Mataram (ANTARA) - Juru Bicara Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Dedi Irawan mengatakan, pengembalian langsung kerugian negara dalam kasus korupsi pengadaan benih jagung tahun 2017 senilai Rp10,6 miliar dari salah seorang tersangka ke kas negara masuk dalam hitungan penyelamatan keuangan negara.
"Pengembalian kerugian negara senilai Rp10,6 miliar oleh tersangka AP melalui dinas pertanian ke kas negara itu, diakui Kejagung sebagai upaya dari penyelamatan keuangan negara dalam proses penyidikan," kata Dedi di Mataram, Selasa.
Adanya pengembalian itu pun, jelasnya, telah dikonfirmasi kepada dinas pertanian dan juga ke pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasilnya, kata dia, kini BPK mengakomodir penyaluran tersebut.
Karenanya dalam catatan periode Januari 2020 hingga Juli 2021, Kejati NTB telah menyelamatkan keuangan negara dengan nilai mencapai Rp12,56 miliar bertambah dari angka sebelumnya Rp1,93 miliar.
Tersangka AP yang mengembalikan kerugian negara dalam kasus tersebut berperan sebagai penyedia benih dari PT Sinta Agro Mandiri (SAM).
Belakangan, muncul hasil audit kerugian negara versi penghitungan tim audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB yang nilainya mencapai Rp27,35 miliar.
Dalam kalkulasinya, kerugian negara dari PT SAM mencapai Rp15,43 miliar dan Rp11,92 miliar dari PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).
Munculnya kerugian tersebut berdasarkan populasi hitungan tim ahli audit kerugian negara secara menyeluruh. Kerugiannya disimpulkan dari adanya sertifikat yang salah atau palsu, duplikat dan yang tidak bersertifikat. Kemudian ada juga sertifikat yang tidak sesuai dengan surat perintah pencairan dana (SP2D).
Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini berasal dari program budidaya jagung skala nasional Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan RI.
Provinsi NTB saat itu mendapat kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare. Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di NTB dengan anggaran mencapai Rp48,256 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar.
Penyalurannya dilaksanakan dalam dua tahap. Untuk tahap pertama dengan anggaran Rp17,256 miliar dilaksanakan oleh pemenang proyek dari PT Sinta Agro Mandiri (SAM) dan tahap kedua senilai Rp31 miliar oleh PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).
Dalam proses penanganannya, empat orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, berinisial HF yang berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek, dan IWW, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jagung tahun 2017. Selanjutnya dua orang dari pihak perusahaan penyedia benih, yakni direktur PT WBS berinisial LIH, dan direktur PT SAM, berinisial AP.
Dengan dugaan telah melakukan pemufakatan jahat dalam proyek nasional ini, keempatnya dikenakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
"Pengembalian kerugian negara senilai Rp10,6 miliar oleh tersangka AP melalui dinas pertanian ke kas negara itu, diakui Kejagung sebagai upaya dari penyelamatan keuangan negara dalam proses penyidikan," kata Dedi di Mataram, Selasa.
Adanya pengembalian itu pun, jelasnya, telah dikonfirmasi kepada dinas pertanian dan juga ke pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasilnya, kata dia, kini BPK mengakomodir penyaluran tersebut.
Karenanya dalam catatan periode Januari 2020 hingga Juli 2021, Kejati NTB telah menyelamatkan keuangan negara dengan nilai mencapai Rp12,56 miliar bertambah dari angka sebelumnya Rp1,93 miliar.
Tersangka AP yang mengembalikan kerugian negara dalam kasus tersebut berperan sebagai penyedia benih dari PT Sinta Agro Mandiri (SAM).
Belakangan, muncul hasil audit kerugian negara versi penghitungan tim audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB yang nilainya mencapai Rp27,35 miliar.
Dalam kalkulasinya, kerugian negara dari PT SAM mencapai Rp15,43 miliar dan Rp11,92 miliar dari PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).
Munculnya kerugian tersebut berdasarkan populasi hitungan tim ahli audit kerugian negara secara menyeluruh. Kerugiannya disimpulkan dari adanya sertifikat yang salah atau palsu, duplikat dan yang tidak bersertifikat. Kemudian ada juga sertifikat yang tidak sesuai dengan surat perintah pencairan dana (SP2D).
Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini berasal dari program budidaya jagung skala nasional Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan RI.
Provinsi NTB saat itu mendapat kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare. Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di NTB dengan anggaran mencapai Rp48,256 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar.
Penyalurannya dilaksanakan dalam dua tahap. Untuk tahap pertama dengan anggaran Rp17,256 miliar dilaksanakan oleh pemenang proyek dari PT Sinta Agro Mandiri (SAM) dan tahap kedua senilai Rp31 miliar oleh PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).
Dalam proses penanganannya, empat orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, berinisial HF yang berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek, dan IWW, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jagung tahun 2017. Selanjutnya dua orang dari pihak perusahaan penyedia benih, yakni direktur PT WBS berinisial LIH, dan direktur PT SAM, berinisial AP.
Dengan dugaan telah melakukan pemufakatan jahat dalam proyek nasional ini, keempatnya dikenakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.