Mataram (ANTARA) - Pemandi jenazah Linda Novitasari, mahasiswi yang menjadi korban pembunuhan oleh kekasihnya Rio Prasetya Nanda alias Rio di Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengungkapkan kesaksiannya ke hadapan majelis hakim.
Ada dua orang pemandi jenazah yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan Linda Novitasari di Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.
Dua orang tersebut berasal dari pihak keluarga korban, yakni Sri Murni dan Herningsih. Keduanya hadir ke hadapan majelis hakim yang dipimpin Hiras Sitanggang dengan anggota Agung Prasetyo dan Glorious Anggundoro.
Dalam kesaksiannya, Sri Murni bersama Herningsih secara bersama-sama dihadirkan ke hadapan majelis hakim. Sri Murni mengaku memandikan jenazah dari bagian perut hingga kepala dan sebaliknya Herningsih dari bagian perut hingga kaki.
Kepada Majelis Hakim, mereka berdua mengaku memandikan jenazah korban karena adanya permintaan dari pihak RS Bhayangkara Mataram. "Karena di sana (RS Bhayangkara Mataram) tidak ada yang mandikan, jadi pihak keluarga meminta tolong kepada kami untuk bantu," kata Sri Murni.
Kemudian terkait tanda-tanda umum korban yang meninggal akibat gantung diri, seperti lidah menjulur keluar, mata melotot, dan tubuh kaku, keduanya mengaku tidak melihat hal itu pada jasad korban.
"Gak, lidah gak keluar, matanya merem," jawab kedua saksi dengan kompak.
Keduanya pun menguraikan kesaksiannya ke hadapan majelis hakim terkait kondisi jenazah saat dimandikan di RS Bhayangkara Mataram pada Sabtu, 25 Juli 2020.
"Dari apa yang saya lihat, ada luka lecet di sekitar matanya. Ada juga luka lebam di bagian ketiak, perut, dan sekitar payudara. Ada juga luka lecet di punggung dan leher," kata Sri Murni.
Begitu juga dengan yang disampaikan Herningsih, yang memandikan jenazah dari bagian perut hingga ujung kaki. Dalam kesaksiannya dia melihat sekitar lutut kaki kanan jenazah terdapat benjolan berair seperti melepuh.
"Karena saya yang bersihkan di bagian bawah, di kaki jenazah ada juga saya lihat yang terkelupas kulitnya, seperti luka bakar," ujar Herningsih.
Dari temuan yang janggal, tidak sesuai dengan kabar awal yang mereka dapatkan terkait korban meninggal akibat gantung diri, Sri Murni berinisiatif mendokumentasikan luka-luka yang ada pada jasad korban.
"Selesai mandikan, foto-foto yang saya ambil, saya kasih lihat kakak korban, itu Minggu (26/7) dinihari, sekitar pukul 03.00 Wita," tambah Sri Murni.
Begitu juga setelah jenazah dikafani, kedua saksi maupun keterangan tambahan dari Mey Susanti, kakak kandung korban yang turut dihadirkan secara terpisah sebagai saksi, melihat bercak darah yang merembes dari kain kafannya.
"Pas jenazahnya sudah dikafani, kemudian diangkat, ada seperti bercak darah yang merembes dari bagian bokong. Bercak itu juga menempel di alas tempat jenazah dikafani," kata Susanti.
Dari kejanggalan itu kemudian Susanti berkonsultasi dengan rekannya yang berprofesi sebagai pengacara lulusan Fakultas Hukum Universitas Mataram.
"Setelah konsultasi, kami dari pihak keluarga sepakat agar dilakukan autopsi jenazah. Tujuannya untuk mengetahui penyebab kematian adik saya ini," ujarnya.
Permintaan autopsi itu juga mendapat pendampingan hukum dari Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Mataram serta Tim Pengacara dari Montani Para Liberi Unram.
Akhirnya, autopsi pun dilaksanakan tim forensik di areal Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karang Medain, Mataram, NTB, Senin, 3 Agustus 2020.
Dari serangkaian penyidikan yang dilakukan Tim Satreskrim Polresta Mataram, peran pelaku pembunuhan kemudian terungkap. Pelakunya bukan lain kekasih korban yang kini menjadi terdakwa, Rio Prasetya Nanda alias Rio.
Mahasiswi yang baru diterima lulus Program Magister Hukum Universitas Mataram itu ditemukan tidak bernyawa pada Sabtu sore, 25 Juli 2020.
Jenazah ditemukan di rumah yang dihuni terdakwa Rio yang ada di Perumahan Royal Mataram, kawasan Lingkar Selatan, Mataram.
Jenazahnya kali pertama ditemukan rekan kuliahnya bernama Titi, dengan kondisi yang cukup mengenaskan, yakni tergantung seutas tali jemuran di ventilasi belakang rumah.
Ada dua orang pemandi jenazah yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan Linda Novitasari di Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.
Dua orang tersebut berasal dari pihak keluarga korban, yakni Sri Murni dan Herningsih. Keduanya hadir ke hadapan majelis hakim yang dipimpin Hiras Sitanggang dengan anggota Agung Prasetyo dan Glorious Anggundoro.
Dalam kesaksiannya, Sri Murni bersama Herningsih secara bersama-sama dihadirkan ke hadapan majelis hakim. Sri Murni mengaku memandikan jenazah dari bagian perut hingga kepala dan sebaliknya Herningsih dari bagian perut hingga kaki.
Kepada Majelis Hakim, mereka berdua mengaku memandikan jenazah korban karena adanya permintaan dari pihak RS Bhayangkara Mataram. "Karena di sana (RS Bhayangkara Mataram) tidak ada yang mandikan, jadi pihak keluarga meminta tolong kepada kami untuk bantu," kata Sri Murni.
Kemudian terkait tanda-tanda umum korban yang meninggal akibat gantung diri, seperti lidah menjulur keluar, mata melotot, dan tubuh kaku, keduanya mengaku tidak melihat hal itu pada jasad korban.
"Gak, lidah gak keluar, matanya merem," jawab kedua saksi dengan kompak.
Keduanya pun menguraikan kesaksiannya ke hadapan majelis hakim terkait kondisi jenazah saat dimandikan di RS Bhayangkara Mataram pada Sabtu, 25 Juli 2020.
"Dari apa yang saya lihat, ada luka lecet di sekitar matanya. Ada juga luka lebam di bagian ketiak, perut, dan sekitar payudara. Ada juga luka lecet di punggung dan leher," kata Sri Murni.
Begitu juga dengan yang disampaikan Herningsih, yang memandikan jenazah dari bagian perut hingga ujung kaki. Dalam kesaksiannya dia melihat sekitar lutut kaki kanan jenazah terdapat benjolan berair seperti melepuh.
"Karena saya yang bersihkan di bagian bawah, di kaki jenazah ada juga saya lihat yang terkelupas kulitnya, seperti luka bakar," ujar Herningsih.
Dari temuan yang janggal, tidak sesuai dengan kabar awal yang mereka dapatkan terkait korban meninggal akibat gantung diri, Sri Murni berinisiatif mendokumentasikan luka-luka yang ada pada jasad korban.
"Selesai mandikan, foto-foto yang saya ambil, saya kasih lihat kakak korban, itu Minggu (26/7) dinihari, sekitar pukul 03.00 Wita," tambah Sri Murni.
Begitu juga setelah jenazah dikafani, kedua saksi maupun keterangan tambahan dari Mey Susanti, kakak kandung korban yang turut dihadirkan secara terpisah sebagai saksi, melihat bercak darah yang merembes dari kain kafannya.
"Pas jenazahnya sudah dikafani, kemudian diangkat, ada seperti bercak darah yang merembes dari bagian bokong. Bercak itu juga menempel di alas tempat jenazah dikafani," kata Susanti.
Dari kejanggalan itu kemudian Susanti berkonsultasi dengan rekannya yang berprofesi sebagai pengacara lulusan Fakultas Hukum Universitas Mataram.
"Setelah konsultasi, kami dari pihak keluarga sepakat agar dilakukan autopsi jenazah. Tujuannya untuk mengetahui penyebab kematian adik saya ini," ujarnya.
Permintaan autopsi itu juga mendapat pendampingan hukum dari Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Mataram serta Tim Pengacara dari Montani Para Liberi Unram.
Akhirnya, autopsi pun dilaksanakan tim forensik di areal Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karang Medain, Mataram, NTB, Senin, 3 Agustus 2020.
Dari serangkaian penyidikan yang dilakukan Tim Satreskrim Polresta Mataram, peran pelaku pembunuhan kemudian terungkap. Pelakunya bukan lain kekasih korban yang kini menjadi terdakwa, Rio Prasetya Nanda alias Rio.
Mahasiswi yang baru diterima lulus Program Magister Hukum Universitas Mataram itu ditemukan tidak bernyawa pada Sabtu sore, 25 Juli 2020.
Jenazah ditemukan di rumah yang dihuni terdakwa Rio yang ada di Perumahan Royal Mataram, kawasan Lingkar Selatan, Mataram.
Jenazahnya kali pertama ditemukan rekan kuliahnya bernama Titi, dengan kondisi yang cukup mengenaskan, yakni tergantung seutas tali jemuran di ventilasi belakang rumah.