yakni membobok tembok kamar mandi rutan menggunakan batang besi, kemudian memanjat tembok setinggi 2,5 meter.
Selang tiga hari atau 27 Januari 2017, Warga Negara China dan komplotannya itu diciduk petugas di Sukabumi, Jawa Barat. Lalu, Cai menjalani sidang yang divonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten pada Juli 2017.
Cai melalui pengacaranya mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim PN Tangerang ke Pengadilan Tinggi Banten, namun ditolak majelis hakim.
Terkait aksi nekat Cai itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus menduga narapidana vonis mati itu melepaskan diri dari Lapas Tangerang karena memiliki kemampuan mumpuni dan pernah mengikuti pelatihan militer di negaranya.
"Yang bersangkutan pernah ikut latihan kemiliteran di China, Jadi dia punya dasar survival (bertahan hidup)," kata Yusri.
Sebagai informasi, Pemerintah China memberlakukan wajib militer bagi warga negaranya berdasarkan undang-undang di China daratan bagi warga negara berusia 18 hingga 22 tahun. Mereka diharuskan menjalani satu bulan pelatihan pada dinas militer.
Namun undang-undang itu sering kali tidak diberlakukan karena banyaknya orang yang mendaftar secara sukarela setiap tahunnya.
Karena pernah mengikuti pelatihan militer, Yusri memperkirakan Cai memiliki kemampuan dan strategi untuk melarikan diri, meskipun di dalam ruang terbatas atau dijaga petugas, seperti lapas.
Berdasarkan penyelidikan awal, Yusri mengungkapkan Cai Changpan sudah merencanakan pelarian dengan cara menggali terowongan sejak enam bulan lalu.
"Keterangan awal teman satu sel yang bersangkutan, bahwa dia sudah merencanakan kurang lebih selama 5-6 bulan dengan menggunakan beberapa alat yang sudah kita sita," ujar Yusri.
Perwira menengah kepolisian itu mengatakan Cai mendapatkan alat-alat untuk menggali terowongan dari proyek pembangunan dapur yang sedang berlangsung di Lapas Klas IA Tangerang.
"Alat itu didapat dari dekat penggalian, ada dapur di situ. Ini masih kita lakukan penyelidikan bersama sesuai dengan izin dari kepala lapas, kita bentuk tim untuk penyelidikan," tutur Yusri seraya menambahkan polisi telah memeriksa beberapa saksi dari petugas lapas atau sipir.
Di lain pihak, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa menilai adanya kejanggalan jika Cai melarikan diri dengan cara membuat lubang tanah dari ruang tahanan menuju saluran selokan di luar lapas.
Dari hasil kunjungan anggota DPR RI, Desmond mengungkapkan keanehan pertama, yakni Cai menggali tanah dari ruang sel, namun tidak ada bekas galian tanah.
Kemudian, Desmond menambahkan, hal yang lebih janggal, napi tersebut menggali lubang dengan ukuran sekitar 20x30 sentimeter secara vertikal sedalam tiga meter, namun tidak ditemukan bekas material galian.
"Itu tidak masuk akal, jadi menggali 3 meter ke bawah perlu berapa tanah (harus dibuang)," ujar dia.
Bertahan di hutan
Usai dinyatakan melarikan diri, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham melalui Lapas Klas IA Tangerang meminta bantuan Polda Metro Jaya untuk menangkap buronan narapidana yang divonis mati karena kasus narkoba itu.
Polda Metro Jaya berkoordinasi dengan Lapas Klas IA Tangerang untuk memburu Cai ke beberapa lokasi yang diduga jadi tempat persembunyiannya.
Selanjutnya, Polda Metro Jaya membentuk tim khusus untuk mengejar dan menangkap buronan tersebut bersama Polres Metro Tangerang Kota, dan pihak lapas, serta menyebar informasi daftar pencarian orang (DPO) dilengkapi nomor "call center" 081253178671, agar masyarakat yang mengetahui keberadaan Chai, dapat melaporkan ke petugas.
Diungkapkan Yusri, tim khusus telah bergerak ke lokasi yang diduga menjadi pelarian Cai, salah satunya ke kawasan hutan Tenjo di Bogor, Jawa Barat.
"Info dari beberapa warga yang kita dalami yang bersangkutan masuk ke hutan sana. Sementara kita ada beberapa tim fokus ke sana," ungkap Yusri.
Selain laporan masyarakat, Yusri juga mengatakan tim penyidik menduga kuat Cai Changpan bersembunyi di sekitar daerah Tenjo, karena lokasi tersebut tidak jauh dari rumah istri terpidana mati kasus narkoba tersebut.
Berdasarkan peristiwa sebelumnya, Yusri menuturkan kemungkinan Cai bertahan hidup di hutan, seperti saat melarikan diri ke Sukabumi lebih memilih di hutan.
Dugaan keterlibatan sipir
Tim khusus memeriksa beberapa saksi termasuk petugas lapas dan penghuni satu sel dengan Cai guna penyelidikan lebih lanjut.
Terkait potensi keterlibatan pihak lain pada kasus pelarian Cai Changpan, Yusri mengatakan dirinya belum bisa berbicara banyak karena proses penyelidikan yang masih berjalan.
"Apakah ada kemungkinan keterlibatan yang lain? Kita tunggu saja hasilnya seperti apa," ucap Yusri.
Namun penyidik kepolisian menyebutkan terdapat sejumlah kejanggalan pada peristiwa kaburnya Cai dari Lapas Klas 1A Tangerang, seperti sipir tidak menemukan kegiatan penggalian tanah yang berlangsung selama enam hingga delapan bulan.
"Seperti apa kejanggalannya? Yang pertama dia sudah melakukan atau membuat lubang ini delapan bulan yang lalu, dia berupaya untuk melarikan diri," kata Yusri.
Kemudian ada sejumlah barang yang tidak lazim ditemukan di dalam lapas, antara lain pompa air yang digunakan terpidana untuk menguras air di dalam terowongan yang digunakan untuk melarikan diri.
Selain pompa air, petugas juga turut menemukan barang berupa cangkul kecil dan obeng yang digunakan oleh terpidana untuk membuat terowongan.
"Ada beberapa peralatan yang memang dia gunakan untuk melubangi tempat pelariannya yang memang diameternya pertama 2 meter ke bawah, kemudian 30 meter lebih sampai ke gorong gorong di luar dari lapas ini, seperti cangkul kecil kemudian juga obeng, bahkan membeli alat penyedot air atau pompa air," tambahnya.
Kemudian berdasarkan penyelidikan petugas, Yusri mengatakan ada dua oknum petugas lapas yang diduga terlibat dalam insiden pelarian Cai Changpan.
Terduga pertama diketahui berinisial S yang bertugas sebagai sipir, sedangkan satu orang lainnya juga berinisial S berstatus sebagai PNS lapas. Keduanya diduga turut membantu Cai Changpan membeli peralatan untuk membuat terowongan yang digunakan untuk kabur.
"Peran kedua-duanya adalah memang diakui bahwa informasi dari salah satu napi juga, bahwa dia (oknum petugas lapas) yang membantu untuk membelikan peralatan peralatan, salah satunya adalah pompa air ini," ujar Yusri.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rika Aprianti menyebutkan lima petugas Lapas Klas I A Tangerang dinonaktifkan dari jabatannya karena insiden kaburnya Cai Changpan.
Salah seorang di antaranya merupakan Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas Klas IA Tangerang.
"Sementara ini, baru lima orang petugas dinonaktifkan dari jabatannya," tandas Rika.
Selain Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas Klas IA Tangerang, dua orang komandan jaga yang saat itu bertugas, dan dua orang petugas jaga yang pada saat itu bertugas juga ikut dinonaktifkan.
Ia menambahkan, kelima oknum petugas Lapas tersebut kini ditempatkan sementara di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Banten selama dinonaktifkan dari jabatannya.
Anggota Komisi III DPR RI Supriansa menilai peristiwa tersebut sebagai bukti penjagaan yang lemah di Lapas Klas IA Tangerang.
"Ini adalah bukti bahwa penjagaan di lapas ini sangat lemah. Ini yang perlu diperbaiki. Dirjen PAS ini sudah bisa melakukan perbaikan secara internal. Apalagi ini kan adalah narapidana. Ini kan mestinya dilakukan penjagaan ketat, apalagi narkoba," Supriansa menegaskan.
Supriansa meyakini peristiwa narapidana kabur ini berpotensi menambah buruk citra lapas dan kejadian yang memalukan bagi Indonesia.
Supriansa mencurigai adanya keterlibatan orang lapas karena tidak masuk akal bagi seorang narapidana dengan keadaan serba terbatas mampu menggali tanah hingga 50-100 meter tanpa menggunakan perkakas dan hanya mengandalkan jari tangan.
"Kalau memang ada yang terlibat membantu memberikan alat, maka ini yang perlu diusut siapa yang memberikan bantuan untuk memberikan alat untuk menggali, kalau memang itu menggunakan alat. Anggaplah pakai besi, pakai apa," imbuhnya.
Supriansa pun meminta agar peristiwa narapidana kabur tersebut menjadi dasar Kementerian Hukum dan HAM untuk mengevaluasi jajarannya. Menurut politisi Golkar itu, Dirjen Pemasyarakatan (PAS) juga perlu mengevaluasi kinerja para sipir.
"Saya minta Kementerian Hukum dan HAM mengevaluasi itu Dirjen PAS, dan Dirjen PAS melakukan evaluasi ke bawah kepada seluruh kepala-kepala rutannya, dengan sipir-sipirnya sekalian, ini perlu dievaluasi lebih lengkap lagi," tutup Supriansa.