Mataram (ANTARA) - Dua orang pengemplang pajak di Nusa Tenggara Barat berinisial MY dan AH segera menjalani persidangan di pengadilan karena berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap (P21) oleh penyidik Kejaksaan Tinggi NTB.
"Berkas penyidikan dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi NTB, dan dapat diproses menuju persidangan," kata Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nusa Tenggara Belis Siswanto, di Mataram, Senin.
Ia mengatakan dua orang wajib pajak itu diduga melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c dan i Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009.
Tersangka MY bersama-sama dengan AH diduga telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dengan tidak menyetorkan pajak pertambahan nilai (PPN) yang telah dipungut dan tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) masa PPN masa pajak Januari 2008 sampai dengan Desember 2013.
"Besarnya kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya adalah sebesar Rp 862,50 juta," ujarnya.
Kanwil DJP Nusa Tenggara, kata Belis, telah melakukan proses pengembangan dan analisis terhadap informasi, data, laporan dan pengaduan (IDLP) atas nama tersangka MY.
Selanjutnya, Tim Pemeriksa Bukti Permulaan Kanwil DJP Nusa Tenggara melakukan pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil DJP Nusa Tenggara.
"Dalam melakukan upaya penegakan hukum, kami selalu mengedepankan prinsip ultimum remedium, yaitu aktif melakukan edukasi, penyuluhan, imbauan dan konseling terkait hak dan kewajiban perpajakan serta untuk meningkatkan kepatuhan sukarela pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak," kata Belis.
"Berkas penyidikan dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi NTB, dan dapat diproses menuju persidangan," kata Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nusa Tenggara Belis Siswanto, di Mataram, Senin.
Ia mengatakan dua orang wajib pajak itu diduga melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c dan i Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009.
Tersangka MY bersama-sama dengan AH diduga telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dengan tidak menyetorkan pajak pertambahan nilai (PPN) yang telah dipungut dan tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) masa PPN masa pajak Januari 2008 sampai dengan Desember 2013.
"Besarnya kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya adalah sebesar Rp 862,50 juta," ujarnya.
Kanwil DJP Nusa Tenggara, kata Belis, telah melakukan proses pengembangan dan analisis terhadap informasi, data, laporan dan pengaduan (IDLP) atas nama tersangka MY.
Selanjutnya, Tim Pemeriksa Bukti Permulaan Kanwil DJP Nusa Tenggara melakukan pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil DJP Nusa Tenggara.
"Dalam melakukan upaya penegakan hukum, kami selalu mengedepankan prinsip ultimum remedium, yaitu aktif melakukan edukasi, penyuluhan, imbauan dan konseling terkait hak dan kewajiban perpajakan serta untuk meningkatkan kepatuhan sukarela pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak," kata Belis.