Mataram (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyebutkan, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan selama Tahun 2020 menurun menjadi 13 kasus dibandingkan tahun 2019 sebanyak 19 kasus.
Kepala DP3A Kota Mataram Hj Dewi Mardiana Ariany di Mataram, Kamis mengatakan berdasarkan data yang ada sampai saat ini kasus kekerasan anak dan perempuan yang ditangani di DP3A sebanyak 13 kasus kekerasan.
"Dari 13 kasus tersebut sebanyak enam kasus kekerasan perempuan dan tujuh kasus kekerasan terhadap anak. Baik kekerasan fisik, psikis maupun seksual," katanya.
Dikatkan, penurunan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang ditangani itu, salah satunya dipicu karena pengawasan orang tua lebih ketat dan mampu mengendalikan emosi.
"Selain itu juga karena faktor ekonomi. Meskipun pandemi COVID-19, tapi setiap keluarga mampu meningkatkan imun, iman dan takwa," katanya.
Menurutnya, untuk kasus kekerasan terhadap anak dari tujuh kasus tersebut rata-rata mengalami kekerasan fisik, psikis dan satu diantaranya mengalami kekerasan seksual.
Begitu juga dengan kasus kekerasan terhadap perempuan, namun sebagian besar karena kasus perceraian dan hak asuh anak. "Kasus-kasus yang kami tangani itu sudah kami mediasi," katanya.
Dewi mengatakan, dalam penanganan kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, pihaknya telah membentuk tim yang berasal dari beberapa unsur terkait.
Unsur terkait yang dimaksudkan, antara lain Polres Mataram, bagian hukum, dinas sosial pemkot, Kementerian Agama, termasuk Kantor Urusan Agama (KUA).
"Harapan kami, tidak ada tambahan lagi sampai akhir tahun ini," ujarnya.
Kepala DP3A Kota Mataram Hj Dewi Mardiana Ariany di Mataram, Kamis mengatakan berdasarkan data yang ada sampai saat ini kasus kekerasan anak dan perempuan yang ditangani di DP3A sebanyak 13 kasus kekerasan.
"Dari 13 kasus tersebut sebanyak enam kasus kekerasan perempuan dan tujuh kasus kekerasan terhadap anak. Baik kekerasan fisik, psikis maupun seksual," katanya.
Dikatkan, penurunan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang ditangani itu, salah satunya dipicu karena pengawasan orang tua lebih ketat dan mampu mengendalikan emosi.
"Selain itu juga karena faktor ekonomi. Meskipun pandemi COVID-19, tapi setiap keluarga mampu meningkatkan imun, iman dan takwa," katanya.
Menurutnya, untuk kasus kekerasan terhadap anak dari tujuh kasus tersebut rata-rata mengalami kekerasan fisik, psikis dan satu diantaranya mengalami kekerasan seksual.
Begitu juga dengan kasus kekerasan terhadap perempuan, namun sebagian besar karena kasus perceraian dan hak asuh anak. "Kasus-kasus yang kami tangani itu sudah kami mediasi," katanya.
Dewi mengatakan, dalam penanganan kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, pihaknya telah membentuk tim yang berasal dari beberapa unsur terkait.
Unsur terkait yang dimaksudkan, antara lain Polres Mataram, bagian hukum, dinas sosial pemkot, Kementerian Agama, termasuk Kantor Urusan Agama (KUA).
"Harapan kami, tidak ada tambahan lagi sampai akhir tahun ini," ujarnya.