Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, memeriksa secara sebanyak 20 saksi kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan panggung peresean di Desa Sesait, Kabupaten Lombok Utara.
"Mereka yang diperiksa adalah orang-orang yang pernah dimintai keterangan pada proses penyelidikan. Kami periksa secara maraton," kata Kasi Pidsus Kejari Mataram I Wayan Suryawan di Mataram, Rabu.
Rangkaian pemeriksaan ini, lanjut dia, merupakan upaya penyidik dalam menguatkan alat bukti kasus. Dasarnya, dilihat dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Lombok Utara.
Dalam temuannya, inspektorat menyimpulkan ada kerugian negara yang muncul dalam pengerjaan proyek yang kini kondisinya tidak dapat difungsikan sebagai ajang pertunjukan seni pertarungan tradisional suku Sasak itu.
Angka kerugiannya, senilai proyek pembangunan yang menelan DD/ADD Sesait Tahun 2019 dengan nominal Rp640 juta. Jaksa menyatakan angka kerugian itu sebagai "total loss".
"Nantinya kalau temuan itu (inspektorat) belum jelas, kami akan pakai BPKP. Dari itu kita akan lihat faktanya, siapa yang berperan," ucapnya.
Pada tahun 2019, Desa Sesait mengelola DD Rp2,45 miliar dengan ADD Rp1,433 miliar, ditambah dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah (BHPRD) sebesar Rp235,15 juta.
Dalam penyampaian LKPJ tahun 2019, BPD Sesait mempertanyakan proyek fisik desa yang diduga bermasalah. Selain panggung peresean, BPD Sesait menanyakan proyek rehabilitasi kantor desa senilai Rp185,08 juta, yang hanya terealisasi tiang pilar saja.
Kemudian proyek fisik lain yang kurang jelas dalam laporannya, pembuatan jalan pemukiman Rp18,28 juta, pengerasan jalan lingkungan Rp102,75 juta, peningkatan jalan desa Rp297,13 juta.
Ada juga terkait program Festival HUT Desa Sesait yang menelan anggaran Rp103,73 juta. Kemudian dana rehabilitasi rumah adat pascagempa Rp642,9 juta, pembinaan lembaga adat Rp17,34 juta, peningkatan produksi tanaman pangan Rp339,3 juta, serta peningkatan produksi peternakan Rp37,96 juta.
"Mereka yang diperiksa adalah orang-orang yang pernah dimintai keterangan pada proses penyelidikan. Kami periksa secara maraton," kata Kasi Pidsus Kejari Mataram I Wayan Suryawan di Mataram, Rabu.
Rangkaian pemeriksaan ini, lanjut dia, merupakan upaya penyidik dalam menguatkan alat bukti kasus. Dasarnya, dilihat dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Lombok Utara.
Dalam temuannya, inspektorat menyimpulkan ada kerugian negara yang muncul dalam pengerjaan proyek yang kini kondisinya tidak dapat difungsikan sebagai ajang pertunjukan seni pertarungan tradisional suku Sasak itu.
Angka kerugiannya, senilai proyek pembangunan yang menelan DD/ADD Sesait Tahun 2019 dengan nominal Rp640 juta. Jaksa menyatakan angka kerugian itu sebagai "total loss".
"Nantinya kalau temuan itu (inspektorat) belum jelas, kami akan pakai BPKP. Dari itu kita akan lihat faktanya, siapa yang berperan," ucapnya.
Pada tahun 2019, Desa Sesait mengelola DD Rp2,45 miliar dengan ADD Rp1,433 miliar, ditambah dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah (BHPRD) sebesar Rp235,15 juta.
Dalam penyampaian LKPJ tahun 2019, BPD Sesait mempertanyakan proyek fisik desa yang diduga bermasalah. Selain panggung peresean, BPD Sesait menanyakan proyek rehabilitasi kantor desa senilai Rp185,08 juta, yang hanya terealisasi tiang pilar saja.
Kemudian proyek fisik lain yang kurang jelas dalam laporannya, pembuatan jalan pemukiman Rp18,28 juta, pengerasan jalan lingkungan Rp102,75 juta, peningkatan jalan desa Rp297,13 juta.
Ada juga terkait program Festival HUT Desa Sesait yang menelan anggaran Rp103,73 juta. Kemudian dana rehabilitasi rumah adat pascagempa Rp642,9 juta, pembinaan lembaga adat Rp17,34 juta, peningkatan produksi tanaman pangan Rp339,3 juta, serta peningkatan produksi peternakan Rp37,96 juta.